Daya Pikat Dapur Cokelat

Ermey Triniaty
Sumber :
VIVAlife
Cup Bra Terlalu Besar Picu Gangguan Kesehatan
--Sejak kecil Ermey Trisniaty, atau akrab disapa Eyi, jatuh cinta pada cokelat.  Saking obsesifnya, dia kerap menyimpan cokelat di bawah bantal. Entah dalam bentuk permen atau kue.  Dia tak bisa tidur sebelum makan cokelat. “Zaman dulu kan, cokelat-cokelat itu sudah enak sekali,” ujarnya. 

Jurus Turunkan Berat Badan Pakai Protein

Sejarah cokelat sendiri baginya adalah sebuah eksotika. Dulu cokelat adalah barang mahal, dan hanya dinikmati para bangsawan sebagai minuman, hingga ditemukan formula cokelat padat.  Zaman dulu, biji kakao bahkan pernah dipakai sebagai pengganti mata uang. Seekor ayam kalkun, misalnya, dihargai seratus biji kakao. 
Misteri 'Bak Mandi Tuhan' Berusia 7.000 Tahun


Tapi kini cokelat lebih mudah didapatkan, dan menjadi santapan enak bagi siapa saja.

Eyi tak mau sekadar menjadi gadis penyantap cokelat. Dia juga gemar mengolah cokelat, selain membantu ibunya memasak. Hobi itu kelak ditekuninya serius. Dia belajar ilmu pariwisata di Bandung National Hotel Institute, yang sekarang bernama BPLP (Balai Pendidikan dan Latihan Pariwisata Bandung ). Di sana lah, jurusnya mengolah cokelat, jadi bertambah hebat.

Cokelat pertama  “produksi” Eyi adalah saat dia iseng membuat praline di kosnya sewaktu sekolah di Bandung itu. Bermodal Rp 10.000 untuk membeli bahan baku, dan memasak cokelat dengan kompor kecil di dapur kos. Cokelat olahan itu ternyata digemari banyak rekannya. Itu adalah momen penting baginya yang kelak membuat dia yakin cokelat bisa jadi masa depannya.

Mitos gemuk

Kelar kuliah di Bandung pada 1994, Eyi lalu sekolah di  jurusan agrobisnis di Institut Pertanian Bogor. Tak ingin merepotkan orang tuanya, Eyi lalu berusaha mencari uang sendiri sambil kuliah.


Suatu kali dia diberi uang oleh ayahnya Rp 200 ribu untuk membeli telepon seluler. Tapi, duit itu malah dipakainya untuk modal bisnis makanan cokelat. Rupanya hoki-nya sudah mulai terlihat. Dalam sepekan saja dia untung dua kali lipat. Modal dari ayahnya dikembalikan, dan Eyi pun memutuskan tancap gas berbisnis cokelat. Bangku kuliah pun dia tinggalkan.


Awalnya, dia memulai bisnis makanan cokelat di rumah. Dia belum berani membuka gerai. Soalnya, ada anggapan umum bahwa cokelat membuat gemuk. Atau memicu jerawat di wajah. Itu membuat dia agak cemas gerainya tak laku. “Padahal itu cuma mitos,” ujar Eyi. Cokelat sebetulnya bermanfaat untuk kesehatan.


Dia punya pengalaman gagal saat buka kedainya. Pada 2001, gerai cokelat pertama miliknya di Kebayoran Baru itu sepi pengunjung. Lebih dari tiga bulan laba tak bisa dia raih. Orang masih enggan makan cokelat, karena mitos penyebab gemuk itu. Dengan sabar, dia coba menjelaskan kebaikan cokelat ke konsumen.


"Misalnya ada kandungan cokelat yang dapat meningkatkan kadar endorfin saat dimakan. Hal ini dapat mengubah suasana hati kita, dan baik untuk kesehatan jantung," ujarnya kepada
VIVAlife
.


Mengubah
mind-set
konsumen memang tak gampang. Eny melakukannya dengan sabar. Di kedainya, dia menyediakan beragam buku tentang manfaat cokelat.


Ide dapur


Saat membuka gerai pertama itu, dan pengunjungnya sepi, dia berpikir keras apa kiatnya untuk memikat konsumen.  Bagi Eyi, gerai itu adalah tempat dia menguji misi dan visinya tentang cokelat. Artinya, untuk membuat tempat menarik, butuh duit tak sedikit.


Tapi Eyi tak kehabisan akal. Gerai di Kebayoran Baru pun dipermak. “Saya memboyong semua barang bekas dari rumah untuk hiasan di outlet. Mulai dari panci bolong, oven tua, dan barang dapur lain yang sudah tak terpakai," ujarnya. Eyi lalu membuat
kitchen set
dengan barang seadanya.


Dari sinilah nama Dapur Cokelat muncul. Ada kesan
kitchen set
itu membuat toko coklat seperti dapur yang ditaruh di pekarangan depan rumah.


Dia juga menjaga mutu rasa cokelat olahan kedainya itu. Bahan bakunya dicari dari bahan terbaik. Dia tak mau kompromi soal kualitas rasa. Menurutnya, daripada harus memotong
budget
buat bahan baku terbaik, ia memilih memangkas dana dekorasi gerai itu.


Membuat gerai menarik dan rasa coklat yang top, membuat bisnis Eyi berkembang cepat. Kini, ia punya 12 gerai cokelat yang tersebar hingga luar Jakarta, dengan sekitar 300 pegawai.  Nama Dapur Cokelat pun kain dikenal orang.


Di usianya yang ke 37, istri dari Okky Dewanto itu berhasil meraup laba hingga Rp 500 juta per bulannya. Dalam sebulan ia bisa menghabiskan 3 ton  cokelat untuk memenuhi kebutuhan 12 gerainya.


Murah dan asyik


Andalan Dapur Cokelat adalah
praline
.  Bentuknya unik, dan isinya beragam. Penjualan cokelat jenis juga berbeda dengan cokelat lainnya, yaitu dengan cara ditimbang. Anda bisa membeli per ons, dengan  harga Rp 37.500 di gerai milik Eyi. Dalam satu timbangan, boleh dicampur jenis dan rasa yang berbeda.


praline


Kalau jenis kue, yang paling favorit adalah
Two Seasons
. Rasa cokelat yang kental membuat kue ini bisa memeriahkan perayaan apapun, baik ulang tahun atau hari raya. Meskipun bahan baku utama produknya adalah cokelat, Eyi rajin berinovasi agar pelanggan tak bosan.


Produk  Dapur Cokelat lumayan laris, karena selain rasanya yang asyik, harganya juga tak mencekik kantong.  Para pembelinya dari beragam usia, dan juga kelas sosial. Ada anak sekolah sampai orang tua, yang ramai berkunjung selepas jam satu siang.  “Paling banyak dicari saat Hari Valentine. Biasanya yang datang adalah anak –anak remaja,” ujarnya.


Agar standar mutu bisa dicapai, Eyi mendirikan satu pusat dapur di kawasan Serpong. Dari  tungku api di dapur pusat itulah aneka kue, praline, miniatur cokelat hingga permen cokelat lollipop diolah.  Dari sana baru menyebar ke pelbagai gerai Dapur Cokelat.


Sebuah “dapur” terbuka yang menggoda Anda untuk mencicipi cokelat. (eh)














Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya