Di Balik Sakralnya Pencukuran Rambut Gimbal Warga Dieng

Model rambut gimbal yang dimiliki warga Dieng
Sumber :
  • VIVAlife/Siti Ruqoyah
VIVAlife
ODGJ Ngamuk di Cengkareng Mau Tikam Kakanya Sendiri, Ternyata Kabur dari Dinsos
- Puluhan ribu warga dari pelosok tanah air memenuhi daerah Dieng yang memiliki ketinggian 2.093 meter di atas permukaan laut (MDPL). Mereka berduyun-duyun datang ke daerah super dingin itu untuk menyaksikan acara Dieng Culture Festival (DCF). Acara ini berlangsung pada 30-31 Agustus 2014.

PKS Usung Imam Budi Hartono Jadi Bakal Calon Wali Kota Depok, Ahmad Syaikhu: Kinerjanya Bagus

Kegiatan yang digagas oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis) desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara ini sudah memasuki tahun kelima. Seluruh kegiatannya pun dinanti. Bagi warga setempat, ritual pencukuran rambut gimballah yang menjadi acara pokoknya. Sebab, acara penuh sakral itu digadang-gadang bisa membawa berkah bagi yang menyaksikannya.
Kondisi Terkini Chandrika Chika di Tahanan, Usai Jadi Tersangka Kasus Narkoba


Pada tahun ini, ada tujuh orang gadis cilik berambut gimbal yang sudah meminta kepada orangtuanya untuk memotong rambut keturunan leluhur itu. Konon, jika rambut gimbal yang sengaja dipotong tanpa kemauan pemiliknya, maka orang tersebut akan mengalami sakit-sakitan, mulai dari demam dan lain sebagainya.

Dalam tradisi masyarakat Dieng, anak gembel (sebutan orang yang memiliki rambut gimbal) jika hendak dicukur harus melalui prosesi ruwatan yang sangat sakral. Tradisi ini masih bertahan hingga sekarang.

Dalam sejarahnya, disebut gembel karena rambutnya menyerupai gelandangan yang tidak pernah mencuci rambut. Bukan karena faktor keturunan, tetapi rambut itu bisa tumbuh alami pada anak-abak dataran tinggi Dieng saja.


Secara medis, penyebab gembel masih belum diketahui secara jelas, namun yang pasti kemunculan rambut gembel akan disertai demam tinggi, serta mengigau pada waktu tidur. Gejala ini tidak bisa diobati sampai akhirnya akan normal dengan sendirinya dan rambut sang anak akan menjadi kusut dan menyatu.


Ritual yang biasanya dilakukan oleh pemangku adat sebelum dilakukan pencukuran ialah, adanya prosesi napak tilas yang dipimpin sesepuh serta sejumlah tokoh. Kegiatan tersebut juga dilakukan di beberapa tempat, di antaranya di Candi Dwarawati, Komplek Candi Arjuna, Candi Gatotkaca, Candi Bima, Telaga Balaikambang, Kawah Sikidang, Komplek Pertapaan Sendang Maerokoco, Mandalasari (Goa di Telaga Warna), Kali Pepek dan komplek Pemakanan Dieng.


Di tempat tersebut, nantinya akan dilakukan ritual doa kepada Yang Maha Kuasa agar prosesi ruwatan rambut gembel itu berlangsung lancar. Tak sampai itu, proses pun masih terus berlangsung. Ketujuh gadis cilik pemilik rambut gembel itu diarak menuju lokasi pencukuran.


Pertama mereka dikumpulkan di rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di dekat kawasan Sendang Maerokoco atau Sendang Sedayu dengan berkeliling desa dikawal oleh para sesepuh, para tokoh masyarakat, kelompok paguyuban, seni tradisional dan masyarakat.


Tujuh gadis cilik ini juga dikawal oleh barisan kirab budaya yang terdiri dari pengawal utama yakni dua tokoh sesepuh Cucuk Ing Ngayodya, dua orang pembawa dupa (tungku penolak bala) dan para prajurit pembawa tombak, keris, dan pusaka lainnya.


Selanjutnya diteruskan oleh dua orang pembawa cucuk lampah, kemudian pembawa permintaan (sesaji dan Ubo Rampe) anak gembel yang membawa buju Abang, buju Putih, buju ireng, buju kuning, buju Robyang, buku kelung, buju Sanggabuwanan, buju Tulak, buju panggang, buju kupat, rakan jajan pasar, rakan buah, degan hijau, pisang raja emas, kinang, alat rias, berbagai cangkir dengan 14 macam minuman dan bobo ronyang.


Bak putri dari kayangan, para gadis cilik pemilik rambut gimbal itu diperlakukan khusus. Mereka dibawa menggunakan andong, atau angkutan tradisional dan diikuti seni tradisional yang nantinya akan menyajikan pagelaran seni hingga prosesi ritual pencukuran berakhir.


Tahapan pencukuran

Jamasan (memandikan) merupakan tahapan awal sebelum detik-detik pencukuran itu dilakukan. Anak gembel tersebut dimandikan di Sendang Sedayu atau Sendang Maerokoco yang berada di utara Darmasala komplek candi Arjuna. Untuk memasuki sendang Ayu, para anak gembel berjalan dan dinaungi oleh payung robyong di bawah kain kafan panjang di sekitar Sendang Maerokoco sambil diiringi musik gongso.


Air untuk jamasan ini juga bukan air sembarangan, karena diambil dari tujuh sumber mata air, di antaranya dari Tuk Bimalukar, Tuk Kencen, Tuk Goa Sumur, Tuk Sendang Buana (kali Bana), Tuk Pepek, dan Tuk Sibido (Tuk Pitu). Bukan hanya air, tetapi ditambah dengan kembang tujuh rupa (sapta warna). Setelah prosesi jamasan selesai, ketujuh anak gembel langsung dibawa ke tempat pencukuran.


Selanjutnya prosesi pencukuran yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat didampingi pemangku adat. Setelah selesai, dilanjutkan dengan tasyakuran dan doa. Kemudian Uba Rampai dibagikan kepada semua pengunjung karena dipercaya dapat membawa berkah bagi yang membawanya.


Ngalap berkah dilakukan setelah pencukuran yang dipercaya bisa datangkan berkah bagi yang mengikutinya. Lokasinya tak jauh dari lokasi pencukuran. Selamatan ini dilakukan dengan memperebutkan tumpeng dan makanan selamatan yang dipimpin oleh pemangku adat dan tokoh masyarakat.


Tahapan terakhir, yakni larungan. Rambut gembel yang dicukur akan dilarungkan ke Sungai Serayu yang akan menuju ke Laut Selatan. Ritual ini adalah peninggalan leluhur yang hingga kini masih menjadi tradisi turun menurun yang ada di Dieng.


Menurut cerita, gembel sudah ada sejak zaman Kyai Kolodete dan Nini Roro Ronce, beliau adalah leluhur Dieng. Gembel dianggap sebagai bala atau malapetaka. Oleh karena itu, gembel harus dicukur melalui upacara ruwat.


Upacara ini dilakukan setelah anak mengajukan perminataan langsung ke orangtuanya. Tapi ila tradisi ruwatan tidak dilaksanakan atas permintaan si anak gembel sendiri, maka meski sudah dicukur, rambut gembel akan tumbuh kembali.


Permintaan anak berambut gimbal

Dari tujuh gadis cilik yang rambut sakralnya akan dicukur meminta sejumlah hal kepada orangtuanya. Permintaannya pun beragam, misalnya salah satu bocah cilik berusia 3,5 tahun yang menjadi peserta cukur rambut meminta ke orangtuanya yaitu es lilin milik tetangganya.


Beda halnya dengan teman seusianya, bocah cilik itu meminta cokelat yang jumlahnya ratusan. Ada lagi juga yang meminta
handphone
yang ada perangkat bluetooth, ada sepeda berwarna pink, kambing dan hanya meminta didoakan menjadi anak yang solehah. Permintaan yang terbilang unik ini pun harus dipenuhi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya