Menguak Sejarah di Balik Kelenteng Penangkal Tsunami

Kelenteng See Hoo Kiong/ Ma Tjouw Kiong
Sumber :
  • Facebook Little White Clouds
VIVA.co.id
Doyan 'Travelling', Pasangan Ini Ubah Bus Rongsok Jadi Rumah
- Kawasan pecinan Semarang ini berada di tengah kota, sekitar satu kilometer arah selatan dari lokasi situs Kota Lama Semarang.

'Traveling' Satu Hari di Singapura? Bisa

Di wilayah ini,  warga keturunan Tionghoa sejak berabad-abad silam menetap di Semarang. Kawasan ini kemudian lebih dikenal dengan nama Kampung Pecinan. Di Pecinan, sangat kental dengan budaya Tionghoa.
Resolusi Penting Bagi 'Traveler' di 2016

 
Bila menyusuri kawasan kampung ini, ada sejumlah kelenteng yang dibangun ratusan tahun lalu. Dan, bila menyusuri kawasan pecinan Semarang, bisa menikmati suasana kehidupan masyarakat Tionghoa yang masih menjunjung tinggi tradisi.
 

Terdapat 11 klenteng besar di Semarang, 10 di antaranya terdapat di kawasan pecinan, yaitu Kelenteng Siu Hok Bio, Hoo Hok Bio, Kong Tik Soe, Tay Kak Sie, Tong Pek Bio, Liong Hok Bio, Tek Hay Bio, Wie Wie Kiong, See Hoo Kong, dan Klenteng Grajen. Sedang Klenteng Sam Poo Kong berada di Gedung Batu. Masing-masing kelenteng itu mempunyai nilai historis tersendiri.

 

Seperti kelenteng Sam Poo Kong yang sudah akrab di telinga masyarakat Kota Semarang. Di samping menyimpan legenda keperkasaan Laksamana Cheng Ho, klenteng ini juga dikunjungi masyarakat dari berbagai agama, termasuk Islam.

 

Laksamana Cheng Ho adalah orang China tetapi beragama Islam. Di kelenteng ini tersimpan kemudi dan jangkar kapal Laksamana Cheng Ho yang digunakan pada waktu berlayar ke Pulau Jawa sekitar tahun 1406.

 

Kemudian kelenteng Siu Hok Bio di Jalan Wotgandul Timur yang saat ini merupakan klenteng tertua di kawasan pecinan Semarang. Kelenteng ini didirikan tahun 1753 oleh warga Pecinan Lor sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang diterima oleh penduduk sekitar Cap Kauw King.

 

“Kelenteng ini masih mempunyai warisan kuno yaitu berupa cincin pegangan pintu dan ukiran pada ambang atas pintu kelenteng,”ujar budayawan Semarang, Djawahir Muhammad.

 

Sedang kelenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok, merupakan klenteng induk bagi seluruh kelenteng yang ada di Semarang. Nama kelenteng yang menyiratkan napas Budhisme ini menjadi simbol heroisme etnis China di Semarang.

 

Selain menjadi monumen perlawanan masyarakat China terhadap penjajahan Belanda, kelenteng ini juga menjadi simbol perlawanan masyarakat China terhadap kecurangan saudagar Yahudi yang menguasai kelenteng Sam Poo Kong.

 

Kelenteng terbesar di kawasan pecinan Kota Semarang adalah kelenteng Wie Wie Kiong di Jalan Sebandaran I. Kelenteng ini memiliki kolam hias di atrium depannya yang menjadi simbol bahwa semua masalah bisa diselesaikan. Keunikan kelenteng ini adalah adanya beberapa patung manusia yang bentuknya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa.

 

Satu lagi kelenteng besar di Jalan Sebandaran I adalah kelenteng See Hoo Kiong. Berbeda dengan kelenteng lain yang memuja dewa-dewi pelindung, kelenteng ini memuja Dewa Pedang.

 

“Keunikan klenteng ini adalah memiliki sumur yang terletak di halaman depan yang menurut legendanya merupakan tempat ditemukannya pedang yang kemudian dipuja,”ungkapnya.

 

Salah satu kelenteng besar yang merupakan kelenteng marga adalah kelenteng Tek Hay Bio. Kelenteng yang berada di Jalan Gang Pinggir ini milik marga Kwee. Tek Hay Bio dapat diartikan sebagai Kuil Penenang Samudera, misalnya supaya tidak terjadi tsunami. Kelenteng ini disebut juga sebagai kelenteng Samudera Indonesia, dan peran ini dijabarkan dalam ornamen dengan dominasi unsur laut.


![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya