Roh Baru Pasar Santa

Pasar Santa
Sumber :
  • VIVAnews/Tasya Paramitha

VIVAlife - Asap masakan dengan aroma yang menggoda membumbung tinggi. Semerbak harum kopi menyebar dari kedai-kedai sederhana yang berderet rapi di lantai atas. Canda tawa para pengunjung terdengar samar karena bunyi desis makanan yang tengah dimasak di kanan kiri.

5 Fakta Mengerikan Timnas Indonesia Usai Singkirkan Korea Selatan di Piala Asia U-23

Walau terasa panas, pengunjung tetap terlihat asyik mengobrol sambil menyesap kopi dan menunggu giliran memesan makanan yang ingin dicicipi. Ada pula yang sekadar window shopping ke kios-kios yang menjual pakaian hingga vinyl atau piringan hitam. Sesekali anak-anak muda yang menaiki skateboard berseliweran di lorong-lorongnya.

"Crème brûlée-nya boleh dicoba," ujar seorang wanita kepada pengunjung yang lalu lalang di depan kiosnya.

Film Badarawuhi di Desa Penari Bakal Tayang di 28 Negara Bagian AS

Ia bukan satu-satunya orang yang menyapa pengunjung dan dengan ramah menawarkan dagangannya. Puluhan kios di lantai dua Pasar Santa juga melakukan hal yang sama. Mulai dari kedai kopi, kios penjual makanan, pakaian ala distro hingga mainan action figure.

Wujud dan desain kios pun dibuat semenarik mungkin dengan warna-warna menyala dan gambar yang cukup eye catching. Jam telah menunjukkan pukul 20.30 malam. Namun, pengunjung tampak enggan untuk meninggalkan tempat ini. Justru semakin malam, semakin banyak yang berdatangan.

Tim Pengawal Anies Pamitan usai Pilpres 2024 Berakhir

Ada yang berpakaian rapi khas karyawan yang baru pulang kerja. Ada juga yang memilih bergaya santai hanya dengan celana pendek dan sandal jepit. Tak heran, karena pergi ke pasar orang tak perlu banyak gaya seperti ketika pergi ke mal.

Pasar Santa

Kios yang menjajakan makanan di Pasar Santa. Foto: VIVAnews/Tasya Paramitha

Pasar yang semula hanya menjual sembako dan barang-barang kebutuhan rumah tangga itu kini telah menjadi tempat hangout baru di Ibu Kota.

Geliat Santa

Siapa pun tak pernah melihat Pasar Santa seramai ini. Pasar tradisional yang terletak di Jalan Cipaku I, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu, selama ini dikenal sebagai pasar mati yang sepi pengunjung kurang lebih tujuh tahun lamanya.

Ya, sejak dibuat permanen dan direnovasi menjadi bangunan bertingkat pada Mei 2007 silam, Pasar Santa layaknya pasar yang hidup segan mati tak mau. Hingga Juni 2014 lalu, beberapa kios di lantai dua mulai disewa dan diisi komunitas pencinta kopi dan para pelaku usaha yang mayoritas merupakan anak-anak muda Jakarta.

Sejak itu Pasar Santa bangkit dari tidur panjangnya. Sekarang dari hari Rabu hingga Minggu, pasar yang saat ini dinamakan Pasar Modern Santa selalu ramai dikunjungi.

Bahkan tempat parkir di lantai bawah pun selalu dipenuhi kendaraan pribadi. Lantai dua atau foodcourt pasar menjadi tempat yang paling ramai. Di sana lah kios-kios khas anak muda berdiri, mulai dari kedai kopi, kios makanan, kios yang menjual pakaian distro, barbershop hingga kios yang menjual vinyl atau piringan hitam.

Pasar Santa

Salah satu kios di Pasar Santa yang menjual piringan hitam. Foto: VIVAnews/Tasya Paramitha.

"Mulai ramai dari sebelum Lebaran. Waktu itu sudah ada 60 kios yang sudah diisi. Dalam jangka waktu dua minggu menjadi 300 kios," ucap Hamzah, salah seorang pemilik kios jus di Pasar Santa saat ditemui VIVAlife belum lama ini.

Hamzah merupakan salah satu orang yang ikut mengalami mati suri Pasar Santa. Ia mengaku telah delapan tahun membuka usaha di sini. Sebelumnya, ia merupakan pemilik bengkel di kawasan pasar yang saat ini telah ditutup lantaran sudah kelewat tua.

"Yang datang cukup banyak. Sekarang lagi sedikit menurun karena mungkin hujan," kata dia.

Meski demikian, di akhir pekan pasar ini tak pernah sepi pengunjung. Ketika tempat parkir di sekitarnya digenangi air hujan pun, pasar tetap ramai dengan anak muda yang datang untuk melihat-lihat atau mencicipi kuliner yang dijajakan.

Bahkan sejumlah acara selalu digelar tiap akhir pekan mulai dari musik, seni dan budaya hingga pertunjukkan balet. Kabarnya, hingga bulan Januari 2015 mendatang lantai dua pasar yang kini menjadi semacam ruang kreatif bagi berbagai komunitas seni di Jakarta itu telah penuh disewa untuk tempat diselenggarakannya pertunjukkan-pertunjukkan menarik.

Pasar Santa

Tak hanya makanan, Pasar Santa juga memiliki barbershop. Foto: VIVAnews/Tasya Paramitha.

Mati suri

Menurut Hamzah, reputasi Pasar Santa kalah dengan mal-mal yang ada di kawasan Jakarta Selatan. Apalagi dewasa ini semakin banyak minimarket dan supermarket modern yang lebih bagus dengan fasilitas pendingin ruangan serta eskalator.

Namun, setelah dilempar ke media sosial dengan kontrak murah dan komunitas anak muda yang membuka usaha di sana, ternyata pasar yang tanpa penyejuk udara (air conditioner/AC) dan eskalator itu pun bisa ramai dikunjungi.

"Yang ke sini adalah orang-orang yang sudah mulai bosan dengan mal. Mereka ingin merokok, susah di mal. Pakai pakaian sembarangan nggak bisa. Pakai sandal jepit nggak bisa. Di sini bebas. Tapi kalau ke sini siap-siap untuk kepanasan. Ya, namanya juga ke pasar," ujar Hamzah sambil tersenyum.

Hamzah juga menuturkan bahwa kios-kios di sana umumnya disewa oleh anak-anak muda yang ingin mencoba membuka usaha entah itu untuk menyalurkan hobi atau mencari penghasilan tambahan namun sebelumnya masih merasa terbebani soal biaya.

Hal itu karena harga sewa tempat di Jakarta yang begitu tinggi. Sedangkan di Pasar Santa, menurut Hamzah harga sewa kios berukuran 2 x 2 meter hanya berkisar antara Rp3-3,5 juta per tahun.

"Yang nyewa kios di sini umumnya orang yang belum pernah dagang. Mereka punya hobi masak atau apa, mereka coba," ujar Hamzah.

Bangkit lagi

Bicara mengenai kongko di Pasar Santa yang sekarang telah menjadi semacam tren di kalangan anak muda Jakarta, tak terlepas dari peran A Bunch of Caffeine Dealers (ABCD) School of Coffee, salah satu kios yang pertama kali buka di lantai dua Pasar Modern Santa.

"Ya, salah satu yang pertama buka. Januari 2013. Kita cuma sendirian dulu," ujar Venerdi Handojo, pemilik ABCD Coffee kepada VIVAlife saat ditemui di Pasar Santa beberapa waktu lalu.

Pria yang akrab disapa Ve itu menceritakan awal mula ABCD Coffee buka di Pasar Santa. Menurutnya, masih ada beberapa orang yang mengira bahwa kiosnya adalah sebuah kedai kopi.

Pasar Santa

Salah satu sudut di Pasar Santa. Foto: VIVAnews/Tasya Paramitha.

Ve menegaskan bahwa mereka bukan lah kafe, bukan kedai kopi dan tidak menjual kopi. Tidak pula mencari keramaian orang ngopi. Seperti namanya, ABCD School of Coffee merupakan tempat latihan para barista untuk belajar membuat kopi.

"Kita memang tempat workshop sehingga waktu menemukan tempat ini di pusat kota, murah terus sepi, jadi malah senang. Buat sekolah dan belajar jadi enak. Nyaman dan bersih," kata Ve yang membuka ABCD Coffee bersama temannya, Hendri Kurniawan yang merupakan seorang konsultan kopi.

Setelah itu, ABCD Coffee dijadikan school of coffee yang menjadi tempat hangout para barista atau tempat melatih barista. Selain praktisinya yang belajar tentang kopi, banyak pula konsumen yang lantas ingin belajar seluk beluk perihal kopi. Mereka lalu membuka kesempatan bagi para penikmat kopi untuk datang dan ikut berdialog dengan para barista.

"Di sini nggak ada menu. Tujuannya supaya orang datang ke sini sukanya kopi apa, kenapa. Jadi terjadi komunikasi sehingga wawasan konsumen tentang kopi menjadi lebih kaya. Jadi di sini kita sama-sama perluas wawasan tentang kopi Indonesia, kopi internasional, roasting," ujar dia.

Ve yang berprofesi sebagai penulis itu juga mengungkapkan bahwa sejak awal melihat kios di sana, mereka sudah meramalkan jika membuka ABCD Coffee dan mengajak orang untuk datang, pasti Pasar Santa akan menjadi ramai.

"Bukan karena kitanya (ABCD Coffee), tapi nggak ada alasan Pasar Santa nggak ramai. Lokasi enak, biaya sewa affordable, bersih dan nggak ada preman. Kenapa nggak ramai? Kenapa sepi selama 7 tahun? Cuma satu permasalahannya, karena nggak ada yang ngasih tahu," ujar Ve.

Di sini lah peran ABCD Coffee dalam membangkitkan kembali pasar yang dulu pernah mati. Sejak buka bulan Juni 2014 lalu, Ve mengatakan ABCD Coffee memiliki program yang dinamakan #ngopidipasar. Ini merupakan acara ngopi yang diumumkan lewat akun media sosial Instagram mereka, @abcd_coffee. Di acara itu lah Ve menawarkan orang-orang yang datang untuk melihat-lihat Pasar Santa.

"Waktu itu sepi. Kita suruh orang keliling lihat-lihat. Kita tawarkan, "nggak mau bikin usaha?" Kita memang kompakan ajak teman-teman buka," ucap salah satu penulis  naskah film layar lebar Rectoverso itu.

Sejak itu lah kios-kios Pasar Santa pun kemudian laris disewa. Ve menuturkan bahwa jika bulan Juni lalu baru ada tiga sub store selain ABCD Coffe di lantai tiga, maka di bulan Juli semua kios sudah sold out alias penuh disewa. Lalu bulan Agustus mulai muncul tenant-tenant baru hingga ramai seperti saat ini.

"Jadi memang banyak orang yang datang tujuannya cuma ngopi, pas tahu kosong dan harganya murah mereka langsung ke kantor development untuk menyewa. Kalau ramai,  pedagang yang di bawah kan juga pasti happy karena makin banyak traffic," ujar dia.

ABCD Coffee juga ternyata tidak buka setiap hari, melainkan hanya di hari-hari tertentu. Biasanya mereka mengumumkan kapan dan jam berapa akan buka lewat akun Instagram.

"Karena sekali lagi kita bukan kafe. Kalau lagi ada kelas nggak mungkin kan kita buka. Kalau ada kelas teori pasti kita tutup karena kita adalah school of coffee," ujarnya.

Bagi yang ingin mencicipi kopi ABCD Coffee, bisa datang dan langsung mencicipi tergantung kopi yang dibuat oleh barista atau orang yang sedang belajar membuat kopi di sana. Mengingat bukan kedai kopi, mereka juga tidak menentukan harga kopi. Siapa pun dapat menentukan sendiri jumlah uang yang dimasukkan ke “stoples apresiasi” yang telah tersedia sesuai dengan rasa kopi yang Anda nikmati.

"Di sini orang nggak mengalami kenikmatan kafe sehingga perhatian orang ke kopinya. Makanya kita ada appreciation jar. Kamu minum dulu kopinya, kalau senang dan suka baru tentukan harganya menurut kamu. Kalau nggak seneng, ya nggak bayar juga nggak apa-apa karena yang di-appreciate adalah kopinya," kata Ve.

Harga sewa naik?

Banyaknya kios yang selalu diserbu pengunjung di Pasar Santa membuat kepopuleran pasar ini meroket di kalangan kaum hipster atau anak muda anti-mainstream. Beberapa waktu lalu lantas muncul kabar bahwa harga sewa kios-kios di sana naik.

Saat disinggung soal isu tersebut, Ve membenarkan. "Itu benar. Masalahnya begini, kios-kios ini kan ada yang sudah banyak menjadi milik pribadi, ada juga yang masih di bawah menejemen dari developer. Kalau yang dari developer, itu harganya sudah fix sekian. Jadi developer juga harus tahu diri bahwa ini pasar mati jadi jangan macam-macam. Kasih harga murah supaya orang pada datang ke sini. Nah, yang punya pribadi ini kan harganya tergantung dari owner," kata Ve.

Pasar Santa

Suasana di Pasar Santa. Foto: VIVAnews/Tasya Paramitha

Hal itu karena mereka merasa kios-kios di sana sudah laku keras sehingga dijadikan komersial. Namun menurut Ve, kios-kios yang disewa dengan harga lebih tinggi juga tidak laku atau cenderung membutuhkan waktu lama sampai akhirnya laku.

Meski demikian, Ve mengatakan bahwa harga sewa kios yang lebih tinggi tetap terbilang murah jika dibandingkan di tempat-tempat lain di Jakarta.

"Mahal kalau dibandingkan dengan yang harga awal. Kalau dibandngkan dengan tempat lain ya tetap murah. Semahal-mahalnya di sini tetap affordable," kata dia.

Senada dengan Ve, Hamzah juga menuturkan bahwa harga sewa kios yang naik bukan dari pengelola melainkan dari pemilik kios pribadi.

"Kalau dari kepala pasarnya sih tetap konsisten menyewakan Rp3-3,5 juta per satu tahun," ujar Hamzah. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya