Macho Lewat Terapi Hormon

Ivan Gunawan
Sumber :
  • Instagram.com/ivan_gunawan

VIVA.co.id – Wajah Dena Rachman dalam foto di antara keluarga besar mantan Presiden Soeharto tampak semringah. Dandanannya ciamik. Kebaya kutubaru bernuansa biru yang dipadukan selembar jarik, terlihat pas di tubuhnya.  Rambutnya disanggul tinggi, semakin menonjolkan parasnya yang ayu.

Ivan Gunawan Tahun Baruan di Italia, Tapi Bukan Liburan

Foto itu diambil awal Mei 2016, saat ia didapuk menjadi pengiring pengantin dalam pernikahan cicit Soeharto, Putri Ariyanti Haryo Wibowo, yang juga karibnya.

Sekelumit kisah Dena. Jika dilihat penampilannya saat ini siapa nyana, ia merupakan artis transgender. Terlahir sebagai lelaki tulen, beranjak remaja, penyandang nama lahir Renaldy Rachman ini merasa ada yang 'salah' dalam tubuhnya.

Sambut Ramadan, Ivan Gunawan Jual Busana Muslim

Melalui pergulatan panjang, ia mengikuti kata hatinya, mengubah penampilan seperti perempuan. Sejumlah persiapan dilakoni, mulai dari konsultasi pada seorang psikolog hingga menjalani terapi untuk meningkatkan hormon estrogen dan menekan hormon testosteronnya. Setelah proses bertahun-tahun itu, jadilah sosok Dena seperti yang terlihat saat ini.

Mantan penyanyi cilik itu tidak sendirian. Publik figur yang juga menjadi sorotan karena memilih transgender adalah ayah tiri bintang reality show Amerika Serikat, Kim Kardashian, Bruce Jener. Bruce mengubah total penampilannya menjadi seorang wanita. Tak hanya terapi hormon, ia juga menjalani 'laryngeal shave', salah satu prosedur melembutkan bentuk jakun. Ia memilih nama Caitlyn untuk sosoknya yang baru.

Baba Vanga Ramal Perang Dunia III Akan Terjadi, Gegara Konflik Iran-Israel?

Maraknya terapi hormon tidak hanya dilakukan pria yang ingin mengubah penampilan menjadi sosok dewi. Kini, terapi 'jantan' juga banyak dilakukan para lelaki. Mereka tak ingin terlihat lembut atau sekadar tampan, tetapi juga macho.

Agar terlihat sangat lelaki, kaum adam mengidentikkan diri dengan brewok, kumis, dan jambang. Sayangnya, tidak semua laki-laki dianugerahi bulu lebat, apalagi di area sekitar wajah. Solusinya selain menggunakan obat penumbuh rambut, yang lebih cepat dan berkelas adalah suntik hormon.

Salah satu selebriti Tanah Air yang melakukan cara ini desainer sekaligus presenter kondang, Ivan Gunawan. Ivan yang biasa disapa Igun mengaku lebih percaya diri dengan penampilan 'jantan'-nya saat ini.

Investasi Ganteng

Saat menjadi bintang tamu di sebuah acara  di televisi, wajah Igun tampak dipenuhi brewok dan janggut tipis. Brewok dan janggutnya itu tidak serta merta tumbuh di wajahnya. Tiga tahun lalu, wajah Igun masih klimis. Ia juga kerap tampil dengan riasan make up. Gayanya pun kemayu.

Namun penampilan ala wanita ditinggalkannya sejak ia melakukan perawatan yang disebutnya sebagai 'investasi kegantengan'. "Aku mulai investasi kegantengan sebenarnya tiga tahun yang lalu," ucap Igun.

Investasi kegantengan dijalani Igun agar tampil lebih maskulin. Ia mengaku ingin berubah total dan terlihat lebih laki-laki. Segala cara pun dilakoni, sampai akhirnya Igun memilih terapi hormon.  Terapi membuat hormon testoteronnya meningkat, rambut di tubuhnya pun kian tumbuh lebat.

"Memiliki brewok buat aku nyaman, jadi sekalian saja enggak aku cukur-cukur dulu," katanya.

Bagaimana Irvan Gunawan tiba-tiba tertarik melakukan terapi hormon? Kepada VIVA.co.id, ia mengaku awalnya memang ingin terlihat lebih lelaki. Namun ia juga mengalami kendala menurunkan berat badan.

Dari seorang temannya ia mendapat informasi, meningkatkan hormon testosteron juga bisa membantu menurunkan berat badan. Ia pun mulai mencari-cari informasi seputar terapi hormon. Dan, tekadnya kian bulat untuk membuktikan omongan sang kawan.

"Setelah semuanya di-check up, darah lengkap dan lain-lain, di badanku ?terlalu banyak hormon perempuannya, jadi harus balance dengan dibantu hormon laki-laki, tiroid dan kolesterol semua dibenarin," ucap Igun yang memilih dokter Widia untuk terapi hormonnya itu.

Usai menjalani terapi hormon, Igun mengaku bekerja keras untuk mendapatkan bentuk dan bobot tubuh yang diinginkan.

Upaya Igun semakin kuat karena dukungan keluarga besar. Saat menjalani terapi, ia memberi pengertian dan penjelasan serinci mungkin kepada keluarga. Bahwa tujuannya baik.

Igun lalu menuturkan pengalamannya di awal terapi. Kata dia, sebelum terapi dijalankan, ia harus berpuasa terlebih dahulu. Ia juga harus membatasi asupan. Saat itu hanya apel yang boleh masuk ke tubuhnya.

Puasa yang dilakukan bertujuan untuk mendetoks tubuh, membersihkan usus, hati dan lemak tubuh. Proses detoks dijalani selama enam hari. Sejumlah tahapan juga dilakukan di dua bulan pertama, hingga ia terbiasa tidak makan malam dan menghindari nasi.

Saat itu ia mulai merasakan perubahan signifikan, badannya menjadi lebih enteng, tidak mudah sakit. Terpenting, ia tidak pernah lagi menjalani suntik vitamin C demi meningkatkan kebugaran. "Jenggot juga makin lebat," ujarnya.

Proses terapi yang dijalaninya dipantau khusus seorang dokter. Berat badannya pun turun secara bertahap seiring metabolisme tubuhnya yang kian membaik.

Dan sejauh ini, ia mengaku puas karena terapi hormon yang dijalaninya membuat ia lebih peduli dan memperhatikan secara berjala tekanan dan gula darahnya.

Soal biaya yang telah dikeluarkan demi investasi kegantengannya, Igun menolak membeberkan. Yang pasti, kata dia, terapi dilakukan oleh dokter, karena selain jelas keahliannya, harganya pun lebih masuk akal.

Terapi hormon juga dilakoni Adri Prastowo. Karyawan swasta beranak satu ini mengaku rutin mengonsumsi vitamin B7 dan vitamin H sejak setahun terakhir. Dari pengalamannya, perubahan mulai tampak sejak tiga bulan paskaterapi.

Perubahan paling nyata adalah tumbuhnya rambut di bagian tubuh. Padahal sebelum terapi, Adri termasuk cowok klimis. "Selain jenggot, brewok, rambut di kepala juga tambah gondrong, di tangan juga tumbuh rambut-rambut halus," katanya.

Namun Adri mengingatkan bahwa terapi hormon yang dia lakoni memiliki efek lain. Selain tubuhnya yang mulai berisi, libidonya juga meningkat drastis. Sejak menjalani terapi ini, bobot tubuhnya naik hingga 10 kg. "Libido juga tinggi," ucap Adri.

Berbeda dengan Ivan yang dipantau dokter khusus, Adri menjalani terapi berdasarkan informasi yang didapat dari hasil pencariannya di internet. Vitamin ia dapatkan dari toko online.

Untuk semua perubahan ini, dalam sebulan Adri mengeluarkan biaya sekitar Rp300 ribu. "Langsung habis sebulan, bulan depan ya beli lagi," ujar Adri yang mengaku puas dengan penampilan barunya.

Ditambah lagi terapi hormon yang dilakoninya  mendapat  dukungan penuh sang istri. "Makin macho katanya. Keluarga juga bilang saya lebih laki-laki," ucapnya.

Pandangan Medis

Dokter ahli terapi hormon, dr Heru Oentoeng SpAnd angkat bicara soal terapi hormon yang kini marak, dan di antaranya dilakukan Igun. Dalam pandangan medisnya, Heru berpendapat, terapi hormon yang dijalani Ivan Gunawan hanya sebatas untuk menambah kepercayaan dirinya sebagai seorang laki-laki sejati.

Karena itu, menurut dia, langkah Ivan memilih terapi hormon untuk menumbuhkan kembali rambut atau bulu di bagian wajahnya agar tampak garang dan macho sah-sah saja.

"Nggak ada masalah. Ivan sebelumnya punya (keturunan) janggut dan brewok. Bahkan bulu dadanya bisa tumbuh lebat terus dia pangkas sampai habis. Kalau kemudian ia ingin mengembalikan dengan terapi hormon ya enggak apa-apa," ucap Heru.

Heru menambahkan kebutuhannya untuk mengembalikan fisik layaknya laki-laki bagi Ivan merupakan hal penting agar dirinya terlihat lebih jantan. Namun berdasarkan pengalamannya, terapi hormon tidak menjamin perilaku seseorang yang menjalaninya berubah, terkecuali soal fisik.

Terapi hormon apapun, kata dia, tak bisa memperbaiki orientasi seksual seseorang. Namun mampu meningkatkan gairah seksual.

"Ya, misal seseorang yang banci lalu jadi jantan secara total itu tidak bisa. Jadi tidak bisa memperbaiki orientasi seksual. Tapi memperbaiki fisik bisa kalau memang asalnya ada (turunan brewok dan berjanggut)," ucap Heru.

Keinginan pasien untuk berubah, ia menambahkan, harus didukung oleh dirinya sendiri. Sebab tidak sedikit pasien yang gagal menjalani terapi hormon lantaran tak ada niat serius untuk mengubah perilaku.

"Ada pasien yang orientasi seksualnya cenderung homo seksual lalu dia ingin terapi hormon. Tetapi selama dirinya tak punya keinginan kuat kembali normal yakni menyukai lawan jenis, ya tetap tidak bisa. Mubazir terapi hormonnya, jika tidak diikuti keinginan kuat," tegas Heru.

Soal terapi hormon yang jarang terdengar di tengah publik, Heru menjawab singkat. Menurutnya, tak semua pasien ingin dipublikasi dengan berbagai alasan.

"Bukan populer atau tidak. Belum tentu orang yang berobat dengan terapi hormon mau dipublish. Mereka mungkin punya alasan sendiri, bisa saja malu," ucapnya. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya