Tiga Lokasi Bersejarah di Bantul Akan Dijadikan Cagar Budaya

Gerhana Matahari
Sumber :
  • ANTARA/Sigid Kurniawan
VIVAlife - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bantul berencana menjadikan tiga lokasi bersejarah sebagai kawasan cagar budaya (KCB). Tiga lokasi itu adalah Keraton Mataram Islam di Pleret, Goa Selarong di Pajangan sebagai tempat perjuangan Pangeran Diponegoro dan dan situs Parangkusumo Parangtritis di Kretek, Bantul.
Mengenal Sepak Terjang Karier Alvina Elysia, Dirut Perempuan di Anak Perusahaan Pupuk Kaltim
 
Dari ketiga lokasi, kawasan paling memprihatinkan adalah Keraton Mataram Islam di Pleret. Sebagai cikal bakal kerajaan Mataram yang didirikan Sultan Agung abad 17, kawasan tersebut tidak terawat.
Iran Bantah Rudal Israel Meledak di Isfahan: Itu Drone yang Ditembak Jatuh

Bahkan kawasan situs saat ini menjadi wilayah padat pemukiman yang menyebabkan berbagai benda cagar budaya rusak akibat aktivitas warga sehari-hari.
TNI Berduka, Letkol Marolop Meninggal Dunia 2 Hari Usai Serahkan Jabatan Komandan Kodim di Papua
 
Sementara dua tempat bersejarah lainnya yaitu Gua Selarong dan Parangkusumo sedikit terawat karena kedua tempat merupakan kawasan lokasi wisata yang banyak dikunjungi. Namun aktivitas wisatawan yang tidak bertanggung jawab juga bisa merusak kedua tempat tersebut.
 
“Sekarang kita sedang membahas bersama beberapa konsultan untuk mengembangkan ketiga kawasan sebagai kawasan cagar budaya,” kata kata Kepala Disbudpar Bantul, Bambang Legowo, Sabtu, 23 Agustus 2014.
 
Hasil dari rencana pengembangan tersebut, menurut Bambang, selanjutnya akan diajukan ke provinsi DIY agar secara hukum pembentukan KCG di tiga tempat bersejarah itu legal.
 
Dijadikannya KCB tiga tempat tersebut selain bisa menyelamatkan situs budaya juga akan berdampak pada pemberdayaan masyarakat.

“Minimal situs bersejarah dikeramatkan, dipelihara dan lestari. Kondisi ini akan menjadi modal luar biasa untuk menjadikannya sebagai tujuan wisata sejarah yang saat ini banyak diminati,” ujarnya.
 
Ditambahkan Bambang, kondisi riil di lapangan saat ini sungguh memprihatinkan. Di situs kraton Pleret misalnya, banyak benda cagar budaya yang berada di tanah milik warga. Jika tidak segera ada tindakan maka tidak menutup kemungkinan bukti sejarah akan hilang termakan zaman.
 
“Kalau ini disetujui gubernur, konservasi bisa legal. Mengenai sumber dana pembangunan kawasan cagar budaya, bisa diambil dari pos dana keistimewaan Yogyakarta,” ucap Bambang.
 
Untuk dana keistimewaan sebagai konsekuensi disahkannya UU Nomor 13 tahun 2012 tentang status keistimewaan DIY, setiap tahun bersumber dari APBN DIY memperoleh dana sekitar Rp1,4 triliun. Sebagai langkah awal, dana dicairkan bertahap per kuartal dengan rata-rata Rp500 miliar.
 
“Dana keistimewaan tidak hanya untuk hibah bansos, pemberdayaan namun juga bisa dipergunakan untuk pembangunan sarana prasarana penunjang suatu kawasan,” kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
 
Diakui Sultan, salah satu masalah dana keistimewaan saat ini adalah legal formal lembaga yang bisa menyalurkan ke masyarakat dan belum siapnya aparatur pemerintahan. Salah satu imbasnya, serapan dana tidak maksimal dan sampai saat ini dana keistimewaan baru terserap 55 persen
 
“Dana keistimewaan tidak hanya untuk dana bantuan sosial, dana kebudayaan. Namun juga juga bisa untuk mengembangkan kawasan wisata culture heritage. Gua Selarong bisa dijadikan kawasan objek wisata budaya dan akan berimbas tumbuhnya ekonomi warga sekitar,” kata Sultan.
 
Diharapkan, dengan adanya dana keistimewaan beberapa situs yang saat ini dalam kondisi tak terawat karena tidak ada biaya memprihatinkan bisa diselamatkan. Misalnya ada situs Keraton Kotagede Yogyakarta, Situs Kadipaten Manggir di Bantul dan berbagai tempat bersejarah.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya