Isu Kelangkaan Obat, Kemenkes Sarankan Solusi E-Monev

Dengan adanya edukasi pengenalan warna obat, membuat peluang tertukarnya obat menjadi menurun.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Kelangkaan obat di era Jaminan Kesehatan Nasional menjadi momok yang cukup memprihatinkan bagi para pelaku medis dan farmasi di Tanah Air. Salah satunya yang terus berjuang adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang berusaha membuat para pelaku medis dan farmasi lainnya tak menjadi khawatir.

Tanpa Pengaman, 'Spiderman' Panjat Tebing Demi Obat Langka

Direktur Pelayanan Kefarmasian Kemenkes, Bayu Teja Muliawan mengatakan, mencegah kekosongan obat, Kemenkes meluncurkan e-monitoring dan evaluasi, atau e-monev.

"Melalui langkah ini, industri farmasi, produsen, rumah sakit, puskesmas mengetahui produk obat apa yang sangat dibutuhkan, stok obatnya berapa, di mana daerah yang kekurangan obat," kata Bayu, Minggu 28 Agustus 2016.

Komisi IX Ingatkan Kemenkes Soal Obat-obatan

Ditambahkan Bayu, memanfaatkan e-monev, jika obat sudah tinggal sedikit, industri farmasi bisa menambah produksinya. Sementara itu, saat ada kekurangan obat, produsen bisa mengirimkan obat yang dibutuhkan itu.

Bayu menegaskan, tertibnya pembuatan Rencana Ketersediaan Obat (RKO) untuk tahun depan, akan menghindarkan masalah tertersediaan obat.

Penyakit Kaki Gajah Tidak Dapat Disembuhkan

"Masalah obat-obatan tahun 2017 akan bisa lebih baik asalkan RKO masuk baik, meski belum ada jaminan tidak akan ada lagi kelangkaan," kata Bayu.

Sementara itu Ketua Umum Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO) dan Ketua IndoHCF, Supriyantoro menambahkan, obat dan vaksin program kesehatan yang disediakan oleh pemerintah pusat melalui APBN, tidak akan berarti apabila tidak tersedia pada fasilitas kesehatan pada waktu yang tepat.

"Peningkatan koordinasi yang lebih baik lintas sektoral sangat dibutuhkan untuk menjamin obat dan vaksin tersedia pada fasilitas kesehatan dalam jumlah yang cukup," kata Supriyantoro.

Sebelumnya, kurangnya stok obat di fasilitas layanan kesehatan menjadi salah satu kendala yang sering dikeluhkan dalam pelayanan program JKN. Akibatnya, pasien pun tidak mendapatkan obat yang memadai.

"Ada beberapa permasalahan dalam pengadaan obat JKN, antara lain proses lelang yang memisahkan antara kelompok obat originatot dan generik, dan membatasi peluang kompetisi yang adil untuk mendapatkan obat yang terbaik untuk pasien," kata Kepala Pusat kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH, di acara diskusi media "Pengadaan Obat JKN: Masalah dan Solusi" di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Jumat, 26 Agustus.

Selain itu, Thabrany melanjutkan, permasalahan lain dalam pengadaan obat JKN adalah penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang menjadi acuan seleksi obat masih menjadi masalah, Rancangan Kebutuhan Obat (RKO) belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan, dan masih banyak kekurangan dalam sistem e-catalogue.

Sementara itu, International Pharmaceutical Manufaturers Group (IPMG) melihat masih ada ruang untuk memaksimalkan potensi dari program JKN guna memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi para pasien. Hal ini ditengarai masih terbatasnya akses para pasien terhadap obat-obatan inovatif dan berkualitas tinggi dalam program JKN. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya