Penurunan Tarif Pelayanan, Tantangan Penanganan Hemofilia

Stetoskop dokter
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini, pasien hemofilia di Indonesia masih menghadapi kendala dalam mendapatkan pelayanan hemofilia yang optimal.

Bantu Kembangkan Program JKN, Bank Dunia Kasih Pinjaman RI US$400 Juta

Perubahan kebijakan mengenai standar tarif pelayanan kesehatan dalam pelayanan program JKN, di mana terjadi penurunan tarif pelayanan hemofilia, menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan dokter ahli hematologi dan pelayanan kesehatan.

“Sering terjadi ketidakseragaman implementasi kebijakan pelayanan hemofilia di rumah sakit tersier di antaranya pemberian layanan dan pembatasan layanan yang tidak konsisten di beberapa rumah sakit serta keterlambatan pemberian obat sehingga terapi belum optimal dan menimbulkan komplikasi," kata Dr. dr. Tubagus Djumhana, SpPD-KHOM, Ketua Perhimpunan Hemofilia dan Tranfusi Darah (PTHDI) pada acara Forum Hemofilia di Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Tilep Dana Kapitasi JKN Rp2,7 Miliar, Pejabat di Medan Jadi Tersangka

Pada pemaparan kasus-kasus hemofilia, yang terjadi di rumah sakit tersier, beberapa ahli menyampaikan adanya beberapa inkonsistensi dalam pemberian layanan hemofilia di rumah sakit, di antaranya beberapa rumah sakit menerapkan aturan pasien harus rawat inap dengan pertimbangan rawat inap mendapatkan klaim yang lebih besar.

Proses persetujuan obat yang rumit dan memakan waktu panjang sehingga terjadi keterlambatan terapi. Kemudian pembatasan terapi yang diberikan sehingga terapi tidak optimal terkait tarif pelayanan hemofilia. Selain itu, hasil diagnosis terkadang tidak masuk dalam BPJS.

Kemenkes Siap Evaluasi Obat Modern Asli Indonesia

Hemofilia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak dilahirkan. Kondisi ini menyebabkan darah tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal.

Proses pembekuan darah pada penderita hemofilia berjalan lambat dan dalam jumlah sedikit dibanding orang normal. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan pendarahan di bawah kulit, seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita melakukan aktivitas berat.

Selain itu, penderita juga bisa mengalami pembengkakan pada persendian, seperti lutut, pergelangan kaki, atau siku tangan.

Data PTHDI menyebutkan, insiden hemofilia di Indonesia tercatat sebanyak 1.025 pasien. Namun, Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA(K) memprediksi, jumlah penderita hemofilia Indonesia sudah menembus 20 ribu orang.

"Angka kejadian hemofilia di negara-negara berkembang memiliki rasio 1:10.000. Kemungkinan penderita telah meninggal sebelum terdiagnosis. Misalnya, ketika seseorang sunat atau pendarahan terus menerus saat operasi lalu meninggal," imbuhnya.

Ilustrasi ibu dan anak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya