Kisah Komikus Indonesia, Dilirik Marvel Comics Sejak 1990

Komik Indonesia karya Teguh Santosa
Sumber :
  • Viva.co.id/Dyah Pitaloka
VIVA.co.id
Din Syamsuddin Raih Penghargaan dari Pemerintah Jepang
- Komikus asal Malang punya kesempatan untuk beradu karya dengan seniman lain di industri komik sebesar Marvel Comics di Kanada. Teguh Santosa, seorang komikus yang berkarya sejak tahun 1960an membuktikan hal itu. Hal ini diutarakan lewat penuturan anak Teguh, Dany Valiandra.

Kiai NU KH Mas Subadar Tutup Usia

Menurut Dany, ayahnya itu, komikus kelahiran Kepanjen, Kabupaten Malang,  mendapat tawaran menggiurkan, yakni direkrut Marvel dengan honor selangit, serta berkarya di Kanada. Hal itu terkuak dalam preview pameran komik karya Teguh Santosa di Malang, Minggu 24 Mei 2015.
Berburu Komik dan Mainan di The Jakarta Toys and Comik Fair


"Saat itu, David Roos, ilustrator komik yang mengerjakan serial The Punisher dan Spiderman, berkenalan dengan ayah saya di Bali tahun 1995," kata Dany di Malang, Minggu 24 Mei 2015.


Teguh Santosa, komikus kelahiran tahun 1942 dan meninggal tahun 2000 sedikitnya telah menelurkan sekitar 91 judul komik nasional. Salah satunya adalah trilogi Sandhora, komik yang menggabungkan kisah asmara dan politik antara sepasang insan, Sandhora wanita keturunan Spanyol dan Mat Pelor. Teguh mengerjakan komiknya dengan cara yang kental dengan unsur grafis, seolah mengajak pembaca untuk melihat film, bukan komik.


"Kelebihan itulah yang kemudian membuat ayah saya ditarik oleh Marvel. Dia mendapat tawaran di posisi ink man, pemberi tinta untuk proyek komik The Piranha, berkolaborasi dengan komikus luar dengan honor Rp750 ribu per lembar," katanya.


Upah itu tergolong sangat besar di era 1990an, jika dibandingkan dengan upah komikus dalam negeri, yang saat itu hanya mendapat sekitar Rp2.000 per lembar. Sayangnya tawaran itu terpaksa ditolak lantaran sang seniman tak sanggup meninggalkan keluarga di Malang.


Kini sejumlah komunitas pencinta komik dan seniman di Malang ingin menghidupkan kembali kesenian komik yang nasibnya tak sebaik kesenian lain seperti lukis atau tari. Sebagai langkah awal, Dany berencana melangsungkan pameran komik karya Teguh pada Oktober nanti di Malang. Pengusaha yang berdomisili di Yogyakarta itu juga mengabarkan kemungkinan komik ayahnya bisa difilmkan di layar lebar,


"Saat ini komik Sandhora sedang di baca Hanung (Hanung Bramantyo, sutradara film Nasional). Saya belum tahu hasilnya seperti apa nanti," katanya.


Terpuruknya industri komik di Malang diakui oleh seniman lukis setempat, Bambang Riadi. Setidaknya, pria yang dahulu sempat menekuni komik dan menjadi asisten Teguh Santosa itu terpaksa banting setir menekuni dunia lukis saja.


"Sekitar 1980an saya membantu Teguh mengerjakan tiga judul komik sekaligus. Tapi setelah itu saya tak lagi menekuni komik dan menjadi pelukis sampai sekarang," kata seniman yang populer dengan nama Eros itu.


Kehadiran komik bernuansa lokal juga dinanti oleh sejumlah warga Malang. Abdi Purmono berharap era kebangkitan komik lokal akan segera kembali dan mewarnai referensi komik lain yang kini didominasi oleh komik Jepang seperti manga dan komik impor lainnya.


Komik menurutnya juga bisa dijadikan media kritikan sosial sekaligus informasi yang mengena dan sarat dengan muatan lokal yang berbeda di setiap daerah.


"Sandhora itu komiknya gabungan kisah roman dan politik, dulu seingat saya juga pernah dibredel karena berbau politik itu. Saya berharap komik lokal bisa booming dan jadi tuan rumah di negeri sendiri," kata dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya