Studi: Duduk Lama Depan Televisi Terkait Depresi

Ilustrasi wanita menggunakan ponsel
Sumber :
  • iStock
VIVAlife
Tetap Kompak, Momen Eko dan Akri Jenguk Parto, Minta Penggemar Jangan Khawatir Hal Ini
- Apakah Anda termasuk tipe yang senang menghabiskan waktu berlama-lama di depan televisi? Ada baiknya, Anda mengurangi kebiasaan ini mulai sekarang.

Arab Saudi Kemungkinan Ikut Ajang Miss Universe, Kandidat Lagi Diseleksi Ketat

Menurut penelitian terbaru, terlalu banyak duduk depan komputer, atau duduk santai di depan televisi terkait dengan risiko lebih besar mengalami depresi.
Orangtua Anak yang Tabrakkan Mobil di Mall Jadi Konsumen Chery


Dalam penelitian yang sudah dipublikasikan di British Journal of Sports Medicine
ini, Long Zhai dari Qingdau University Medical College di Shangong, dan koleganya menggabungkan dan menganalisis ulang 24 studi terdahulu yang melibatkan 193.166 partisipan.


Studi-studi itu meneliti tingkat perilaku menetap dan risiko depresi. Dua dari 24 studi dilakukan di Australia, empat di Asia, tujuh di Amerika, dan 11 di Eropa.


Seperti dilansir kantor berita
Reuters
, dari hasil analisis itu terungkap bahwa perilaku menetap terkait dengan kemungkinan 25 persen lebih besar mengalami depresi dibandingkan mereka yang tidak menetap.


Para peneliti juga membedakan berdasarkan tipe perilaku yang dilakukan. Mereka yang lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi 13 persen lebih berisiko mengalami depresi. Sementara itu, mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu di depan komputer, atau internet 22 persen lebih berisiko mengalami depresi.


Meski demikian, analisis yang dilakukan Zhai dan koleganya tidak mengungkap penyebab keterkaitan ini. Para peneliti juga menemukan bahwa sebagain besar studi yang dianalisis memperhitungkan faktor-faktor lain, seperti penyakit yang mungkin menjelaskan penyebab dari perilaku menetap, kemudian depresi, atau keduanya.


Selain itu, tim peneliti mencatat bahwa mereka tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa depresi justru menjadi penyebab dari perilaku menetap. Bukan sebaliknya.


Meski studi memiliki keterbatasan, Zhai menilai bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan cara yang baik dalam mencegah depresi.


"Meski investigasi terhadap area penelitian yang relatif baru dilakukan secara menyeluruh, jumlah pertanyaan yang belum terjawab masih tetap," kata Megan Teychenne dari Centre for Physical Activity and Nutrition Research, Deakin University, Melbourne, Australia.


Lebih lanjut, Teychenne mengatakan bahwa pada dasarnya peneliti mengetahui bahwa perilaku menetap terkait dengan kesehatan yang buruk, seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2.


"Oleh karena itu, pesan yang kita perlu sampaikan ke publik adalah 'Lebih banyak bergerak dan kurangi duduk.'" ujarnya.


Sementara itu, pendapat berbeda diutarakan peneliti dari School of Human Kinetics di University of Ottawa, Jennifer Brunet. Menurut dia, perilaku menetap bukan hal yang buruk. Ia menilai bahwa perilaku tersebut menjadi cara bagi seseorang untuk melarikan diri dari stres dan hari yang berat.


"Kadang-kadang orang membaca; menjelajah internet, dan sayangnya ukuran yang digunakan dalam studi terakhir tidak selalu membedakan apa yang kita sebut dengan perilaku menetap sehat dengan perilaku menetap tidak sehat," ujar Brunet.


Namun, kata dia, ada bukti nyata bahwa aktivitas fisik baik untuk mengelola gejala depresi. Hanya saja, tidak ada bukti cukup bahwa terdapat satu aktivitas fisik yang dianggap terbaik.


"Saya sering memberitahu orang-orang untuk memilih kegiatan yang menyenangkan dan itu adalah kuncinya," ujar dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya