Tiga Museum “Rahasia” Jakarta

Mirza Djalil Menunjukkan Sejumlah Koleksi di Museum di Tengah Kebun
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVAlife – Bayangan kita tentang museum barangkali selalu dipenuhi oleh sosok yang klise: berhalaman luas, bangunan megah dengan lorong-lorong berliku di dalamnya, serta penuh koleksi benda-benda sejarah yang beragam.

Resmi, PSSI Perpanjang Kontrak Shin Tae-yong Hingga 2024

Katakanlah Museum Nasional di Jakarta. Ia dibangun di atas gedung megah, dengan sentuhan Eropa gaya klasisisme dipoles cat putih. Atau Museum Fatahillah yang tegak di tanah seluas 1.300 meter persegi menopang bangunan bergaya neoklasik. Juga Museum Wayang,  yang menyimpan segala jenis wayang historikal, termasuk wayang berhias batu berlian.

Tapi apakah museum harus selalu berupa bangunan megah? Jakarta ternyata punya banyak tempat “rahasia”, yang letaknya tak terduga. Di sudut-sudut keramaian dan lalu lalang penduduk, ada beberapa bangunan mungkin tak dilirik orang.

PKS Komitmen Bangun Indonesia bersama NasDem dan PKB hingga Sakaratul Maut

Banyak yang tak menduga, mereka sedang melintas di depan persembunyian benda bersejarah. Ia tak didirikan di sekitar jalan arteri, tak ada papan nama besar dan indah sebagai penanda. Museum-museum di bawah ini terletak di dalam pasar, di dalam rumah peribadatan, bahkan di antara rumah-rumah warga.

Museum di Tengah Kebun

Suku Bunga BI Naik Diproyeksi Topang Penguatan IHSG, Cek Saham-saham Berpotensi Cuan

Jalan Kemang Timur Raya terlihat lengang, hanya sesekali dilintasi motor dan mobil. Rumah-rumah elit berjejer, bersandingan dengan gedung kantor sederhana. Orang-orang yang sering berkutat di kawasan itu, bahkan belum tentu tahu ada museum di tengah-tengah mereka.

Tepat di depan Masjid Nuruh Huda, sebuah rumah sudah terlihat mencolok dengan pintu gerbang dari kayu-kayu. Patung-patung dari batu seperti menyambut kedatangan tamu. Rumah yang cukup unik dan berbeda di wilayah itu, tapi tetap saja tak ada baliho penanda museum yang terlihat dari sisi jalan.

Bangunan rumah seluas 700 meter persegi dikelilingi kebun seluas 3,5 hektar. Hampir semua perabotan di rumah adalah benda bersejarah sebagai bagian inti dari museum. Dari sinilah kemudian nama “Museum di Tengah Kebun” berasal.

Rumah rampung pada tahun 1980. Pemiliknya bukan berlatar arkeolog, antropolog ataupun sejarah, melainkan seseorang yang bergelut di dunia periklanan. Sjahrial Djalil sudah jatuh cinta terhadap sejarah sejak kecil, sejak kakaknya diangkat menjadi tentara dan tumbuh dilingkungan pengukir sejarah. Ia lahir di Pekalongan 73 tahun yang lalu dan telah mengelilingi bumi sebanyak 26 kali.

"Saya ingin hidup enak, dalam arti, saya bisa keliling dunia, oleh karenanya saya ambil bidang periklanan," kata pemimpin perusahaan periklanan AdForce, yang sudah didirikannya sejak usia 25 tahun ini.

Djalil sapaan akrabnya, telah melakukan perjalanan lintas benua dan melihat 103 museum di seluruh dunia. Perjalanan itulah yang menginspirasinya membuat museum, tapi tentu saja dengan konsep tak biasa. Berkat bantuan arsitek muda Timi Kurniawan, Djalil membangun rumah di tengah kebun yang kemudian ia sulap menjadi museum.

Pemuda Indonesia dapat belajar melalui rumah yang menaungi 2.481 koleksi benda bersejarah ini, asalnya dari 63 negara dan 21 provinsi di Indonesia. Dari mulai arca Ganesha seberat 3,5 ton hingga peralatan mandi Kaisar Wilhem Perancis disimpan baik-baik di sini. Hampir seluruh koleksi mancanegara didapat dari Balai Lelang Christie's.

Atap-atap rumah dibuat dari susunan kayu-kayu, bagian tubuh disangga batu bata berusia 400 tahun. Melirik ke 17 ruangan di dalamya lebih mengagumkan, setiap sudut rumah dipenuhi patung-patung, tembok tak luput dari lukisan artistik, kursi dan meja pun terbuat dari kayu-kayu berumur ratusan tahun.

Setiap ruangan didesain apik dengan konsep yang sangat Jawa. Di ruang tamu, terdapat sofa hasil modifikasi gamelan, ruang makan sangat rapi dengan tata letak piring dan sendok yang tak boleh bergeser satu jengkal pun. Wayang-wayang dari abad ke-18 serta Patung Roro Blonyo, akan selalu tertangkap dalam pandangan pengunjung.

Kamar Sjahrial Djalil sendiri didekor dengan lukisan tango asal Argentina. Ada juga lukisan yang diduga sebagai karya Picasso, serta simbol dari berbagai agama seperti patung Yesus Kristus dan arca kepala Buddha.

"Insya Allah saya Muslim yang taat, yang mengagumi karya manusia dalam menyembah setiap keyakinan," lanjut Djalil.

Ruangan lain berisi benda-benda etnografi 1 dan 2, ada pula yang dikhususkan untuk menyimpan hasil kubur dari Dinasti Ching dan Dinasti Ming di China. Koleksi yang tak kalah memukau berjudul Gadis Eropa dari Perancis, terbuat dari ukiran batu apung yang konon paling sulit dipahat dari jenis batu yang lain.

Dari sekian banyak koleksinya, yang paling berkesan bagi Djalil adalah patung Buddha di ruang pertama. Ekspresinya sangat mendalam, kata dia, Buddha terlihat begitu sedih, tubuhnya dibalut pakaian emas melangkahi kesejahteraan rakyatnya yang masih memprihatinkan. Djalil telah membukukan koleksinya sejak 2003, namun justru, kisah patung Buddha yang paling disukai tersebut tak ditulisnya.

“Saya kalau sudah cerita tentang patung Buddha itu panjang sekali, mungkin waktu dua malam tidak cukup,” lanjut pria pengagum Mohammad Hatta, sang proklamator itu.

Di beberapa sisi tembok, tampak lukisan-lukisan misterius karya Amang Rahman hingga beberapa patung singa garuda khas Bali. Benda-benda tertua berupa kendi Ampora berusia 4.800 tahun sebelum masehi, di sudut ruang lain terdapat fosil kerang siput yang hidup ratusan juta tahun lalu sejak zaman dinosaurus.

Soal berapa banyak dana yang sudah dikeluarkan untuk membeli benda-benda ini, Djalil tak mau membuka itu. Namun ada satu koleksi yang harus dibayar dengan pembangunan fasilitas umum seperti sekolah untuk rakyat. Itu adalah arca Ganesha yang digali dari tanah Tedu, Jawa Tengah. Benda yang kini jadi ikon Museum di Tengah Kebun.

Museum dibuka untuk umum setiap Rabu, Kamis, Sabtu dan Minggu pukul 9.45-12.00 serta 12.45-15.00. Diperlukan reservasi terlebih dahulu dengan kuota pengunjung 7-12 orang. Museum tak memungut biaya sepeserpun.

“Museum ditujukan untuk pendidikan, saya selalu bilang pada pengunjung, benda-benda di museum ini adalah tolak ukur bagaimana manusia menciptakan sesuatu. Yang di zaman dahulu saja bisa membuat benda sebagus ini, seharusnya yang sekarang pun bisa melebihi itu,” ucap Mirza Djalil, keponakan Sjahrial yang kini bertugas memandu pengunjung.

Setiap pengunjung harus melepas alas kaki dan menggantinya dengan sandal yang sudah disediakan, mengapa? Ini karena rumah beralaskan 19 karpet Pakistan yang dirajut oleh tangan-tangan anak kecil di negara tersebut.

Museum begitu rapi dan terawat, dibersihkan setiap bukan hari kunjungan. Untuk keamanan, atap rumah kayu sudah diberi kerangka kawat-kawat baja, setiap ruangan dilengkapi kamera CCTV. Djalil mengatakan, sampai saat ini belum ada yang mencoba mengusik tempat tinggalnya.

“Kalaupun ada yang coba mencuri, paling yang diambil patung-patung Jawa, karena memang itu yang paling laku di pasaran,” lanjut pria berdarah Sumatera Barat ini.

Djalil kini menghabiskan waktunya di rumah, sekadar pergi ke kebun yang sangat dicintainya melebihi semua koleksi di rumahnya. Dalam ceritanya mengenai museum ini, ia menuturkan keprihatinan akan sikap anak muda yang sudah tak acuh pada sejarah.

"Kalau saya sudah tidak ada, museum ini diwariskan untuk Bangsa Indonesia agar anak muda mau tahu sejarah," kata Djalil kepada VIVAlife.

Museum Katedral

Ditunjang arsitektur Neo-Gotik khas Perancis, Gereja Katedral tampil memukau dengan menara-menara tinggi, kubah bergaris dan dinding kaca besar. Katedral merupakan saksi bisu pemerintahan Hindia Belanda, digunakan untuk kegiatan-kegiatan Katolik pada masa itu.
Katedral bertatapan dengan Masjid Istiqlal, tepatnya di Jalan Katedral No.7B

Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kawasan yang relatif sepi, namun keberadaan Katedral tak asing lagi di telinga banyak orang. Yang mereka tahu, Katedral adalah tempat peribadatan dan kegiatan keagamaan. Pernah terpikir kalau ada sebuah museum bersembunyi di dalamnya?

Paduan suara sering berlatih di dalam Gereja Katedral, gemanya terdengar dari arah balkon lantai 2 bangunan tersebut. Kini mengingat kondisinya sudah tak memungkinkan lagi, kemudian ranah balkon diubah menjadi museum.

Seperti dilansir situs web Katedral Jakarta, benda-benda yang disimpan meliputi alat ibadat seperti Monstrans bercorak barok yang digunakan Pastor Limburg pada tahun 1700. Detailnya memperlihatkan relief seekor Domba duduk dia tas sebuah Kitab, yang diyakini lambang Yesus sebagai Anak Domba Tuhan. Koleksi lain berupa Tongkat gembala dan piala yang diterima Mgr. A. Claessens, pastur Agama Katholik yang datang ke Indonesia sekaligus pendiri Gereja Katedral.

Beberapa teks doa berbingkai juga disimpan, ketika itu, Bahasa Latin masih digunakan sebagai bahasa ibadat resmi dan sang imam masih membelakangi umat. Di sudut lain, kasula-kasula dalam berbagai bentuk tersimpan dalam lemari antik, diantaranya kasula model kuno lima warna hingga kasula tiga rangkap yang tempo dulu digunakan uskup. Kasula itu sendiri merupakan pakaian terluar yang dikenakan iman dalam perayaan di Gereja-Gereja Kristen bertradisi Barat.

Selain kasula, etalase juga dilengkapi mitra atau topi ibadat uskup, antara lain yang pernah digunakan oleh Mgr Willekens, uskup asal Belanda yang terkenal gagah berani dan Paus Paulus VI yang menjabat pada 1963-1978.

Koleksi selanjutnya berupa patung-patung seperti patung sepasang malaikat yang selama seabad menghiasi makam para imam di pekuburan Tanah Abang hingga pemakaman digusur. Ada juga Patung Bunda Maria berkonde, diapit oleh sepasang pria wanita Jawa yang sedang menyembah, Patung Petrus Paulus dan Patung Suster Ursulin.

Etalase lain menyajikan buku pemberkatan perkawinan, baptis, buku-buku ilmiah Bahasa Latin hingga buku ilmiah dan hiburan tentang Hindia Belanda. Di sekitar tembok tangga pun dihiasi lukisan Katedral dan foto-foto bersejarah yang menggambarkan proses pembangunan gedung Gereja Katedral. Museum Katedral terbuka umum setiap Senin, Rabu dan Jumat pukul 10.00-12.00.

Galeri Informasi Batu Mulia dan Batu Aji

Tepat di depan Stasiun Jatinegara, Jakarta Gems Center berdiri sebagai pusat batu mulia sejak 2009. Letaknya di Jl. Bekasi Barat No. 2 Jatinegara, tempat ini selalu ramai akan pengrajin, penjual, pembeli, pemerhati dan penggila bebatuan mulia.

Layaknya pasar tradisional pada umumnya, kios-kios berjejer menjajakan beraneka ragam batu. Hampir setiap kios sedang disinggahi pembeli, menawar-nawar atau pun sekadar melihat barang yang dijajakan. Terdapat batu yang belum dijadikan perhiasan, namun banyak juga kalung, cincin dan gelang yang ditampilkan. Beberapa toko bahkan menjual benda pusaka seperti keris.

Menuju lantai 1 Jakarta Gems Center, akan terlihat sebuah ruangan yang dibatasi pintu-pintu kaca. Bagian tembok depan dituliskan “Pusat Promosi dan Informasi Batu Mulia dan Batu Aji Indonesia”. Ternyata ini adalah tempat bernaungnya segala jenis batu di Indonesia, koleksi dari Aceh hingga Papua disimpan di dalamnya.

Koleksi batu di antaranya batu giok Sumatera, batu akik, batu Bacan, juga batu anggur biru yang diramalkan akan diperebutkan banyak orang. Batu-batu di galeri ini dibeli langsung dari para pengrajin yang terdapat di wilayah-wilayah Indonesia seperti Banjar dan Sukabumi.

Kini galeri tengah direnovasi, dijadikan wadah koleksi yang lebih menarik dan lengkap. Junaedi selaku koordinator galeri mengatakan, nantinya, galeri akan mencakup koleksi batu dari seluruh provinsi di Indonesia. Dengan demikian tempat ini bisa memberikan informasi yang lengkap mengenai batu-batu yang tengah dan akan laris di Indonesia.

“Yang datang biasanya pembeli dan penjual, penjual bisa dapat informasi batu mana yang nantinya akan tren. Pembeli juga bisa juga dapat referensi banyak mengenai batu,” kata Junaedi kepada VIVAlife, Senin, 24 Februari 2014.

Tidak hanya perorangan, bahkan rombongan dari perusahaan pun berkunjung ke sini. Penasaran dengan bebatuan, berarti menambah pengetahuan tentang sejarah. Menurut Junaedi, batu itu sendiri sudah merupakan benda bersejarah yang sudah ada sebelum zaman peradaban manusia.

Lanjutnya, batu merupakan hasil alam Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mampu memajukan sektor pariwisata. Galeri ini diharapkan mampu dijadikan wahana pendidikan, memberi pengetahuan tentang batu yang ternyata tak bisa dianggap remeh. Batu dari Pulau Bacan, Maluku misalnya, harganya bisa mencapai miliaran rupiah.

“Menilai batu itu dari seni juga, semakin banyak warnanya kadang semakin jelas membentuk lukisan, itu berarti akan semakin mahal harganya,” ujar Junaedi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya