Menelik Jejak Fenomena Kopi di Kalangan Kaum Urban (I)

Pria dan wanita minum kopi.
Sumber :
  • istock

VIVAlife - Budaya ngopi di dunia memang telah ada sejak berabad-abad lalu. Penanaman kopi dengan tujuan komersil, terjadi pada abad 15 di negara-negara Arab.

Sekjen Gerindra Sebut Prabowo "The New Sukarno"

Hingga kini, terdapat lebih dari 55 jenis kopi. Namun, yang ditanam secara komersil hanya tiga jenis, yaitu robusta, arabica, dan liberica, dan tentu saja ini ada sejarahnya.

Kala itu, bangsa Arab memonopoli penjualan kopi. Namun, karena permintaannya banyak, beberapa negara mulai mencari keberadaan kopi. Belanda yang pertama kali menemukannya dan akhirnya jenis kopi arabica mulai menyebar ke seluruh dunia.

Pada awal abad 20, seluruh tanaman kopi arabica di dunia mati karena serangan penyakit yang berujung pada pasar kopi dunia anjlok. Orang kemudian mencari alternatif dan mendapatkan kopi jenis liberica.

Sayangnya, rasa kopi liberica tidak seenak arabica dan tanamannya pun tetap saja terkena penyakit. Selain itu, hasil panen per hektar setiap tahunnya hanya lebih sedikit. Saat itulah kopi robusta mulai terkenal, karena ia tahan penyakit dan dapat tumbuh di mana-mana.

Di Indonesia sendiri, kopi adalah minuman wajib di setiap rumah, walaupun terkadang tak ada satu pun anggota keluarga yang doyan ngopi. Namun, setiap ada tamu singgah, kopi menjadi salah satu minuman yang ditawarkan, selain teh. Kopi memang telah menjadi bagian erat dalam kehidupan masyarakat lokal, terutama beberapa tahun belakangan.

Empat tahun lalu, mencari kedai kopi di Indonesia mungkin tidak semudah sekarang. Dengan masuknya salah satu kedai kopi asing seperti Starbucks, ternyata membawa pengaruh besar terhadap gaya hidup kaum urban. Ya, tak dapat dipungkiri bahwa kehadiran gerai kopi asing membuat nama kopi lokal dan budaya minum kopi lainnya mulai naik daun.

Teman "hangout" yang seru

Saat ini, coffee shop menjamur di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Kopi yang ditawarkan juga banyak jenisnya, sehingga konsumen memiliki banyak pilihan.

Harga yang ditawarkan pun beragam dari yang ramah kantong hingga yang super mahal. Hal ini, lantas membuat kaum urban, lebih mengandalkan kedai kopi untuk nongkrong, atau meeting. Apalagi, hampir seluruh kedai kopi memiliki fasilitas wifi gratis yang bisa dinikmati sepuasnya.

Hal tersebut, diakui Dani, karyawan sebuah perusahaan swasta yang gemar hangout di kedai kopi. Menurut pria 25 tahun itu, suasana kedai kopi sangat nyaman dan mendukung untuk bekerja, atau sekadar menikmati waktu santai bersama teman.

"Tetapi, saya juga seorang penikmat kopi tulen. Jadi, carinya kopi yang enak, bukan cuma masalah tempat hangout yang asyik. Soalnya, sekarang sudah banyak variasi kopi dan masing-masing coffee shop punya signature kopi sendiri," ujarnya kepada VIVAlife, Kamis 8 Januari 2015.

Dalam sekali kunjungan ke kedai kopi, ia mengungkapkan bujet berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp150 ribu. Itu karena, ia biasa menghabiskan waktu berjam-jam di sana.

Jangan Asal Obati, Ini Cara Membedakan Antara Jerawat Purging dan Breakout

"Ha ha ha, namanya anak muda, kadang bisa nongkrong lama, jadi bisa pesan dua kopi, atau sekalian pesan makanan juga," tambahnya. Meski begitu, ia mengaku tidak memiliki anggaran khusus untuk ngopi dalam sebulan.

“Nggak tentu bujetnya. Kalau lagi ada teman yang ngajak nongkrong atau memang lagi pengen ngopi. Bagus sih sebenarnya, karena Indonesia punya banyak jenis kopi. Terus, sudah banyak kedai kopi lokal yang menawarkan minuman dari biji kopi lokal. Jadi, bagus juga untuk promosikan kopi Indonesia,” ujarnya.

Hampir sama dengan Dani, Fitri yang merupakan mahasiswi semester empat sebuah perguruan tinggi di Jakarta Selatan, mengatakan sering datang ke kedai kopi untuk mengerjakan tugas kelompok, atau nongkrong bersama teman.

"Suasananya nyaman dan nyarinya yang bukan di mal, jadi nggak begitu ramai. Kita bisa berjam-jam ngetik, nggak ada yang melarang," ujar wanita 20 tahun itu. Untuk rasa minuman sendiri, Fitri mengatakan cita rasa menu kopi di semua kedai kopi yang pernah ia kunjungi, umumnya enak semua dan variasinya beragam.

Untuk frekuensi ngopi, ia mengaku pergi ke kedai kopi satu atau dua kali dalam seminggu, dengan bujet sekitar Rp100 ribu sekali datang. "Biasanya sih malam minggu, atau paling datang ke sana dua kali seminggu. Saya lebih suka kedai kopi yang dekat rumah," ujarnya.

Mengenal varian kopi

Saat ini, bicara tengtang kopi juga tak melulu soal kopi tubruk. Justru, coffee blended yang paling dikenal masyarakat urban. Namun, berbagai jenis kopi blended dibuat menggunakan espresso sebagai dasarnya.

Espresso sendiri, merupakan kopi asal Italia yang lebih kental dan konsentrasi, serta kadar kafeinnya lebih tinggi karena volumenya yang lebih kecil. Cara membuatnya harus menggunakan mesin espresso, yakni dengan menekan bubuk kopi yang sudah digiling halus dengan air mendidih.

Dari espresso, deretan menu kopi blended dapat diracik, seperti cappuccino, yakni espresso yang ditambah susu panas dan foam susu mendidih. Ada pula caffe latte yang juga merupakan kopi susu, namun busanya lebih ringan dari cappucino dan ukurannya berbeda. Selain itu, ada macchiato yang rasanya lebih lembut dan di atasnya diberi foam susu.

Sedangkan con panna, merupakan kopi dengan whipped cream di bagian atas dan affogato adalah kopi yang ditambah es krim. Caffe Americano sendiri merupakan kopi yang lebih encer, karena terbuat dari satu sloki espresso dan air panas.

Bersambung…


Baca juga:




(asp)

5 Makanan yang Bisa Menurunkan Kadar Gula Darah untuk Penderita Diabetes
Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan

Airlangga: Kader Golkar Siap Ditempatkan di Legislatif maupun Eksekutif

Airlangga Hartarto mengatakan kader Golkar siap ditempatkan di legislatif maupun eksekutif. Dia menanggapi peluang keterlibatan Golkar dalam kabinet Prabowo-Gibran.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024