Virus Ebola Cepat Bermutasi

Ilustrasi virus.
Sumber :
  • REUTERS/Frederick Murphy/CDC/Handout via Reuters
VIVAlife –
Pernah Dampingi Gibran ke Papua, Bahlil Bantah Tudingan Tak Netral
Gelar mematikan yang disandang Ebola tidak main-main. Wabah terbaru Ebola yang menyerang negara-negara di Afrika Barat, kini telah menewaskan lebih dari 1400 orang dan menginfeksi ratusan tenaga medis.

SIM Mati Bisa Diperpanjang, Tidak Perlu Bikin Baru

Studi genetika terbaru yang dilakukan Harvard University menemukan bahwa strain baru virus Ebola yang kini mewabah di Afrika Barat, sangat mudah bermutasi. Virus tersebut diisolasi dari pasien di Sierra Leone. Penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat 300 mutasi genetik dalam virus saat menginfeksi pasien baru.
Masyarakat Diimbau Waspada Terhadap Penawaran Paket Umrah dan Haji Harga Murah


Mutasi tersebut dapat menumpulkan pengobatan yang diberikan pada pasien suspek Ebola.


“Kami menemukan bahwa virus Ebola bermutasi dengan cepat,” ujar Pardis Sabeti dari Harvard University, yang mengepalai penelitian tersebut.


Rekan Sabeti, Robert Garry dari Tulane University, mengatakan laju virus Ebola bermutasi dua kali lebih cepat pada manusia dibanding pada hewan, seperti kelelawar.


Garry mengatakan mutasi genetik pada virus Ebola terjadi pada glikoprotein, bagian permukaan protein yang mengikat virus ke sel manusia, dan menjadi gerbang replikasi virus.


“Dari situlah virus mulai melemahkan sistem imun manusia,” terang Garry, dikutip
Reuters
.


Tim peneliti menggunakan teknik yang disebut
deep sequencing
dan memungkinkan peneliti melihat bagaimana virus bermutasi dari satu pasien ke pasien lainnya. Begitu juga dengan mutasi yang terjadi pada sel-sel tubuh paseien terinfeksi Ebola.


Sabeti mengisolasi sampel darah dari 78 pasien di Sierra Leone. Penemuan tersebut dipublikasikan di jurnal Science, dan menjadi titik terang dalam usaha menemukan vaksin bagi Ebola.


“Dengan diketahui sifat mutasi yang cepat dari virus ini, peneliti bisa menemukan formula vaksin yang tepat,” terang Sabeti.

Namun, Sabeti menyebutkan masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut guna mengetahui apakah mutasi mempercepat laju epidemi dengan menjadikan tubuh manusia sebagai lingkungan optimal bagi virus unutk bereplikasi.


“Penelitian klinis di laboratorium akan kami lakukan segera,” sambungnya.


Saat ini, para penderita Ebola masih ditangani dengan cara tradisional, yakni mengobati gejala penyakit yang muncul. Adapun, beberapa vaksin eksperimental sudah mulai diujicobakan pada manusia, seperti GlaxoSmithKline yang dikombinasikan dengan pil peningkat kekebalan tubuh ZMapp.


Adapun data WHO menyebutkan, epidemi Ebola diperkirakan bisa menginfeksi lebih dari 20 ribu orang dan bahkan menyebar ke negara lain.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya