Kegigihan Bidan Eros Menembus Adat Suku Baduy

Bidan Eros Rosita
Sumber :
  • VIVAlife/Stella Maris

VIVAlife – Hutan lebat, bukit terjal dan jalanan berbatu adalah medan berat yang harus dilalui Eros Rosita setiap hari, selama sekitar 15 tahun terakhir. Profesinya sebagai bidan, mengharuskan wanita yang akrab disapa Ros ini berjalan kaki hingga belasan kilometer menuju di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Di sana ia bertugas memberikan penyuluhan soal kesehatan ibu dan anak kepada suku Baduy.

Dokter Boyke Sebut Perilaku Menyimpang Homoseksual Bisa Terjadi di Dalam Sel Tahanan

"Paling dekat menempuh waktu satu jam dan paling lama lima jam. Dengan jarak sekitar lima sampai 12 kilometer," ujarnya kepada VIVAlife saat ditemui beberapa waktu lalu.

Kegigihan Ros dalam menembus ada istiadat suku Baduy memang  patut diacungi jempol. Meski mendapat penolakan dari kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda tersebut, Ros bersikukuh memberikan penyuluhan tentang kehamilan dan persalinan. Bahkan, ia pernah melakukannya saat tengah hamil tiga bulan.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho ke Dewas, Ada Apa?

"Saya sempat merasa tak sanggup menjalaninya. Sangat berat," kata Ros sambil tak kuasa menahan air mata.

Perlahan tapi pasti, wanita yang bekerja sebagai bidan di Desa Kanekes sejak tahun 1997 itu, mendapat kepercayaan dari tokoh adat suku Baduy. Ia pun berusaha meyakinkan dukun anak atau paraji yang masih dipercaya membantu proses persalinan suku Baduy.

Di Tengah Pertempuran Rusia-Ukraina, Wakil Menteri Pertahanan Rusia Ditangkap Karena Terima Suap

“Kedatangan saya masih dianggap sebagai pelanggaran aturan adat. Bidan dipandang sebagai sesuatu yang modern,” ucap wanita kelahiran 15 Agustus 1972 ini.

Diakui Eros, para paraji memang mengetahui kapan bayi lahir lewat letak janin. Namun, mereka tak memiliki ilmu medis soal kesehatan ibu dan anak. Itu sebabnya, Eros giat mengedukasi para paraji.

"Terpenting adalah mereka mengetahui penanganan yang tepat untuk ibu hamil," katanya

Tetap Mematuhi Adat

Meski sudah bertahun-tahun menjadi bidan bagi suku Baduy, Ros tetap mematuhi adat istiadat setempat. Termasuk ketika ia menangani seorang wanita yang plasenta atau ari-arinya tak kunjung keluar dari perut usai melahirkan. Selama sekitar tiga jam Ros berkompromi dengan tokoh adat Baduy agar diizinkan membawa sang wanita ke rumah sakit .

“Kalau tidak, risiko kematian ibu karena pendarahan dapat terjadi,”  ujar Ros.

Akhirnya, Ros mendapat izin untuk membawa wanita tersebut ke rumah sakit. Bersama dengan suami wanita tersebut, Ros ke rumah sakit dengan menggunakan kendaraan.

Namun, wanita tersebut dan sang suami tak lepas dari hukuman karena mereka dianggap telah melanggar adat. Hukuman tersebut adalah tidak diizinkan masuk kawasan Baduy Dalam selama 40 hari, terpisah dari bayinya yang baru lahir.

Usai mendapat perawatan di rumah sakit, mereka pun tinggal di rumah Ros atau lebih tepatnya di ruang praktik Ros berukuran 3 x 4 meter selama 40 hari. Saat hendak pulang ke Baduy Dalam, kelingking suami dari wanita tersebut digigit ular.

"Katanya kualat dan saat itu juga ia kembali ke rumah saya untuk diobati. Saya juga sempat merasa sangat bersalah mengetahui hal tersebut," kenangnya.

Kebal Jarum

Selama menjadi bidan untuk suku Baduy, tak hanya sekali Ros mengalami kejadian aneh. Menurut Ros, ia pernah menemukan seorang bocah Baduy berusia 10 tahun yang kebal terhadap suntikan. Jarum suntik, katanya, tidak bisa masuk ke dalam tubuh bocah tersebut saat diperiksa di dalam rumah.

Alhasil, kini Ros melakukan proses penyuntikan di belakang rumah penduduk dengan menggunakan tikar dan peralatan kesehatan  seadanya. Itu semua dilakukan Ros agar suku Baduy bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

Lebih lanjut, ibu dari dua anak ini mengaku tetap melayani pasien meski tak memiliki uang sepeser pun. Baginya, melayani pasien harus dilakukan dengan sepenuh hati.

"Semua harus dilakukan dengan penuh kasih dan harus senantiasa sabar dan ikhlas,” ucapnya. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya