Batik Lasem, Warisan Anak Buah Laksamana Cheng Ho

Batik Lasem.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id
Batik Generasi Muda Danar Hadi dengan Sentuhan Modern
- Lasem adalah sebuah kota kecil di pantai utara jawa yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kota lasem dikenal dengan julukan sebagai Tiongkok Kecil (Little Tiongkok). Hampir di seluruh kota terdapat rumah kuno Tionghoa dan kelenteng.
 
Carita Dasa Windu, Hadiah Eksklusif untuk Habibie
Selain dikenal sebagai kawasan pecinan, batik lasem juga dikenal masyarakat. Batik laseman adalah batik bergaya pesisiran dengan motif dan warna yang cerah dan berani.

Batik Alleira Hadirkan Sisi Feminisme Wanita Urban
Beberapa motif batik Lasem.
Beberapa motif batik Lasem. Foto: Dody Handoko
 
Sejarah Batik Lasem erat hubungannya dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413. Cerita Sejarah Lasem karangan Mpu Santri Badra di tahun 1401 Saka (1479 M), ditulis ulang oleh R Panji Kamzah tahun 1858 menyebutkan, anak buah kapal Dhang Puhawang Tzeng Ho dari Negara Tiong Hwa, Bi Nang Un dan istrinya Na Li Ni memilih menetap di desa Bonang setelah melihat keindahan wilayah Lasem.
 
Di pinggir pantai Bonang itu, Na Li Ni membatik bermotifkan burung hong, liong, bunga seruni, banji, mata uang dan warna merah darah ayam khas tionghoa. Motif ini menjadi ciri khas batik lasem. Na Li Ni mengajarkan teknik batik kepada anak-anak warga Lasem di Kemendung (Lasem) kurang lebih tahun 1420 Masehi.

Batik Lasem motif burung hong.
Batik Lasem motif burung hong. Foto: Dody Handoko

Motif batik lasem ternyata disukai banyak orang. Sehingga pedagang antar pulau dengan kapal kemudian mengirim batik lasem ke seluruh wilayah Nusantara. Bahkan diawal abad XIX batik lasem diekspor ke Thailand dan Suriname. Saat itu batik lasem mengalami masa kejayaan.
 
Masa kejayaan batik mulai surut tahun 1950-an. Penyebab utama kemunduran batik lasem adalah karena terdesak oleh maraknya batik cap di berbagai daerah. Selain itu, juga dikarenakan kondisi politik yang menyudutkan etnis Tionghoa yang merupakan penguasa perdagangan batik lasem.
 
Menurut data Forum Economic Development (Fedep) Rembang, tahun 1950-an ada sekitar 140 pengusaha batik lasem. Tahun 1970-an jumlahnya merosot hingga tinggal separo. Puncaknya tahun 1980-an pengusaha batik lasem hanya tinggal mencapai 7 orang saja yang aktif. Selanjutnya perkembangan batik lasem terus mengalami pasang dan surut. Beberapa tahun terakhir mulai bangkit lagi.
 
Motif batik tulis lasem yang terkenal adalah latohan dan watu pecah. Motif latohan berasal dari jenis rumput laut yang banyak ditemukan di kawasan laut Lasem. Latoh termasuk makanan khas Lasem yang bisa dibuat urap sebagai lauk. Bentuknya bulat-bulat kecil seperti anggur.
 
Ciri khas lain batik tulis lasem adalah warna, yakni merah darah ayam. Warna itu tak bisa ditiru oleh pengrajin batik di wilayah lain. Air untuk mencampur pewarna merah mengandung zat khusus dari gunung Lasem, Argopuro.
 
Jika air dari Lasem dicampur dengan cat akan menghasilkan warna cerah yang berbeda dari yang lain. Itu tak bisa ditiru pengrajin batik di kota lain karena pengaruh dari letak geografis Lasem. 
 
Pengrajin batik yang tertua dalah Sigit Witjaksono atau Nyo Tjoen Hian. Sigit Witjaksono lahir pada 1929. Lelaki yang kini berusia 85 tahun itu mewarisi usaha batik dari sang ayah, Nyo Wat Dyiang, yang berdiri pada 1923. Sigit menamakan usaha kerajinan batiknya Sekar Kencana.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya