Kisah Getir Pak Sarip, Perajin Wayang Sukses Asal Yogyakarta

Sarip Sugiono
Sumber :
  • VIVAlife/Stella Maris

VIVAlife -  Matanya masih awas. Tangannya makin terlatih. Sambil memahat bahan dasar membuat wayang, Sarip Sugiono tak segan menceritakan kenangan masa kecil yang cukup menyayat hati.

Bagaimana tak menyedihkan? Pria yang berprofesi sebagai pengrajin wayang ini, ditakdirkan hanya boleh mengenyam bangku sekolah dasar selama sembilan bulan. Pasalnya tiap kali jatuh tempo, kedua orangtua yang hanya bekerja sebagai petani, tak mampu bayar uang sekolah.

Jangankan untuk bayar uang bulanan, selama sekolah ia hanya menggunakan kaos dan celana panjang warna hitam. Karena digunakan tiap hari, warnanya makin memudar dan perlahan muncul lubang di bagian belakang bokongnya.

"Saya tidak malu dengan kondisi itu. Tapi yang saya khawatirkan hanya satu, kena marah guru karena selalu terlambat bayar uang sekolah. Saya takut dimarahi," kata Sarip kepada VIVAlife saat ditemui dalam acara Meet The Makers di kawasan Kemang, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Singkong Godok

Anak di Bawah Umur Diduga Dicabuli Saudara di Cengkareng, Begini Modusnya

Ibunda Sarip meninggal ketika melahirkan adik bungsunya. Saat itu usianya masih 12 tahun. Belum hilang rasa sedihnya, Sarip kembali ditinggal pergi oleh ayah tercinta. Ayahnya menikah lagi, bertransmigrasi ke Sumatera.

Namun ia memutuskan untuk tetap tinggal di Bantul dengan adik laki-lakinya. Alasan kenyamananlah yang buat dirinya harus merelakan sang ayah pergi jauh entah kapan kembali.

Di desa kelahirannya banyak kenangan yang tak bisa dilupakan, termasuk sang ibu yang dimakamkan di Bantul. Pria yang kesulitan mengingat tanggal dan bulan kelahirannya ini terpaksa harus kerja banting tulang untuk sekadar mengisi perut.

"Sejak ditinggal ibu, saya belum bisa cari makan sendiri. Akhirnya saya harus ikut orang dan tugas saya beri makan sapi. Kalau bawa rumput sedikit, saya dimarahi. Saat pekerjaan saya selesai, saya tak diberi uang. Hanya makan beberapa potong singkong godok. Bahkan bisa sampai tak makan," katanya.

Walau lebih sering perut tak terisi makanan, ia tetap bersyukur. Terlebih ketika sang adik diasuh oleh tetangga sebelah rumahnya. Hatinya bahagia walau adiknya hanya bisa mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP.

Prinsip hidup Sarip adalah mengalir seperti air. Ia akan pergi kemana takdir membawanya. Getir perjalanan hidupnya tak dirasakan. Hingga akhirnya pertolongan sampai padanya.

"Waktu saya berusia 14 tahun, saya ditolong oleh Pak Sagio, tetangga dusun seberang. Beliau adalah malaikat penolong bahkan sudah saya anggap sebagai ayah," katanya dengan mata berkaca-kaca.

Sagio adalah pengelola sentra pemesanan wayang di daerah Bantul, Yogyakarta. Selama lebih dari 30 tahun karyanya banyak digunakan dalam pagelaran wayang. Sebut saja dalang terkenal Indonesia seperti Ki Hadi Sugito dan Ki Timbul.

Tak hanya itu, mantan presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarno Putri pun mengoleksi karyanya. Di balik itu, ia juga sosok yang tak segan mengumbar ilmu dan memberikan lapangan pekerjaan pada Sarip.

Ketika Sagio mendatangi rumahnya yang hanya berukuran 4x6 meter dengan atap alang-alang, Sarip muda bingung. Ia bahkan tak mengenali sosok pria yang telah menggeluti dunia seni ukir dan pahat sejak tahun 1974 ini.

Kala itu, Sagio langsung menawarkan untuk belajar membuat wayang. Tanpa ragu, Sarip menerima tawaran berharga itu. "Ini karena kemauan dari hati nurani saya untuk belajar. Selama tujuh tahun saya diajarkan membuat wayang hingga fasih. Bisa dibilang saya murid pertama Pak Sagio," ucap suami dari Ngadiem ini.

Belasan tahun lalu, wayang hasil buatan Sarip dibayar sekitar Rp17.500. Kini per wayang ia dapat memperoleh rupiah sekitar Rp1,2 juta. Ini berkat kemauan dan kerja kerasnya untuk membuat wayang terbaik dan akhirnya terbayarkan.

Juga melalui usaha Sagio Puppet --tempat pembuatan wayang pertama di Wilayah Kasihan, Bantul-- Sarip dapat kehormatan dari Sultan Hamengkubuwono IX.

"Tuhan sangat luar biasa. Saya bisa jadi orang pintar. Pahatan saya termasuk terbaik. Hingga akhirnya saya dipercaya membuat wayang Keraton Yogyakarta. Rasanya luar biasa. Heran dan hampir tak percaya," katanya.

Perasaan bahagia itu, tak ingin dibuat untuk jadi seorang yang keras kepala. Baginya jadi seniman tak pernah dirasa sulit. Tak sedikit pun rasa iri membelenggunya.

"Hidup itu santai. Saya tak terlalu berambisi untuk jadi kaya. Begini saja sudah bersyukur. Ada penghasilan dan anak bersekolah hingga SMU. Dan saya hanya ingin pekerjaan ini dikerjakan sampai akhir hayat," ujarnya. (umi)

Eko Patrio Bersyukur, Gelar Halal Bihalal Dihadiri Sederet Artis dan Komedian Senior
Cha Eun Woo Fan Concert

Cha Eun Woo Nyanyikan Lagu-Lagu Album Entity Saat Fan Concert di Jakarta

Cha Eun Woo mengungkapkan acara kali ini sangat spesial karena bukan hanya fan meeting biasa melainkan fan concert, ia akan menyanyikan lebih banyak lagu di atas panggung

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024