Barbershop, dari Pinggir Jalan Hijrah ke Mal

Barbershop Gaya Vintage di Jakarta
Sumber :
  • Rintan Puspitasari/VIVA

VIVA.co.id - Tampil trendi kini sudah bukan dominasi kaum hawa lagi, kaum adam pun tak mau ketinggalan, terutama pria-pria metroseksual. Mereka umumnya menaruh perhatian lebih terhadap penampilan. Tak hanya peka fesyen, gaya rambut pun selalu mengikuti kekinian. Entah itu model Mohawk, Goza, undercut, atau klasik yang tak lekang oleh waktu.

Tak heran jika barbershop pun 'hijrah' ke pusat-pusat perbelanjaan. Mereka membidik pasar yang lebih luas, tidak lagi konsumen 'pinggir jalan'.

Tren barbershop masuk mal ini sebetulnya sudah terjadi sejak setahun lalu. Di pusat perbelanjaan barbershop-barbershop ini mudah dikenali. Biasanya di dekat pintu masuk akan dipasang ciri khasnya, lampu tiga warna: putih, merah, biru. Lampu ini disebut barber pole karena kerap berputar.

Barber pole tiga warna ini memiliki arti khusus. Ini merujuk pada sejarahnya dahulu, di mana barbershop identik dengan klinik, sehingga warna-warna itu pun memiliki arti yang bersinggungan dengan ilmu kedokteran, yakni perban untuk putih, merah untuk darah, dan biru yang diartikan sebagai pembuluh vena.

Tetapi kini barbershop tentu saja berbeda jauh. Tak ada lagi alat-alat medis dan bau obat menyengat, yang ada kursi berjejer yang ditata apik dan semburat wangi pomade. Tak seperti salon-salon yang terkesan feminin, nuansa barbershop sebaliknya, mengumbar aura maskulin.

Zikra L Anwar, pemilik Batavia Barbershop kepada VIVA.co.id, menuturkan, pihaknya memang membidik pria-pria trendi yang sadar akan penampilan, namun enggan menginjakkan kaki ke salon karena malas mengikuti ritualnya. Menurut dia, layanan barbershop memang lebih singkat dibandingkan salon. Sebab kaum adam ini memang tidak menyukai ritual lama yang biasanya diterapkan di salon. Pria menyukai hal yang sederhana, rapi dan bagus. Sejatinya, pria cenderung tidak nyaman saat harus berada di salon dan berada di antara wanita. 

Sama halnya dengan Zikra, Bayu Aryo Susanto, pemilik PAXI Barbershop, mengakui bahwa seiring dengan perkembangan, pria kini lebih bergaya. Namun tak seperti kaum hawa yang memiliki loyalitas tinggi terhadap salon untuk merawat tubuhnya, pria tidak begitu.

Pria lebih easy going, mereka bisa cukur dimana pun dan kapan pun mereka inginkan. Maka disinilah tantangan bagi para pemilik barbershop untuk bisa bertahan dalam industri yang semakin ketat persaingannya ini.

Beberapa barbershop menawarkan konsep unik yang membuat pelanggan senang berada di sana. Beberapa lagi memilih tetap mempertahankan keaslian sebuah barber. Pilihan tentu saja di tangan konsumen.

Pax Wijaya misalnya. Siapa orang di Jakarta yang tidak mengenal barbershop yang bisa disebut sebagai 'nenek moyangnya' barbershop di ibukota itu. Berganti pemilik sebanyak tiga kali, Pax Wijaya telah berdiri sejak tahun 1958. Sempat mengalami masa kejayaan, kini kehadiran barbershop yang semakin banyak mau tak mau mempengaruhi usaha Pax Wijaya. Jika di tahun 1958 hingga 1990, sehari mereka bisa melayani hingga 600 orang. Kini rata-rata per hari sekitar 20 orang.

"Orang lebih senang mencari yang dekat dan terjangkau, kan sekarang banyak juga di mal," kata senior barber di Pax Wijaya, M Nisman. Nisman sendiri telah bekerja di Pax Wijaya sejak 1965.

Banyak Orang Tunda Nikah karena Gak Punya Biaya, Zaskia Adya Mecca: Rp7,5 Juta Itu Cukup

Konsep Unik

Nisman mengakui, Pax kini bukan pemain tunggal lagi. Saat ini  menemukan barbershop semudah menemukan makanan cepat saji. Semakin menjamurnya barbershop menjadi bukti semakin tingginya tingkat kepedulian pria pada penampilannya. Pax sendiri mempertahankan keaslian sebuah barbershop.

Konsep unik diusung Batavia Barbershop yang membuka barbershop di Cilandak Town Square.  Suasana tempo dulu seolah menyapa pelanggan begitu menginjakkan kaki di sini. Interiornya serba vintage. Musik yang mengalun pelan langsung membuai pelanggan yang datang.

Sejak berdiri tahun 2012, kata Zikra, Batavia telah memiliki dua cabang, dan masing-masing cabang memiliki tema berbeda. Jika Batavia Barbershop Cilandak Town Square bertema klasik 30, Batavia Barbershop di Blok M bertema Colour for 80.

Zikra mengaku sengaja mengusung tema klasik, karena ketertarikannya pada barang-barang vintage. Jauh sebelum membuat Barbershop, pria yang memiliki impian membuat coffeeshop ini telah memiliki banyak koleksi barang jaman dulu alias jadul, mulai dari radio, lemari, telepon kuno, sepatu roda, walkman, bahkan buku bacaan zaman dahulu seperti komik.

Batavia Barbershop berdiri tahun 2012 karena 'kecelakaan'. Jauh sebelum dibangun barbershop, Zikra berniat membuka sebuah coffeeshop. Namun sayang semua mimpinya harus terbentur kenyataan sepahit kopi. Pemilik kios yang dia sewa ternyata tidak berkenan jika tempat tersebut digunakan untuk berjual Food and Beverages.
 
Singkat cerita, kebiasaan berlama-lama di Citos membuat Zikra akhirnya memutuskan membuat Barbershop. Tujuan awalnya waktu itu, membuat tempat khusus bagi pria, di mana mereka bisa berlama-lama sembari menunggu istri ataupun anak berbelanja.

Diutarakan Zikra, hal ini berasal dari pengalaman pribadinya. Tidak banyak tempat tujuan di mal bagi pria untuk menghabiskan waktunya. Akhirnya terpikirlah membangun barbershop. Barbershop menjadi pilihan karena pria terkadang tidak nyaman saat harus berada di salon, mengantre bersama banyak wanita dan menjadi minoritas. Selain itu waktu yang dihabiskan juga terlalu lama hanya untuk potong rambut. "Ditambah lagi pria tidak pernah merencanakan kapan akan potong rambut," katanya.
 
Seolah berjodoh dengan niatnya, kebetulan Zikra menemukan sebuah gudang dengan barang-barang tua, disanalah dia menemukan kursi barbershop pertamanya tanpa sengaja. "Kursi cukur lama yang ditemukannya sudah berusia sekitar 50 tahun dan dalam keadaan tak terurus," ucap Zikra.

Kondisi kursi ini langsung mempengaruhi semua barang yang ada di barbershopnya. Untuk menyesuaikan, barang-barang koleksi vintage yang ada di rumah dijadikan properti di Batavia Barbershop.
 
Mengusung konsep sharing for vintage passion, inspired people to care the environment, appreciate to loyal customer membuat garis merah Batavia Barbershop. Sharing for vintage passion, bagi pelanggan yang menyukai barang-barang vintage bisa saling belajar, Appreciate to Loyal Customer dengan pemberian poin dan member, kemudian inspired people to care the environment dengan paperless nota, semua transaksi dikirim melalui email pelanggan, tidak
ada nota atau struk.

