Terhanyut Nostalgia di Kota Gudeg

Keraton jogja.
Sumber :

VIVAlife - Hampir setiap bulan, saya selalu menyempatkan untuk melakukan perjalanan wisata. Bukan perjalanan wisata "serius" karena saya hanya memiliki waktu dua hari di akhir pekan. Biasanya saya memilih kota-kota yang dapat dijangkau secara kilat.

KPU Siapkan 8 Tim Kuasa Hukum Hadapi Sengketa Pileg 2024 di MK

Kebetulan, saya mendapatkan penawaran khusus dari www.gonla.com, berupa potongan harga untuk pembelian tiket pesawat tujuan Yogyakarta, yang notabene merupakan kampung halaman saya. Tanpa pikir panjang, saya langsung menerima tawaran tersebut. Terbang ke masa lalu untuk berlibur, sekaligus melepaskan kerinduan saya pada kerabat.

Entah mengapa, meski sudah terbilang lama saya menetap di ibukota, kota kecil saya ini selalu mengundang rasa kangen. Perubahan pun kian terjadi di setiap sudutnya. Semakin ramai, namun tetap terstruktur. Yang jelas, kreativitas warganya yang patut mendapatkan acungan jempol. Selalu mengedepankan budaya yang begitu melekat dan mengesankan.

Oxford United Pastikan Tiket ke Partai Playoff Menuju Divisi Championship

Hari pertama, saya habiskan untuk pergi ke kawasan Candi Prambanan. Terletak 17 kilometer dari pusat kota. Sekitar 45 menit dari rumah kuno saya di belakang Keraton. 

Menurut legenda masyarakat Jawa, candi ini dibangun atas nama cinta oleh Bandung Bondowoso, atas permintaan wanita yang dicintainya, Roro Jonggrang. Mungkin ini menjadi bangunan termegah dan tertinggi di zamannya, abad ke-10. Candi ini pun menjadi tanda kejayaan Hindu di tanah Jawa. Tiga candi utama di halaman, yakni Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiganya dipercaya sebagai perlambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. 

Timnas Indonesia 'Gendong' Asia Tenggara di Semifinal Piala Asia U-23

prambanan jogja

Hari berikutnya saya menyempatkan diri untuk mempelajari proses pembuatan kerajinan perak di Kotagede. Sentra kerajinan perak terbesar di Indonesia, sejak tahun 70-an. Beragam kerajinan perak diolah menjadi perhiasan dan berbagai perabotan rumah tangga.

kerajinan perak jogja

Saat ini, Kotagede menggelar pelatihan singkat berdurasi tiga jam, untuk mempelajari desain dan proses pembuatan kerajinan perak. Karya yang kita hasilkan, boleh dibawa pulang sebagai bukti cerita. Meski hanya bisa membuat sebuah gelang dengan bentuk sederhana, tapi saya cukup puas dengan tambahan pelajaran ini. 

Dari Kotagede, saya dan beberapa kerabat, memutuskan untuk mengisi perut sambil menikmati atmosfir Yogya sore hari. Tujuan kami, "House of Raminten", tempat nongkrong yang saya dengar sedang hits di kalangan anak muda.

raminten jogja

Terletak di Jalan FM. Noto No. 7, tempat yang dikemas sebagai resto semi kafe ini sebenarnya memiliki konsep dasar angkringan. Menu yang ditawarkan pun tidak jauh beda dengan menu angkringan biasa, nasi kucing dengan lauk oseng tempe, teri dan serundeng.

Menu lainnya juga tersedia yaitu nasi goreng, bubur, aneka sate, serta mendoan, dan puluhan macam minuman berbahan tradisional. Semuanya berharga di bawah Rp20 ribu. Menariknya, para pramusaji yang melayani, diwajibkan memakai pakaian adat Yogya berupa kemben dari kain batik. Lengkap dengan riasan dan sanggul untuk para wanitanya. Ini baru Yogya! (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya