Mengintip Keseharian Suku Bajo di Pulau Kaleroang

Pulau Kaleroang
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Tasya Paramitha

VIVA.co.id - Pulau Kaleroang adalah salah satu dari begitu banyak pulau di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah sekaligus merupakan tempat tinggal Suku Bajo terbanyak di Nusantara. Jika Anda mencari kata kunci Pulau Kaleroang di Google, belum banyak foto maupun tulisan mengenai pulau di Kecamatan Bungku Selatan tersebut. Ini, karena akses yang cukup sulit.

Padahal desa di pulau tersebut menjadi tempat tinggal penduduk yang cukup banyak yaitu sekitar 14 ribu jiwa. Letaknya berdekatan dengan Pulau Paku dan Pulau Salabangka.

Nah, kali ini VIVA.co.id akan berbagi pengalaman berkunjung ke Pulau Kaleroang, Morowali, Sulawesi Tengah.

Menikmati Liburan Nyaman di Kapal Pesiar

Pulau Kaleroang

Beberapa hari yang lalu tepatnya Sabtu, 21 November 2015, pemda setempat bersama masyarakat di Pulau Kaleroang dan Kementerian Pariwisata menyelenggarakan Festival Bajo Pasakayyang-- festival budaya Suku Bajo, salah satu suku tertua di Nusantara. Saya berkesempatan meliput gelaran festival tersebut dan menghabiskan dua malam di Pulau Kaleroang.

Sedikit mengenai Suku Bajo, suku ini merupakan suku pengembara yang dikenal sebagai nelayan tangguh. Seluruh aspek kehidupan masyarakat suku ini bergantung dengan laut. Itu lah yang membuat suku Bajo sering disebut sebagai pengembara samudera.

Meski berasal dari Johor, Malaysia, saat ini masyarakat suku Bajo telah menyebar dan tinggal di berbagai daerah perairan di sejumlah negara. Morowali menjadi salah satu tempat tinggal suku Bajo terbanyak di dunia.

Pulau Kaleroang

Bersama rombongan, saya tiba di Pulau Kaleroang sekitar pukul 22.00 WITA. Sebagian daerah di sana dipenuhi dengan rumah-rumah penduduk. Untuk beraktivitas sehari-hari, mereka menggunakan perahu, motor atau sepeda.

Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil laut yang didapat bahkan banyak yang diekspor ke mancanegara, salah satunya ke Jepang.

Anda juga bisa melihat masih banyak Suku Bajo yang tinggal di perahu tradisional mereka.

Menyusuri Sungai Cigenter, 'Amazon' di Ujung Kulon

Pulau Kaleroang

Di pulau ini belum tersedia fasilitas penginapan khusus untuk para wisatawan. Namun, banyak rumah warga yang beberapa kamarnya dijadikan homestay dan disewakan. Harganya tentu saja tergantung hasil tawar menawar Anda dan sang empunya rumah.

Meski banyak warung makan atau warung kopi dan mi instan yang buka di pulau ini, ada baiknya Anda membayar biaya menginap di rumah warga yang sudah termasuk biaya makan. Dengan begitu, sang tuan rumah akan menyajikan deretan hidangan lokal untuk makan pagi, siang dan malam.

Berada di Pulau Kaleroang selama tiga hari dua malam, saya juga telah mencicipi banyak makanan khas lokal yang hampir seluruhnya merupakan olahan hasil laut, mulai dari kerang, ikan, kepiting, udang, bulu babi hingga lobster. Umumnya warga membumbuinya dengan bumbu sederhana dan memasaknya dengan cara dibakar, ditumis atau dibuat sup dengan kuah kuning.

Penyediaan listrik dan air bersih di sini juga terbatas. Setiap dini hari, listrik selalu dipadamkan dan baru dinyalakan setelah maghrib. Meski beberapa rumah memiliki genset sendiri, mereka terbilang jarang menggunakannya karena harga solar yang terbilang mahal.

Pulau Kaleroang

Pantai Kayuburu Tuan Rumah Festival Nasional Musik Tradisi

Begitu pula dengan sinyal internet yang belum masuk ke pulau ini. Anda hanya bisa menelepon atau mengirim pesan singkat. Itu pun hanya dapat dilakukan di beberapa titik yang dapat menerima sinyal telepon genggam.

Meski begitu, penduduk di sana sudah memiliki beberapa fasilitas seperti lapangan, aula, kantor administrasi penduduk, puskesmas, masjid dan sekolah. Bagi para penduduk pulau-pulau di Morowali, pulau Kaleroang dianggap sebagai pulau singgah sehingga dermaganya tak pernah sepi dari aktivitas.

Dari Kaleroang, Anda bisa berkunjung ke Kepulauan Sombori yang pemandangan alamnya sering disebut merupakan kombinasi dari keindahan alam Wakatobi, Raja Ampat dan Bunaken.

5 Bukti Kepribadian Menentukan Tempat Berlibur Anda

Tempat berlibur petualang tentu berbeda dengan yang suka santai

img_title
VIVA.co.id
7 Agustus 2016