Kata Zikra, tiga basis persaingan yang ditetapkan Batavia Barbershop adalah simple, cozy, friendly (simple service, cozy place, friendly people/crew). Layanan yang diberikan di barbershop ini antara lain handuk hangat, pijak kepala, tisu untuk mengikat leher agar rambut tidak masuk ke kemeja.

Dengan harga sekali cukur Rp 65ribu, pelanggan tidak hanya akan mendapat kepuasan hasil cukur yang bersih dan rapi, juga nilai plus lainnya, seperti mempelajari sejarah dari barang-
barang vintage yang ada.

Cuma itu? Belum. Batavia juga memanjakan pelanggannya dengan pomade khusus. Barbershop ini bekerjasama dengan vendor lain untuk menyediakan pomade, beard oil, shaving cream. Foam dingin  langsung diambil dari Bali dan sengaja dipilih yang menggunakan mint untuk memberikan efek segar. Bagi penggemar pomade, pilihan pomade di Batavia terbilang cukup banyak. Bahkan Batavia Barbershop memiliki toko terpisah yang khusus menjual pomade.

Langganan Presiden


Tidak sulit menemukan barbershop yang satu ini, karena 24 cabangnya tersebar di pusat-pusat perbelanjaan. PAXI pertama kali dibuka di Plaza Senayan. AWalnya, kata Bayu, ia memiliki barbershop di sebuah ruko kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Seiring berjalannya waktu ia bekerjasama dengan Armen Noor, untuk memperluas jaringan PAXI, di antaranya mal-mal.

Masuknya PAXI ke mal, kata dia, melalui proses yang rumit dan panjang. Manajemen harus  mempertimbangkan kenyamanan pelanggan yang rata-rata kalangan selebritis, pejabat negara hingga Presiden. Karenanya pilihan lokasi pun sangat menentukan. Lokasi PAXI biasanya di dekat eskalator, atau tempat parkir. Bahkan di Pacific Place, lokasinya dekat dengan sebuah lorong
yang menghubungkan dengan Ritz Carlton. 

Lalu Siapa saja pelanggan barbershop ini? "Mulai Raffi Ahmad, Dudde Herlino, presiden dari zaman Gus Dur, kecuali Pak Jokowi, mantan Kapolri Timur Pradopo," kata dia.

Saat VIVA.co.id mengunjungi salah satu PAXI barbershop di Pacific Place, kesan simpel, terang dan bersih yang tertangkap. Kursi khas barbershop berjajar rapi, di setiap meja terdapat alat pensteril peralatan cukur. Juga ada beberapa merek pomade tersusun rapi di dalam showcase.

Dengan segmen menengah atas, rasanya tidak berlebihan ketika barbershop ini menentukan tarif cukur sebesar yakni Rp 100 ribu. Harga tersebut sudah termasuk fasilitas pijit, hot towel. Layanan lain yang ditawarkan adalah cuci rambut, dan semir sepatu.

"Waktu yang diperlukan pelanggan di sini tidak terlalu lama, hanya sekitar 15  hingga 30 menit," kata Bayu.

Model cukur pun beragam. Bisanya pelanggan usia 30-45 tahun memilih semi undercut, sedangkan pria usia 50 tahun keatas lebih menyukai tampilan natural, agar lebih gampang  disisir. Tren potongan rapi ini telah terjadi sejak 2 hingga 4 tahun ke belakang.

Joe Biden Won't Support an Israeli Counterattack on Iran

Ditegaskan Bayu, setiap barbershop memiliki aturan masing-masing. Untuk PAXI dan semua franchisenya, tidak menerima wanita sebagai pelanggan. Alasannya, PAXI tidak mau imejnya yang telah terbentuk selama ini sebagai tempat cukur pria berubah seperti salon.

PAXI menyadari bisnis barbershop ini akan semakin ketat persaingannya sehingga manajemen telah mempersiapkan diri menghadapi perubahan tersebut. Caranya, konsisten mempertahankan prinsip, seperti tetap tidak menerima tamu perempuan karena imej potong pria adalah PAXI.

Namun Bayu tidak memungkiri, bahwa menjamurnya barbershop ternyata juga sempat membawa dampak bagi PAXI.

"Sempat mengalami penurunan sekitar 20 hingga 30 persen, namun dalam waktu setengah bulan tren kembali meningkat," jelas pria yang pernah merasakan pahitnya dampak krisis 98 tersebut.

Melawan Arus

Berbeda dengan Batavia dan PAXI, Alexander Barbershop, memilih melawan arus. Barbershop ini tidak memilih mal sebagai 'basecampnya'. Terletak di Kemang Raya, Alexander Barbershop yang berdiri sejak tahun 2012 kini berkembang dengan 11 cabang lainnya.

Kesan laki-laki sangat terasa begitu memasuki barbershop milik Alexander ini. Dengan tema besar “Menghormati Indonesia”, Alex sukses menyulap barbershop miliknya menjadi layaknya rumah nenek. Barang-barang oldies terdapat di segala sudut barbershop, dan barbershop ini mengambil tema warna hitam untuk semua peralatan plastik, coklat untuk  kayu, dan putih untuk tembok. Ketiga pilihan warna tersebut semakin mempertegas kesan tua.

Apalagi Alex memajang meja rias berusia 60 tahun, lampu dari zaman Jepang, kipas angin zaman Belanda, meja dan kursi tua yang biasanya hanya bisa ditemui di rumah nenek pun ada di barbershop ini. Lalu saklar tua model bulat, selain itu juga ada berbagai gambar tokoh tahun 80 hingga 90an terpajang di hadapan pelanggan barbershop.

Menariknya, pria asal Belanda yang baru tinggal di Indonesia selama kurang lebih 13 tahun ini ternyata penggemar berat Presiden pertama RI, Soekarno. Dia pun memasang satu foto besar Soekarno di barbershop ini.

Pria kelahiran 1974 ini beruntung saat mendapatkan satu kursi barber seri tertua dari Takana. Usia kursi berpenampakan bulat dan memiliki semacam stir nahkoda di sisi kanannya tersebut sekitar 100 tahun. Kini kursi tersebut digunakan Iwan, chief barber di Alexander Barbershop.

Terlepas dari nuansa vintage, Alexander Barbershop juga mengedepankan kualitas dan kepuasan pelanggan. Bahkan ada juga wanita yang datang ke sini karena ingin rambutnya dipotong pendek seperti Miley Cyrus.

Untuk jasa cukur rambut, Alex memasang harga Rp 85 ribu. Alex pun memberikan servis gratis kepada pelanggan setianya, yakni cuci rambut dan pijat.

Karena fokus pada kualitas dan mengutamakan rasa kekeluargaan, Alexander Barbershop memberikan garansi potong gratis. Syaratnya, kesalahan pada pelanggan bukan dari barber. Jangan takut salah potong, karena barber di sini memberikan masukan potongan seperti apa yang lebih sesuai dengan bentuk kepala.

"Karena mereka tidak lihat kepala, kita (barber) yang lihat, rambut juga bukan kita yang nikmati tapi orang lain” ujar Chief Barber Iwan.

Kata Iwan, pria yang senang mengenakan celana chino, sepatu docmart dan kemeja ketat, pilihan potongan rambut yang tepat adalah undercut. Model ini diprediksinya akan bertahan beberapa tahun ke depan. "Hanya mungkin lebih ekstrem, seperti undercut agak miring,” tambah Alex.

Harley-Davidson X440

Harley-Davidson Siapkan Moge Murah Lagi Usai Luncurkan X440

Harley-Davidson dilaporkan sedang mempersiapkan motor murah lainnya, yang disebut Nighster 440. Di mana motor ini diprediksi akan menggunakan mesin yang sama dengan X440.

img_title
VIVA.co.id
15 April 2024