Insomnia Renggut Nyawa Istri Mantan Anggota Parlemen Singapura

Insomnia
Sumber :
  • istockphoto

VIVAlife - Sering merasa sulit tidur? Jangan remehkan gejala insomnia. Banyak bahaya mengintai jika gangguan tidur terus dibiarkan. Bukan hanya menyebabkan kerugian psikologis dan penurunan sistem kekebalan tubuh.

Kapolres-Wali Kota Jaksel Kompakan Patroli Malam Takbiran Pakai Motor

Gangguan tidur juga bisa menyebabkan kematian. Patricia Chan, istri mantan anggota parlemen Singapura, Chan Soo Sen, mengalaminya.

Awalnya, Patricia hanya merasa sulit tidur setelah ulang tahunnya yang ke-57. Ia menganggap itu insomnia biasa. Namun seminggu kemudian, gangguan tidurnya semakin parah.

Tiga Mahasiswa ITB Wakili Indonesia di Ajang Brandstrom di Inggris

Patricia mulai sering mengigau. Tidurnya tak nyenyak. Berulang kali sepanjang malam, ia mengubah posisi tidurnya.

“Akibatnya, dia bisa mendadak jatuh tertidur saat sedang berbicara, atau saat sedang mengobrol di dalam mobil,” ujar Chan menuturkan, seperti dikutip Asia One.

IRT di Kalbar Tewas Bersimbah Darah dengan Luka Tembak, Polisi Lakukan Penyelidikan

Igauan Patricia semakin lama semakin sering. Suaranya pun bertambah keras. Posisi tidurnya juga terus berubah dan gerakannya semakin kuat. Anehnya, meski sulit tidur, Patricia tidak tampak mengantuk dan kelelahan. Ia tetap menjalankan rutinitasnya, aktif, dan terlihat ceria.

Itu terus berlangsung hingga delapan tahun. Belakangan, Patricia mengetahui dirinya membawa gen sebuah penyakit langka dan ekstrem, Fatal Familial Insomnia (FFI). Penyakit itu hanya dialami oleh 100 orang dari 40 keluarga di seluruh dunia.

Penderita FFI akan mengalami insomnia yang semakin lama semakin parah. Sehingga, fungsi otaknya pun terganggu.

Patricia ternyata mendapat gen penyakit itu dari sang ibunda. Tahun 1976, ibunya meninggal karena penyakit yang sama. Kakak laki-lakinya juga bernasib serupa. Mengingat itu, Patricia akhirnya memutuskan periksa. Kemudian diketahui, ia memiliki 50 persen peluang membawa gen tersebut.

Kondisi Patricia baik-baik saja sampai April tahun ini. Juni lalu, setelah mengunjungi anaknya di Australia, ia memburuk. “Jari-jarinya lemas. Ia bahkan tidak bisa menahan sumpit. Itu memengaruhi kakinya sampai tidak bisa berdiri,” kata Chan.

Patricia terpaksa dirawat dengan kursi roda. Awal pekan ini, saat Chan baru selesai mengajar di Nanyang Technological University, ia diberi tahu istrinya kejang. Sampai rumah sakit, dokter mengatakan otak Patricia telah mati.

Dokter memberinya alat bantu kehidupan agar keluarga bisa mengucapkan perpisahan. Sampai akhirnya, Kamis kemarin, seluruh alat-alat itu dilepas. Senin mendatang, ia akan dikremasi.

Insomnia yang awalnya dianggap tak bahaya, telah merenggut nyawanya. Angan-angannya berlibur di sebuah resor Pantai Thailand, melayang.

Dikutip dari situs Lembaga Pengkajian dan Penelitian BEM IKM FKUI, gejala penyakit FFI awalnya hanya tidak dapat tidur siang. Lalu, tidur malam semakin lama semakin berkurang. Hingga akhirnya, tidak dapat tidur sama sekali.

Penyakit itu biasanya diderita wanita dan pria dengan rata-rata usia 49-51 tahun. Dan paling rentan terjadi pada rentang usia 35 hingga 70 tahun. Ironisnya, FFI selalu berakhir dengan kematian.

Sebab, penderita mengalami stres berat akibat gangguan tidurnya. Ia juga akan mengalami gangguan psikologis dan mental, sampai berakhir dengan terenggutnya nyawa. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya