Ulat Jati, Kuliner Ekstrem yang Makin Digemari

Ulat pohon jati
Sumber :
  • VIVAnews/Daru Waskita
VIVAnews
Didekati Erick Thohir, Emil Audero Punya Statistik Mentereng di Serie A
- Kabupaten Gunungkidul, DIY, merupakan daerah penghasil pohon jati terbanyak di DIY. Selain dapat dimanfaatkan sebagai bahan furnitur, pohon jati ternyata juga dimanfaatkan untuk kuliner.

Mulai Lelah, Lin Jarvis Resmi Tinggalkan Tim Yamaha MotoGP

Tetapi, bukan dari batang atau daun yang diolah, melainkan belalang dan ulat yang ada di pohon-pohon itu. Ulat pohon jati kini diburu untuk dijadikan makanan lezat dan khas dari daerah paling timur di wilayah DIY ini.
Berkarya dengan Cinta, Terry Persembahan Lagu Istimewa dalam Hawa Surga


Saat ini, mengolah ulat dari pohon jati menjadi mata pencaharian yang mampu menghasilkan rupiah. Dari 1 kilogram (kg) ulat pohon jati dihargai Rp70 ribu.


Mencari ulat pohon jati menjadi hal yang sangat mudah. Sebab, masih banyaknya pohon jati yang tumbuh subur di pegunungan yang tandus. Setiap pohon jati yang daunnya telah habis dipastikan ada ulat yang sembunyi di batang atau di daunnya.


Seperti yang dilakukan ibu-ibu di Dusun Kenteng, Desa Kenteng, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DIY. Meski cuaca cukup terik, puluhan ibu tampak asik duduk di bawah pohon sambil memunguti ulat yang berada di sekitar pohon.


"Tidak sulit mencari ulat pohon jati, karena terkadang ulat jatuh dari daun jati dan tinggal diambil dan dikumpulkan," kata Warni, Senin 12 Januari 2015.


Ibu yang memiliki dua anak ini mengatakan, ada dua cara menikmati ulat pohon jati, yakni dengan cara dibacem mirip tahu tempe atau dengan bumbu gurih yang hanya dibumbui bawang putih, garam dan penyedap rasa.


"Nanti setelah dicuci, lalu dimasak sesuai dengan selera, kalau keluarga saya memilih untuk dibacem karena ada rasa manis dan gurih," tuturnya.


Warni menjelaskan, kebiasaan mengkonsumsi ulat jati sudah dilakoninya sejak kecil, dan dia mengaku tidak jijik dengan makanan yang terbilang cukup ekstrem tersebut.  "Sudah sejak kakek saya dahulu makan ulat," ucapnya.


Suami Warni, Yudianto, menambahkan, selain dikonsumsi sendiri, sebagian masyarakat menjualnya ke pasar. Sebab, harga jualnya terbilang cukup mahal. Untuk 1 kg ulat jati mencapai Rp70 ribu. Sementara untuk kepompongnya seharga Rp100 ribu.


"Kalau hasilnya banyak ya dijual, lumayan untuk menambah penghasilan," katanya.


Perlu diketahui, sebagian besar masyarakat Gunungkidul selain mengkonsumsi ulat dan kepompong jati, juga mengkonsumsi ulat dan kepompong pohon trembesi, belalang, dan laron.


Baca juga:


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya