Sulit Dana, Mira Lesmana Batal Produksi Film 'Bumi Manusia'

Mira Lesmana.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Produser film Mira Lesmana sudah lama berambisi mengadaptasi salah satu novel tetralogi legendaris, Bumi Manusia, karya mendiang Pramoedya Ananta Toer ke layar bioskop. Namun, apa daya, masih kekurangan dana sehingga ambisi itu masih harus dia kubur.

Hari Pertama Tayang, Film Petualangan Sherina 2 Raih Rekor Tertinggi di 2023

Padahal, Mira mengaku meluangkan waktu selama dua tahun hanya fokus untuk mengumpulkan dana. Namun, hal itu tetap saja tidak bisa dilakukannya dengan mudah.

“Pada kenyataannya memang untuk mengumpulkan dana pembuatan film Bumi Manusia masih sangat sulit,” lanjut Mira.

Sherina dan Sadam Kembali di Film Petualangan Sherina 2, Siap Bawa Nostalgia Mulai 28 Oktober

Oleh karena itu, Mira pun harus rela pembuatan film Bumi Manusia harus dikerjakan oleh orang lain. Menurutnya, saat ini sudah terdapat sebuah rumah produksi besar yang bersedia mengerjakannya, dan menanggung segala biayanya.

“Namun, bukan saya dan Riri Riza yang mengerjakannya,”ucap Mira.

Respons Sherina Munaf Bikin Film Petualangan Sherina Berubah Haluan

Sebelumnya, pada tahun 2011 lalu sempat beredar kabar jika film Bumi Manusia akan diproduksi oleh Mira Lesmana, dan disutradarai oleh Riri Riza. Film itu rencananya akan ditayangkan pada tahun 2012 lalu. Namun, hingga saat ini pembuatan film tersebut masih mengalami sejumlah hambatan.

Bumi Manusia sebenarnya merupakan salah satu judul novel tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer. Novel tersebut ditulis Pramoedya saat dia ditahan di Pulau Buru setelah dia dianggap sebagai anggota PKI.

Novel tersebut menceritakan tentang kehidupan Minke. Minke merupakan seorang pelajar pribumi yang jatuh cinta kepada gadis indo, Annelies, dan putri dari Nyai Ontosoroh. Konflik mulai muncul saat pengadilan memutuskan bahwa Annelies harus kembali ke Belanda.

Sebab, berdasarkan peraturan saat itu seorang anak yang lahir dari pernikahan campuran Belanda dan pribumi, harus dikembalikan kepada pihak ayah yang merupakan seorang Belanda totok. Hal itulah yang membuat Minke, dan Nyai Ontosoroh berusaha melakukan perlawanan terhadap perlakuan diskriminatif pemerintah kolonial saat itu.

Novel itu sempat dilarang beredar pada pemerintahan Orde Baru. Namun, setelah era reformasi novel itu kembali beredar, bahkan dicetak ulang oleh sebuah perusahaan penerbitan.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya