Kiat Tahan Berpuasa 19 Jam di Jerman

Ilustrasi puasa
Sumber :
VIVAlife -
Pj Bupati Purwakarta Ingatkan Integritas ASN dan Mitigasi Wabah DBD
Ramadan tahun ini bertepatan dengan musim panas di Jerman. Namun bagi umat muslim yang menjalankan ibadah puasa Ramadan, menahan haus, lapar dan larangannya selama 19 jam bukan menjadi halangan.

Abu Vulkanik Gunung Ruang Ganggu Penerbangan, Penutupan Bandara Sam Ratulangi Diperpanjang

Seperti pengalaman seorang mahasiswa asal Indonesia yang tengah menyelesaikan kuliah S3 di Hannover, Boya Nugraha (34 tahun). Menurut Boya, puasa Ramadan di Eropa termasuk Jerman dimulai pada 9 Juli silam. Juni-Juli merupakan puncak musim panas di belahan bumi bagian utara. Sehingga, muslim di Jerman menjalani puasa selama 19 jam, jauh lebih lama daripada puasa di Indonesia yang hanya 13-14 jam.
Israel Serang Iran, Semua Penerbangan ke Teheran Ditangguhkan


Waktu Subuh Jerman dimulai pukul 03:03 dan Maghrib atau buka puasa baru dilakukan pukul 21:43. Ini karena siang di musim panas ini lebih panjang dari musim-musim yang lain. "Kita harus betul-betul mempersiapkan diri. Selain sisi relijius juga fisik tubuh. Pemilihan makanan saat sahur dan berbuka merupakan faktor esensial untuk menjaga tubuh tetap fit," ujarnya kepada VIVAlife.


Boya punya trik khusus agar aktivitas sehari-hari tak terganggu. Dia mengasup makanan tertentu berdasarkan indeks glikemik (GI) agar tak lemas hingga waktu berbuka.


GI merupakan metode untuk menghitung karbohidrat dalam makanan (skala: 0-100) berdasarkan efeknya ke gula dalam darah. Makanan dengan GI tinggi (>70) mengandung karbohidrat yang dapat dicerna dan diserap tubuh dengan cepat, sehingga menyebabkan naiknya gula darah. Makanan dengan GI rendah (<55) mengandung karbohidrat yang dapat dicerna dan diserap lebih lama, sehingga efeknya ke kadar gula dalam darah lebih sedikit.


Berdasarkan riset, makanan dengan GI rendah dapat meningkatkan rasa kenyang lebih lama
(feeling of fullness)
, menurunkan rasa lapar, sehingga mengurangi asupan energi. Makanan dengan GI rendah juga sangat bagus untuk penderita diabetes, obesitas, kesehatan jantung, untuk atlet (karena meningkatkan daya tahan) dan bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan.


Selama Ramadan, mahasiswa kimia ini menyusun menu makanan sahur dan berbuka yang dapat menjaga tingkat energinya tetap stabil, meski tak makan dan minum selama 19 jam.


Menu sahur


Müsli (muesli) yang dicampur susu rendah lemak (lemak 1.5 persen), buah segar atau jus buah buatan sendiri dan jus dengan kadar vitamin C tinggi.


Menu diatas memiliki indeks glikemik lebih rendah daripada nasi (GI=98). "Biasanya saya membeli müsli yang mengandung butiran coklat agar sesuai dengan selera saya," ucapnya.



Menu buka puasa


Tak berbeda jauh dengan menu sahur, dia biasanya mengasup makanan berserat tinggi, protein dan karbohidrat. "Biasanya saya berbuka puasa dengan tiga butir kurma, jus buah buatan sendiri, teh hangat tawar, sedikit nasi, daging rendah lemak atau tanpa kulit, ikan atau telur dan lebih banyak sayuran dan jus buah dengan kandungan vitamin C tinggi," ujar Boya.


Untuk menghindari dehidrasi, Boya menganjurkan mengurangi makanan yang digoreng, makanan pedas, soda dan makanan yang terlalu manis dan kopi.


"Dengan cara pemilihan makanan seperti di atas,
Alhamdulillah
saya bisa merasa tetap fit, bahkan saya bisa
ngabuburit
dengan jogging di sore hari 1-1,5 jam," katanya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya