FOTO: Keindahan Wisata Alam Coban Trisula

Coban Trisula 4
Sumber :
  • VIVA/Dyah Ayu Pitaloka

VIVAlife - Pesona air terjun tak pernah ada habisnya menawarkan kesejukan dan ketenangan di antara gemericik derasnya air, yang terjatuh dan tenangnya telaga yang menghampar di bawahnya. Air yang berlimpah membuat vegetasi air terjun rindang, dengan pepohonan yang menjulang ke langit, plus aneka bunga warna-warni sepanjang tahun.

Prabowo: Tuduhan Prabowo-Gibran Menang Curang Lewat Bansos Sangat Kejam

Tempat indah yang baru digambarkan adalah lokasi wisata yang ada di Coban Trisula, Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Di tempat ini, Elang Jawa dan Lutung tak segan bermain di sekitar kita saat pagi dan petang. Tempat yang tepat untuk menyegarkan badan setelah mendaki Semeru dan Bromo, ataupun sekadar melepas penat saat libur. Suasana sejuk segera menyapa, ketika berada di tempat ini. Coban yang berada di ketinggian 1.700 mdpl itu, masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Dari sana, puncak Mahameru sering menampakkan diri secara jelas, lengkap dengan awan panas yang mengepul keluar, menyerupai asap saat siang hari, ketika kabut sudi menyingkap selimutnya. Coban Trisula, berada tepat di bawah gapura pintu masuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Rumah Habitat Elang

Jika datang pagi, sekitar pukul 07.00-09.00 WIB, suara elang Jawa (Spizaetus Bartelsi) akan terdengar berteriak nyaring di udara. Spot terbaik untuk menjumpai elang, adalah di sekitar gapura pintu gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Tak jarang binatang udara ini keluar bergantian dengan elang lain, seperti Elang Ular Bido (Spilornis Cheela), Elang Perut Karat (Hieraaetus Kienerii), Elang Sikep Madu Asia (Pernis Ptilorhynchus), Elang Alap Alap Aapi (Falco Moluccensis), Elang Bondol Jawa (Haliastur Indus), dan Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus). Mereka terbang dengan anggun, merentangkan sayap membentuk pola lingkaran kecil atau besar. Siapa yang terkuat, memiliki wilayah lingkar terbang paling lebar.

Hanya di awal dan petang hari elang mau menampakkan diri, berburu mangsa ayam hutan, puyuh, atau satwa penghuni hutan lain untuk menyempurnakan rantai ekosistem. Begitu juga dengan Elang Jawa, burung itu memiliki tubuh lebih kecil dan jambul khas di kepala.

“Sulit menemukan sarang elang aktif, jika ada maka elang akan tinggal di sarang hingga anaknya berusia 1,5 tahun,” kata Rosek Nur Sahid, Chairman Protection of Forest and Fauna (Profauna) Malang. Ya, elang memang hanya pulang ke sarang, ketika mereka bertelur dan membesarkan anak.

Tracking Menantang

Taylor Swift Tolak Tawaran Manggung Rp 146 Miliar! Pilih Fokus ke Album Baru daripada Uang?

Coban Trisula 2

Untuk mencapai lokasi ini, pengunjung harus menyusuri track yang menurun sepanjang 600 meter. Jalan setapak menembus rerimbunan semak dan dikelilingi jurang curam berpagar pohon Pasang, Anggrun dan Cemara Gunung dengan ketinggian hingga 30 meter meninggalkan akarnya di tanah.

Meskipun menurun, tak perlu terburu-buru menapaki jalanan yang cukup untuk satu orang itu. Ada banyak jejak satwa dan tumbuhan menarik terserak dengan aman di habitatnya, “Ada sarang Elang. Anaknya kami panggil Ramadhan, dia menetas bulan suci kemarin,” kataToni Artaka, Pengendalian Ekosistem Hutan (PEH) Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), saat diwawancara Sabtu, 1 November 2014.

Sarang elang terlihat serupa tumpukan jerami di antara cabang sebuah pohon Pasang. Pagi itu, si penghuni sarang sedang pergi. Bisa jadi, induk elang sedang mengajak elang kecil mengepakkan sayap dengan sempurna, mengenalkan wilayah, dan menebalkan insting berburu.

Di sekitar jalan setapak yang tak mengenal musim kemarau itu, banyak terlihat bunga rumput berwarna-warni. Salah satunya lantana camara, tumbuhan invasif asal dari Amerika Latin. Tumbuhan ini memenuhi tepian dinding tebing di jalan setapak. Dia mudah dikenali dari bunga yang berkelompok dengan warna ungu, putih dan kuning.

“Meskipun indah, semak ini tergolong tumbuhan invasif yang tidak memiliki predator alami, bunga ini terbawa kemari tanpa menyertakan serangga predator alami. Jadi dia bisa berkembang mendesak populasi tumbuhan lain,” lanjut Toni.

Ia menduga, Lantana masuk ke Coban Trisula atas peran burung yang gemar bermigrasi lintas benua, atau ulah para peneliti botani lawas yang sengaja membawa tumbuhan itu, namun lupa menyertakan serangga predatornya.

7 Negara yang Miliki Toilet Netral Gender di Dunia, Mayoritas di Asia!

Air Terjun Bertingkat

coban trisula 5

Berjalan sambil mengenali alam, mampu meleburkan waktu dan lelah saat berjalan. Tak terasa jalanan setapak yang sempit dan licin berujung pada telaga luas. Di tengahnya ada tiga air terjun kecil bertingkat yang mengalir tanpa henti. Airnya mengucur landai dari ketinggian sekitar 2,5 meter.

Lansekap bentukan alam yang indah mengantar air turun dari telaga paling atas ke aliran Sungai Lajing, di bawah melewati tiga telaga kecil. Air yang tenang dan segar dengan gemericik air di telaga yang dangkal membuat air terjun ini ramah bagi siapapun yang ingin sekadar membasuh muka atau mengisi botol minum yang telah kosong.

Puas melepas penat bukan berarti pengunjung bisa segera pulang. Ada air terjun lain yang terletak sedikit di atasnya. Ada tebing selebar 10 meter menjadi tembok pemisah yang harus didaki sebelum mencapai air terjun kedua. Ada banyak akar pohon yang bisa digunakan sebagai pegangan saat mendaki.

Kali ini, air jatuh dari ketinggian 11 meter berkelok membentuk anak air terjun baru dengan ketinggian sekitar 5 meter. Di sini telaga yang terbentuk dikelilingi batuan cadas. Air yang memercik setelah membentur batu di siang hari membuat pelangi betah muncul berlama-lama tanpa terusik siapapun. Batuan yang cadas dan derasnya air yang jatuh memang tidak untuk disentuh oleh pengunjung mengingat risiko dan bahayanya.

Dalam perjalanan kembali ke atas, ada rute berbeda yang bisa diambil pengunjung. Di situ tersembunyi air terjun ketiga. Terjatuh dari ketinggian tak lebih dari ketinggian 5 meter air terjun ini menggenapi rasa segar di Coban Trisula. Buih air yang terjatuh terkumpul dan menepi di telaga yang cukup luas dan dangkal. Airnya jatuh utuh dari tebing menuju telaga yang berwarna hijau, memantulkan kanopi dedaunan dari pohon di sekitarnya.

Menikmati alam paling pas jika dilakukan tanpa kegaduhan. Selain tak perlu, pengunjung yang tak ribut paling disukai satwa penghuni hutan. “Di sini sering muncul Lutung Jawa, upayakan jangan membuat keributan agar satwa tidak takut dan terganggu,” kata Toni.

Setidaknya, ada empat kelompok lutung yang sering muncul di sekitar Coban Trisula. Satu kelompok selalu terdiri dari sekitar empat hingga lima ekor lutung. Hanya ada satu jantan di setiap kelompok itu. Satwa endemik Jawa yang terancam punah dan dilindungi undang-undang itu, sering turun untuk mencari makan ataupun minum, pertanda bahwa ekosistem sekitar Coban Trisula, masih alami dengan rantai makanan yang nyaris sempurna.

Menuju Lokasi

Coban Trisula mudah dijangkau dari Malang. Jarak yang terbentang dari Kota Malang mencapai 35 km, melewati jalan yang berkelok dan menanjak dengan hawa sejuk khas pegunungan Tengger. Jika menggunakan angkutan umum bisa memilih mikrolet rute TA, Tumpang-Arjosari dari Terminal Arjosari dan turun di Terminal Tumpang. Dari sini bisa melanjutkan perjalanan dengan naik mikrolet menuju Gubukklakah. Sesampainya di rest area Gubugklalah, bisa menumpang ojek hingga sampai di Coban Trisula.

Ada petugas TNBTS di pos pintu masuk Coban Trisula yang selalu siap memberikan informasi dan bantuan kepada pengunjung. Karena berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pengunjung dikenai retribusi Rp27.500 per orang pada hari kerja, dan Rp32.500 pada hari libur untuk wisatawan Nusantara. Sementara wisatawan asing dikenai retribusi Rp217.500 pada hari kerja, dan Rp317.500 pada hari libur. (one)

Laporan kontributor: DA Pitaloka

Coban Trisula 3

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya