Lima Fakta Tentang Masalah Ketersediaan Obat

Ilustrasi pil kontrasepsi
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Ketersediaan dan akses obat dalam layanan kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), paling banyak dikeluhkan. Yang menjadi akar masalah akses obat, salah satunya adalah distorsi paham obat generik dengan obat paten.

Masyarakat Lebih Pilih Beli Obat Mahal, Pakar: Kandungannya Sama Walau Harga Murah

"Publik atau konsumen seringkali dikecohkan bahwa obat paten adalah brand," kata Prof. dr. Hasbullah Thabrany, Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, dalam rilis yang diterima VIVA.co.id, Jumat, 22 April 2016.

Selain masalah pemahaman masyarakat yang masih salah soal obat paten dan obat generik, masih ada beberapa masalah utama dari akses obat. Berikut ini adalah fakta-faktanya.

Jokowi Teken Perpres untuk Atur Obat Paten Remdesivir dan Favipiravir

Kebutuhan vs keinginan

Kebutuhan ditetapkan oleh dokter atau tenaga profesional. Dokter diberi hak untuk menentukan pilihan obat bagi pasien, selama masuk paket bayaran InaCBGs, sehingga dokter atau tenaga profesional cenderung mencari obat termurah.

Polisi Bongkar Pabrik Obat Palsu Berdalih ‘Pedagang Besar Farmasi’

Sedangkan di sisi lain, kebutuhan itu terbentur dengan keinginan sang pasien yang seringkali menuntut obat karena kebiasaannya. Sedangkan dokter terpaku pada pengalaman sebelumnya untuk menggunakan obat paten.

Generik vs paten

"Yang dimaksud obat paten adalah obat yang masih dalam hak monopoli penemunya hingga 20 tahun. Sedangkan obat generik itu sendiri adalah nama molekul atau INN (International Non-Priorietary Name)," ujar Hasbullah.

Ia juga mengatakan bahwa diperlukan usaha besar dari pemerintah untuk meluruskan pemahaman masyarakat soal obat generik dan paten yang sudah terjadi puluhan tahun tersebut.

Fornas, Kapitasi, CBGS

Fornas atau formularium nasional adalah sebuah pedoman, tapi bagian yang tidak terpisahkan dari JKN. Kapitasi dan CBGS sudah termasuk obat "kasus akut" risiko pada fasilitas kesehatan, pilihan terserah pada fasilitas kesehatan, tidak harus fornas.

Kebijakan dan Pengadaan

"Seharusnya obat fornas harus tersedia di Indonesia, jika tidak ada yang produksi maka pemerintah mesti melakukan subsidi, agar obat kembali tersedia," kata Hasbullah.

Pengadaan e-catalog hanya berlaku bagi fasilitas kesehatan milik pemerintah. Masalahnya adalah jika pemenang pada e-catalog hanya satu, maka yang terjadi adalah bila satu penyedia tidak bisa memenuhi kebutuhan nasional.

Masalah kebijakan

Fornas terbilang sulit dipahami sehingga menghambat akses nyata. Moral hazard dan fraud mungkin terjadi. Moral hazard adalah tindakan menyiasati untuk kepentingan sepihak (pemerintah, fasilitas kesehatan, pasien). Fraud adalah tindakan yang sengaja dilakukan untuk kepentingan satu pihak, sehingga menyebabkan kesulitan akses.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya