Depresi Serang Selebriti

Robin Williams.
Sumber :
  • REUTERS/Steve Marcus

VIVAlife - Senyum khas dan akting kocak Robin Williams dalam film legendaris Mrs Doubtfire sama sekali tak menyiratkan kesedihan. Mata jenakanya terkenang sepanjang masa.

Tak sedikit yang tahu keakraban Williams dengan alkohol dan obat-obatan. Namun, sekali lagi, itu tidak membuatnya berkubang dalam suasana muram. Tahun demi tahun, film Williams terus bermunculan.

Saat 11 Agustus lalu ia ditemukan meninggal di California, seluruh pemerhati dunia hiburan terkejut. Apalagi ia diduga meninggal bunuh diri. Tubuhnya tergantung dan ada pisau di dekatnya.

Penyebab bunuh dirinya langsung menyempit pada satu kata: depresi. Dugaan itu didasari ungkapan duka cita dari perwakilan Williams. “Dia berjuang melawan depresi yang berat akhir-akhir ini,” katanya.

Fakta itu kemudian menguak riwayat lama Williams sebagai pecandu obat dan alkohol. Padahal, ia sudah berobat. Dalam wawancara tahun 2010 ia juga mengungkapkan hidupnya sudah lebih bahagia.

Beberapa hari setelah kematiannya, muncul fakta baru. Istri Williams, Susan Schneider mengungkap, saat meninggal suaminya sebenarnya juga tengah berjuang melawan tahap awal penyakit parkinson.

Menurut Dr Manny Alvarez, editor kesehatan untuk Fox News, parkinson bisa menjadi beban berat bagi psikologi penderitanya. Akan ada perubahan kimia dalam otak, yang bisa menyebabkan depresi.

Jika mengalami parkinson dan depresi, kondisinya akan jauh lebih mengkhawatirkan. Konsentrasi menurun drastis, sering merasa cemas, apalagi saat sendirian. Itu bisa mengarah ke bunuh diri.

Ironi depresi

Anies Buka Peluang Maju Pilgub Jakarta: Saya Baru Satu Periode

Depresi, yang merupakan salah satu masalah kejiwaan, langsung jadi topik hangat. Namun studi Royal College of Psychiatrists menemukan, hanya tiga dari 10 penderita depresi yang dapat perawatan tepat.

Penderita depresi ternyata kurang diperhatikan. Menurut Profesor Simon Wessely, presiden Royal College of Psychiatrists, itu disebabkan banyaknya penderita yang tidak memahami gejala depresi.

Di sisi lain, biaya pengobatan penyakit mental umumnya jauh lebih mahal dibandingkan penyakit fisik. Sehingga mereka yang mengenali gejala, namun tidak mampu secara finansial, memilih membiarkannya.

Perusahaan pun cenderung mengabaikan. Yang diperhatikan hanya kondisi fisik, bukan psikis.

Depresi menjadi makin populer karena kasusnya banyak pada selebriti. Williams bukan satu-satunya. Ada pula Heath Ledger, Demi Lovato, Catherine Zeta-Jones, Winona Ryder, dan Gwyneth Paltrow.

Sama seperti Williams, Ledger juga meninggal dunia. Ia over dosis obat tidur dan pereda nyeri.

Namun dijelaskan dr Albert Maramis, SpKJ saat diwawancara VIVAlife, Selasa, 19 Agustus 2014, bukan hanya selebriti yang rentan mengalami gangguan mental seperti depresi.

“Sebenarnya jenis gangguan jiwa sangat banyak, ratusan jumlahnya. Yang paling sering didapati adalah depresi, cemas, dan gangguan psikotik, di samping ketergantungan zat dan NAPZA,” kata Albert.

Ia menuturkan, penyebab gangguan jiwa umumnya interaksi tiga faktor utama, yakni biologis, psikologis, dan lingkungan. Faktor biologis yang dimaksud seperti genetik atau gangguan kondisi otak.

Sedang faktor psikologis, seperti kepribadian dan kemampuan beradaptasi. Faktor lainnya, lingkungan, ditandai dengan situasi yang menekan, bisa disebabkan pekerjaan atau lingkungan sosial lainnya.

“Faktor dalam diri seseorang juga bisa, seperti harga diri rendah, ketidakmatangan pikiran dan emosi, kesulitan berkomunikasi, atau penyakit fisik dan penggunaan zat terlarang,” Albert memaparkan.

Ia melanjutkan, seseorang yang merasa kesepian, punya konflik keluarga, cenderung ditelantarkan lingkungan terdekat, mengalami kekerasan, penganiayaan, dan kemiskinan juga berisiko depresi.

Akses yang buruk ke layanan kesehatan juga memengaruhi. Begitu pula perang dan bencana. Bahkan hal-hal sepele seperti diskriminasi sosial atau gender pun bisa membuat seseorang tertekan dan depresi.

Tak pandang bulu

Albert menegaskan, depresi tak pandang bulu, bisa menyerang siapa saja. Tidak ada profesi tertentu yang lebih membuat seseorang tertekan, seperti pekerja seni dengan banyak tuntutan.

Penderitanya juga tidak selalu tinggal di kota besar. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 mematahkan anggapan bahwa penderita depresi selalu berhubungan dengan kehidupan perkotaan.

Albert menyebut, angka gangguan mental dan emosional tahun 2007 justru lebih banyak di pedesaan ketimbang perkotaan. Namun, Albert tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang menjadi penyebabnya.

Hanya saja, ada beberapa gejala awal yang bisa menjadi tanda.

Dr Charles Raison, profesor jurusan psikiatri di University of Arizona College of Medicine menyebutkan perubahan mood yang tiba-tiba dan berlangsung lama bisa menjadi tanda yang paling mudah dikenali.

“Anda harus mulai khawatir bila keluarga atau teman terus-menerus merasa sedih dalam waktu lama atau jika Anda merasa mereka tidak lagi menjadi diri mereka sendiri,” ujanya, dikutip dari CNN.

Selain itu, tanda lain yang juga mudah dikenali adalah keseringan memberikan pandangan negatif akan hidup dan mudah putus asa. Tidak lagi ingin bersosialisasi dan memilih menyendiri, juga jadi tanda.

Masalah tidur pun salah satu gejala. Sebab, penderita depresi bisa terus-menerus tidur atau justru tidak tidur sama sekali. Raison menjelaskan, mengenali tanda depresi pada anak-anak jauh lebih rumit.

Raison menyebutkan, pada anak-anak gejalanya lebih luas dan meliputi mood yang berubah-ubah, sering menangis, mudah sakit, kerap ketakutan akan hal-hal kecil dan mudah terganggu.

“Mereka juga lebih sering bertingkah untuk meminta perhatian,” tutur Raison lagi.

Ironisnya, kebanyakan orangtua berpikir anak-anak hanya bertingkah untuk mencari perhatian. Padahal bila dibiarkan berlarut-larut, kecemasan dan depresi bisa memicu penyakit mental yang lebih parah.

Karakter sosiopat dan psikopat adalah ujung akhir yang mengerikan.

Risiko bunuh diri

Mengenali Tanda-Tanda Tantrum Tidak Normal pada Anak, Orang Tua Harus Merespons dengan Cermat

Meski begitu, tidak semua depresi berakhir pada bunuh diri. Ada faktor risiko tersendiri untuk bunuh diri. Menurut penelitian Johns Hopkins University, itu bisa dideteksi melalui tes darah sederhana.

Peneliti studi terbaru menemukan perubahan kimia dalam gen manusia sebagai reaksi tubuh saat stres. Para peneliti berfokus pada mutasi genetik yang dikenal sebagai SKA2. Sampel otak dilihat.

Ditemukan, tingkat SKA2 pada sampel otak orang-orang yang melakukan bunuh diri, berkurang secara signifikan.Perubahan gen melibatkan fungsi respons otak terhadap hormon stres, termasuk ketegangan sehari-hari. Pada akhirnya, itu mampu memicu perilaku bunuh diri.

Namun menurut Albert, tes darah untuk mengetahui risiko bunuh diri itu baru sampai pada tahap penelitian. “Belum bisa dipergunakan dalam praktik sehari-hari,” lanjut salah satu WHO Indonesia itu.

Ia berpendapat, faktor risiko bunuh diri di antaranya: gangguan jiwa seperti depresi, bipolar, ketergantungan obat, skizofrenia, antisosial, gangguan psikotik, kecemasan, impulsivitas dan agresi, riwayat percobaan bunuh diri, riwayat bunuh diri dalam keluarga, dan kondisi medis serius.

Beberapa penelitian menyebut, depresi lebih banyak terjadi pada wanita. Namun, pria depresi lebih berbahaya. Gejalanya sulit dikenali dan lebih mungkin lari ke alkohol serta zat berbahaya lainnya.

Akibatnya, pria depresi lebih banyak yang bunuh diri.

Gejala depresi yang mengarah ke bunuh diri, bisa muncul kapan saja. “Tergantung jenisnya. Ada penyakit jiwa yang mulainya di masa kanak-kanak, misalnya hiperaktif atau autisme,” terang Albert.

Ada pula yang gejalanya mulai saat remaja. Misalnya: skizofrenia, bipolar, dan demensia. Khusus bipolar, psikolog Roslina Verauli pernah menjelaskan, merupakan perubahan suasana hati, perilaku, dan emosi.

Ia menjelaskan, bipolar adalah dua kutub dalam diri. “Satu kutub depresi, situasi mood yang selalu pesimis, tidak percaya diri, bahkan ingin bunuh diri. Kutub kedua adalah mania, kebalikan dari depresi. Ini saat orang bersemangat, sangat optimis, merasa penting,” katanya pada VIVAlife.

Verauli menyebut, riset terbaru mengungkap bahwa seniman dan penulis yang diteliti dua hingga tiga kali lebih besar berpotensi mengalami gangguan depresi, psikosis, bipolar daripada profesi lain.

“Ini bisa, karena tekanannya tinggi dan ekspektasi terlalu tinggi,” ucapnya.

Penyembuhan

5 Tips Merawat Kucing Peliharaan Agar Tetap Sehat dan Terhindar dari Penyakit

Jika sudah diketahui sejak awal, penanganan seharusnya lebih tidak berisiko. Albert menjelaskan, penderita gangguan jiwa tidak selalu harus dirawat, kecuali sangat memerlukan.

“Cara pengobatannya dengan obat dan psikoterapi. Ada yang setelah itu sembuh 100 persen, tapi ada yang butuh pengobatan berkelanjutan,” lanjutnya. Lebih parah dari itu, ada penyakit yang bisa kambuh.

Kekambuhan itu bisa terjadi karena penghentian obat sebelum waktunya atau tekanan berlebihan.

Karena itu, lingkungan harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak mendorong penderita depresi berpikir lebih jauh, bahkan bunuh diri. Cara paling tepat menurut Raison, adalah mengajak berbicara.

“Beritahu bahwa mereka tidak sendiri dan Anda akan terus ada untuk membantu. Mereka juga harus terus diingatkan bahwa mereka berarti,” ujar Raison. Dengan begitu, pandangan mereka lebih positif. (ren)

Pemain Timnas Indonesia U-23

Bikin 2 Gol ke Gawang Korsel, Begini Kata Rafael Struick

Penyerang Timnas Indonesia U-23 Rafael Struick menilai kemenangan atas Timnas Korea Selatan U-23 adalah buah kinerja tim.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024