Badan Ekonomi Kreatif: Bioskop Indonesia Harus Ditambah

Ilustrasi Film
Sumber :
  • REUTERS/Fred Prouser

VIVA.co.id - Ekonomi kreatif merupakan sumber ekonomi yang tak pernah habis. Saat ini ada 17 subsektor ekonomi kreatif yang dikembangkan oleh pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif. Dari 17 subsektor ekonomi kreatif tersebut, film akan menjadi prioritas yang akan dikembangkan.

Diancam, Film Ini Tetap Lakukan Pemutaran Terbatas

Demikian disampaikan Ketua Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf dalam sambutannya ketika membuka Kongres XIX Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) yang berlangsung di Hotel Oria, Jakarta, Kamis 17 September 2015.

Menurut Triawan, dalam rantai film ada tiga aspek yang penting, yakni produksi, distribusi dan eksibisi. Dari ketiga hal itu, bidang eksibisi akan diperbaiki dalam waktu dekat. Karena, pada gilirannya hal itu juga akan berdampak pada aspek produksi dan distribusi.                    

The Professional, Film Terbaru Arifin Putra

“Dalam masalah ini kita tidak bisa menyalahkan siapapun. Kita akan berusaha menambah jumlah bioskop di Indonesia agar film yang diproduksi mendapat kesempatan yang lebih luas untuk dipasarkan. Kalau bioskopnya banyak, kita tidak takut untuk memberi film kepada siapa pun,” ujarnya menambahkan.

Sementara, Ketua Umum PPFI H M Firman Bintang mengatakan, kondisi perfilman nasional dewasa ini pada umumnya masih sama dengan empat tahun sebelumnya, dimana ada beberapa film nasional yang sukses seperti film Habibie-Ainun, 5 Cm, The Raid dan lainnya yang dapat dihitung dengan jari. Namun, sebagian besar film Indonesia yakni sekitar 70% merugi.

Terekam CCTV Cabuli Gadis Panti Asuhan, Ketua PSI Gubeng Surabaya Dicokok Polisi 

"Sesungguhnya ada peluang untuk berkembang bagi film-film nasional yang berkualitas. Jika para produser saat ini ditanya mengenai produksi film nasional, maka yang terlintas dibenaknya adalah bagaimana cara mengurangi biaya produksi agar film nasional yang dihasilkan tidak mengalami kerugian yang terlalu besar dalam proses penayangannya di bioskop," ucap Firman.

Menurut Firman, peningkatan produksi film nasional di era digital cukup signifikan, di pihak lain peningkatan pertunjukan film impor juga sangat fantastis karena kecenderungannya pada satu dasawarsa terakhir masih dua kali lebih banyak dari film Indonesia. Sementara perkembangan bioskop relatif stagnan.

"Karena itu, kita memerlukan peraturan yang tidak hanya mampu mengatur berbagai kepentingan yang saling berhadapan, akan tetapi peraturan juga diperlukan agar para pihak (stakeholders perfilman) tahu hak dan kewajiban masing-masing. Selanjutnya, Peraturan turunan dari UU Perfilman, baik berupa PP ataupun PERMEN diharapkan dapat melindungi kepentingan (film) nasional yang lebih luas," ucap Firman.

Dengan langkanya bioskop di daerah, Firman mengimbau sekiranya masalah pengembangan bioskop seyogianya sudah harus dicabut dari Daftar Negatif Investasi (DNI) pemerintah. Manfaat yang akan dicapai dengan dicabutnya bioskop dari DNI, antara lain akan tumbuh lebih cepat bioskop-bioskop daerah.

"Pertumbuhan bioskop yang pesat diharapkan mampu memperbesar pasar (market share) film Indonesia di dalam negeri."

Mendengar usulan dari para produser film, Triawan Munaf mengatakan, pemerintah akan segera akan mencabut DNI.

“Pak Jokowi sudah tahu permasalahan di perfilman. Tahun ini sudah kami sudah sepakat DNI akan dicabut,” kata Triawan.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya