Nuansa Tionghoa di Pulo Kemaro Palembang

Semarak Imlek di Klenteng ‘Hok Lay Kiong’
Sumber :
  • VIVAnews/ Erik Hamzah
VIVAnews - Suasana etnis Tionghoa terasa kental di sebuah tempat yang dinamakan Pulo Kemaro di Palembang, Sumatera Selatan. Tempat itu terletak di sekitar Sungai Musi, tepatnya enam kilometer dari jembatan Ampera.
Tragis, Pemain yang Sindir Indonesia Rasa Belanda Dicoret dari Timnas Vietnam

Untuk mencapai Pulo Kemaro, pengunjung harus menggunakan kapal kayu atau kapal boat.
Detik-detik Perang Sarung di Tangsel Berakhir Penganiayaan, Bocah Perempuan Dibanting dan Diinjak

Suasana Tionghoa, langsung menyolok mata ketika pengunjung turun dari kapal. Warna merah menyala menghiasi pagar yang mengelilingi Pulau Kemaro. Lalu di gerbang utama Pulo Kemaro, pengunjung disambut dengan hiasan patung naga warna kuning dan tembok gerbang berwarna merah menyala.
Tepis Teori Konspirasi, Kate Middleton Terlihat Sehat dan Bahagia di Foto terbaru

Ketika masuk lebih dalam ke area pulau itu, langsung tampak sebuah kelenteng. Di dalamnya, terdapat makam putri dari Palembang, Siti Fatimah yang berdampingan dengan makam suaminya pangeran yang berasal dari Tionghoa yaitu Tan Bun An. Klenteng itu diberi nama, Soei Goeat Kiong atau lebih dikenal Klenteng Kuan Im.

Selain Klenteng, yang menjadi daya tarik Pulo Kemaro adalah Pagoda berlantai sembilan yang menjulang di tengah-tengah pulau. Pagoda itu berdiri dengan perpaduan warna merah, kuning, dan biru. Tepat di antara tangga pagoda itu ada dua patung naga warna hijau yang menambah suasana Tiong Hoa semakin kental

Bagi siapa saja yang mau masuk ke Pulo Kemaro tidak perlu mengeluarkan uang seper pun. Asal ada alat transportasi air untuk menuju tengah-tengah pulau itu, pengunjung bisa menikmati suasana etik Tionghoa di Pulo Kemaro.

Namun, sangat disayangkan, ada beberapa bagian di pulo Kemaro tampak seperti tidak terurus. Terlihat banyak rumput-rumput yang tinggi dan ada beberapa coretan-coretan dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Padahal, di tempat itu sudah ada petugas kebersihan yang tiap hari mengurus Pulo Kemaro.

Menurut salah satu petugas kebersihan di Pulo Kemaro, Marlina, 40 tahun, setiap harinya ada dua petugas kebersihan yang bertugas di tepat itu. Sebagai buruh lepas mereka bekerja untuk membersihkan klenteng dan pagoda itu dengan bayaran Rp15 ribu per hari.

"Di sini ada petugas kebersihan, tetapi karena daerahnya luas, kami tidak bisa membersihkan secara detail. Selain itu, banyak juga pengunjung yang membuang sampah dan corat-coret. Kebanyakan yang seperti itu anak sekolah," ujarnya saat ditemui VIVAnews  di Pulo Kemaro.

Marlina mengaku, dirinya berasal dari desa Rayonmina yang letaknya di seberang Pulo Kemaro. Setiap pagi, Marlina berangkat dengan mendayung sampan untuk menyebrang sungai Musi yang arusnya sangat deras sekali. Sudah 18 tahun Marlina melakukan rutinitas itu.

"Sejak tahun 1995 saya jadi petugas kebersihan di sini. Di sini sangat ramai kalau saat libur sekolah atau tanggal merah. Apalagi, kalau ada hari besar orang Tiong Hoa seperti Cap Go Meh,' ujar Marlina.

Menurut berbagai sumber sejarah, ternyata Pulo Kamaro itu memiliki legenda yang menarik. Semua tempat dan pernak pernik yang ada di Pulo Kemaro tidak sembarangan begitu saja dibuat. Termasuk makam Siti Fatimah dan Tan Bun An.

Menurut Legenda setempat, pada zaman dahulu, seorang putri Palembang dinikahi oleh saudagar kaya dari China. Ayah sang putri, yaitu raja Palembang saat itu menyetujui anaknya menikah dengan saudagar dari China itu dan meminta sembilan guci emas sebagai mas kawinnya.

Saudagar China pun menyanggupi mas kawin tersebut dan mengajak Fatimah untuk pergi ke daratan Tiongkok. Dengan maksud agar diperkenalkan kepada orang tua Tan Bun An sekaligus untuk membawa sembilan guci emas tersebut

Untuk menghindari bajak laut, guci-guci emas tersebut ditutup sayuran semacam sawi. Sebelum sampai di daratan Palembang. Fatimah sudah tidak sabar untuk melihat sembilan guci emas itu. Setelah dibuka di dalam guci itu dilihat oleh Fatimah hanya berisi sayuran. Lantas Fatimah marah, maka guci-guci tersebut dibuangnya ke sungai.

Melihat guci-guci itu dibuang ke sungai Musi, Tan Bun An terjun ke dalam sungai dan berusaha untuk mendapatkan kembali guci yang dibuang itu, namun tidak muncul lagi.

Melihat sang pujaan hati terjun Fatimah pun ikut menerjunkan diri ke sungai dan juga tenggelam. Sang putri dikuburkan di Pulau Kemaro tersebut dan untuk mengenangnya dibangunlah kuil Soei Goeat Kiong.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya