Mimpi, Gairah dan Prioritas Diana Rikasari

Diana Rikasari
Sumber :
  • VIVA.co.id/M. Ali. Wafa

VIVA.co.id – Berbicara tentang Diana Rikasari, Anda akan membayangkan sosok perempuan yang energik sekaligus unik. Keunikannya itu tergambar dari foto-foto yang diunggah blogger kelahiran 23 Desember 1984 ini di media sosial Instagram. 

Pengumuman, Ini Pemenang BRI Write Fest 2023

Warna-warna cerah bak pelangi dan bahkan mentereng mendominasi potret diri serta interior ruangan yang kerap mendapatkan tanda ‘like’ dari ribuan netizen. Seolah mendobrak pakem gaya busana konservatif, Diana justru memilih padu-padan busana yang cenderung menabrak warna serta motif.

Di mata sebagian orang, barangkali gaya ibu satu anak ini boleh saja dianggap eksentrik. Namun, gaya itu pula yang justru membuat anak-anak muda hingga dewasa tertarik.

Tips Memotret Produk agar Menarik di Media Sosial

Sebab, Diana tak hanya punya gaya fesyen yang banyak dikagumi. Pemikirannya tentang berbagai hal yang tertuang dalam kutipan-kutipan atau quotes begitu menginspirasi banyak orang. Maka tak heran buku yang merangkum quotes tersebut sukses membetot khayalak ramai dan menjadi best seller.

Diana pun kemudian diganjar penghargaan Top Influencer dalam acara Influence Asia di Singapura pada 2015. Sebuah penghargaan bergengsi yang merupakan buah manis dari hasil kerja kerasnya selama ini.

Hingga 9 Desember, Kompetisi BRI Write Fest 2023 Tawarkan Hadiah Ratusan Juta! Ini Syaratnya

Langkah Diana menggaet perhatian masyarakat di luar negeri tak berhenti sampai di situ. Baru-baru ini, ia menggelar showcase untuk lini pakaian miliknya SCHMILEY MO di London Fashion Week 2017.

Dalam sebuah kesempatan, VIVA.co.id berkesempatan mewawancarai Diana Rikasari. Banyak hal ia paparkan dalam wawancara tersebut, termasuk mengenai perjuangannya sebagai ibu sekaligus wanita karier. Simak wawancara selengkapnya berikut ini.

Anda mulai menulis blog sekitar 10 tahun sejak 2007. Bagaimana awalnya terpikir menulis blog?

Karena aku suka menulis, suka foto, dan sebenarnya pas saja sih aku bisa menuangkan tulisan dan foto aku di blog sekalian sharing dan keterusan. Jadi kayak bagian hidup saja. Kalau enggak posting sesuatu kayak ada yang kurang. Terus dari blog itu buka jalan terhadap banyak hal di hidup aku.

Tulisan pertama Anda di blog mengenai apa? Kalau tidak salah saat itu Anda baru saja menyelesaikan S2 di University of Nottingham, Inggris?

Masih menjalani S2 di Inggris. Postingan pertama tentang pacar aku yang sekarang jadi suami. Aku bikin blog pas lagi S2.  Pas lagi waktu senggang, ya menulis blog.

Diana Rikasari

Anda seorang lulusan teknik industri UI dan bisnis internasional Nottingham. Bahkan ketika itu bekerja di perusahaan dengan posisi di bidang marketing. Kenapa justru akhirnya memilih menulis tentang fashion?

Karena dari blog-nya. Setelah lulus, aku kerja. Pulang kerja aku cari sesuatu yang relaxing. Nah cara relaks diri itu dengan ngeblog. Dan selalu tanpa sadar, yang aku blog itu selalu tentang fesyen. Jadi sebenarnya enggak sadar sih topik yang sangat aku minati itu fesyen. 

Terus sudah lama-lama, beberapa tahun ngeblog, baru sadar ,"Kok aku suka banget fesyen ya?". Terus aku juga suka desain, foto-foto. Jadi ini dunia aku yang sebenarnya aku minati dan nikmati. Jadi akhirnya, 2010 aku memutuskan resign karena ingin benar-benar nyemplung di dunia fesyen dan kreatif. Akhirnya, ternyata aku enggak pernah menyesal karena ini memang passion aku banget.

Suka fesyen sudah dari dahulu. Cuma aku belum sadar saja dahulu kalau fesyen bisa jadi sesuatu yang aku tekuni dalam hidup. Ternyata ini benar-benar bidang yang aku minati.

Apakah ada seseorang di industri fesyen yang membuat Anda akhirnya punya ketertarikan terhadap dunia fesyen?

Enggak ada role model spesifik. Cuma waktu aku pertama kali bikin brand I wear UP di 2011, aku terinspirasi dengan merek sepatu Toms. Karena aku ngerasa, Toms ini hebat banget. Berbisnis di bidang fesyen sepatu tapi dia punya misi sosial. Bagaimana dia setiap pembelian sepatu, dia sumbang sepatu ke anak-anak yang enggak punya sepatu.

Jadi, bagus ya bisa kayak begitu. Makanya aku terinspirasi buat UP itu dari situ. Di mana ada misi sosialnya, uang yang terkumpul itu untuk biayain anak-anak yang kurang mampu sekolah.

Mengenai gaya busana Anda yang kerap menabrak warna, motif. Sejak kapan Anda berani atau memiliki kepercayaan diri tampil seperti itu?

Sebenarnya aku enggak ada niatan untuk tabrak warna dan motif.  Itu sudah secara alami (Diana kemudian tertawa-red). Memang sukanya begitu. Pada dasarnya kan aku suka art, seni. Jadi seni dalam bentuk fotografi, seni lukis, senilah intinya ya.

Jadi aku suka merasa bahwa kombinasikan warna dan pattern, itu bagian dari seni itu sendiri. Jadi itu enggak diniatin, alami saja sih. Dan aku suka tabrak-tabrak karena menurut aku seru saja.

Dari keseruan itu bikin aku happy, dan jadi percaya diri. Jadi kalau aku disuruh pakai baju polos, aku merasa kurang artsy karena jiwanya sudah artsy kayak, "I need something yang artsy."

Diana Rikasari

Apa tanggapan orang-orang di sekitar lingkungan Anda tentang gaya busana Anda yang bisa dikatakan unik?

Keluarga dan teman dekat aku sudah mengerti banget ya. Jadi mereka sudah menerima banget. Kayak suami aku bahkan, kalau aku dandannya simpel banget, dia malah bingung, "Lo kenapa hari ini? Kok beda banget? Lagi kenapa? Kok tumben biasa banget?".

Jadi keluarga aku sudah mengerti. Kalau orang sekeliling yang enggak kenal banget mungkin ada yang ngeliatnya terlalu aneh atau terlalu tabrak-tabrak. Tapi aku enggak terlalu musingin itu karena kan intinya aku suka dan nyaman. Terus selama pakaian aku dalam norma sopan, aku sih merasa fine-fine saja.

 

I heard you ordered coffee? ??

A post shared by Diana Rikasari (@dianarikasari) on

Bisa diceritakan soal proses penggarapan buku 88LOVELIFE. Bagaimana awalnya tercetus untuk menulis buku?

Idenya spontan banget. Spontannya benar-benar spontan. Karena aku tuh orangnya suka impulsif begitu. Jadi 2014 kemarin aku tiba-tiba mikir, "Lucu juga kali ya kalau aku nulis buku. Buku tentang apa ya?" Nah aku kan suka nulis quotes, jadi sekalian saja dijadikan buku. Jadi hari itu idenya kayak enggak berasa saja.

Terus mikir kalau buku quotes, lucunya ada ilustrasinya biar enggak ngebosenin. Terus aku hubungi Dinda, dan aku suka ilustrasi dia kan. Terus aku hubungin lewat WhatsApp, aku ceritain konsepnya. Dia langsung suka. 

Kita ketemu penerbit. Ketemu tim Gramedia. Aku jelasin ke mereka idenya, mereka langsung suka. Terus langsung langsung disuruh submit draf terus di-approve. Jadi prosesnya cepat banget. 
Prosesnya cuma tiga bulan untuk yang pertama. Jadi semua mengalir begitu saja.

Itu idenya spontan dan naif karena enggak ada niatan apa-apa. Jadi aku sama sekali enggak mikirin sales-nya berapa ntar, orang suka apa enggak, jadi bahkan aku enggak mengerti industri buku jadi aku enggak mikirin best seller-nya. Enggak aku pikirin itunya sama sekali. 
Jadi pas launching ternyata responsnya bagus banget, aku, "Wah, bagus banget responsnya, aku enggak nyangka". Semua serba mengalir begitu saja.

Quotes-nya sendiri terinspirasi dari keseharian kehidupan aku, yang kualami bareng teman dan keluarga. Terus diambil dari kehidupan di sekeliling aku. Lebih kayak renungan di malam hari juga.

Kadang-kadang juga terinspirasi dari sosmed karena kan sekarang sekeliling itu enggak cuma dunia nyata, tapi juga sekeliling di dunia digital. Jadi merhatiin saja sih ada orang yang suka marah-marah di sosmed, terus aku mikir, "Oh ini lucu juga nih kalo dijadiin quotes".

Anda juga baru saja merilis seri terbaru dari 88LOVELIFE. Bisa diceritakan mengenai seri terbaru ini. Apa benang merah dari seri sebelumnya?

Jadi pas aku bikin yang pertama, kan aku memang enggak ada strategi atau apa, mengalir saja. Terus karena responsnya bagus, kepikiran lucu juga ya bikin kedua. Setelah aku launch kedua, aku rasa karena penulisan bukunya sesuai sama periode hidup aku, aku meerasa ada transformasi begitu dalam penulisannya.

Volume pertama itu pas aku masih muda, yang menggebu-gebu soal aku mencapai mimpi. Jadi yang volume pertama itu tentang dreams. Makanya sekarang kita di tiap volume, kita tulis temanya. 
Terus volume kedua, kebanyakan kata-kata tentang passion. Dalam artian aku tuh mengevaluasi kembali passion aku tuh apa. Karena ternyata, dreams sama passion itu bisa berbeda.

Misalnya, aku mimpi ingin jadi apa, tapi ternyata passion aku tuh enggak di situ-situ banget. Jadi volume kedua itu lebih kayak refleksi, passion aku itu apa ya. Nambah atau berubah kah. Jadi benang merah yang kedua adalah passion.

Ketika nulis volume ketiga, menulisnya 2016 kemarin, baru punya anak. Aku merasa kehidupan aku setahun ini, aku punya dreams banyak dan passion banyak, tapi aku enggak mengerti cara memprioritasnya. Karena saking banyaknya hal, dan aku enggak mungkin melakukan semuanya. Jadi akhirnya, benang merah di volume tiga adalah tentang prioritas.

Jadi benang merah keseluruhan itu adalah fase kehidupan sebenarnya. Jadi ketika aku menulis yang ketiga, aku senang banget karena menceritakan kehidupan seseorang  yang benar-benar realistis. Di mana, ketika kita muda, sangat menggebu-gebu soal dreams.

Terus setelah itu kita mengevaluasi, passion aku tuh apa sebenarnya, di mana kita refleksi lagi passion diri kita sebenarnya apa. Yang ketiga, nah kita sudah tahu semuanya tapi ternyata kita butuh prioritas nih. Karena ternyata kita enggak bisa egois, karena ada suami, anak, orangtua, dan semua faktor lain. Jadi triloginya lengkap tentang dream, passion, dan priority.

Selain sebagai fashion blogger dan penulis buku, Anda juga dikenal sebagai seorang pebisnis dan desainer. Anda punya beberapa lini fesyen seperti lini sepatu UP dan kemudian lini busana SCHMILEY MO (SM). Seperti apa proses kreatif Anda dalam mendesain sebuah produk seperti sepatu dan pakaian?

Proses kreatifnya di UP, timnya lebih kecil daripada SM. Aku memegang desainnya sendiri, jadi aku cuma punya satu junior desainer. Jadi kita berdua saja yang ngembangin desain, terus prosesnya lebih pendek dari SM, karena tim lebih kecil. Penjualannya fokusnya di online. 

Untuk semua brand aku, memang aku yang desain semua. Cuma di SM memang ada tim lebih banyak yang bisa sketsa karena brand-nya skalanya lebih besar. Setiap koleksi kita bisa keluarin 40-50 pieces, enggak mungkin aku sendiri. Sedangkan di UP, kita sebulan cuma ngeluarin 2-5 desain saja, jadi aku masih bisa pegang sendiri.

Setelah lima tahun UP berjalan stabil, aku memulai bisnis baru. Aku memutuskan untuk 2016 kemarin membuat clothing line. Tercetuslah SCHMILEY MO, baru mulai jualan itu November. Kadi sudah sekitar tiga bulanan.

SM ini memang konsepnya beda banget. Kalau yang UP kan awalnya ingin jadi bisnis dan sosial. Kalau SM ini aku terinspirasi dari high street brand kayak Zara, Topshop, H&M. Aku pikir, kayaknya bisa nih ada brand di Asia atau di Indonesia yang bisa segede itu. Itu aku mimpinya bisa ingin kayak begitu.

Proses kreatifnya SM, aku sebagai Creative Director, di mana tiap koleksi, aku yang menentukan topiknya, tema, warna, bahan. Terus aku punya tim desain, nanti mereka yang interpretasi desain yang aku inginkan, mereka yang sketch, nanti aku yang koreksi perubahan. 

Aku di SM, punya tim yang bisa untuk berembuk bareng. Karena high street brand harus benar-benar tepat sasaran, apa sih anak-anak muda yang lagi pakai dan in tapi tanpa menghilangkan karakter SM ini. Karena SM sendiri, SCHMILEY terbentuk dari kata smile yang berarti selalu senyum, jadi jiwa brand-nya itu happy, fun, playfull dan selalu ada unsur lucu dan quirky lah. Dan MO itu modest, artinya pakaiannya siluetnya longgar dan tertutup. Harapannya supaya bajunya bisa dipakai mereka yang pakai hijab maupun enggak pakai hijab. Jadi pakaian sopan tapi happy.

Oversized juga?

Iya, kita bajunya oversized. Tapi kita di SM ini enggak main all size, ada ukuran dari xs sampai xxl. Karena kita ingin bajunya itu walaupun longgar tapi enggak kelonggaran banget, tetap pas. Jadi enggak kebesaran buat yang kurus dan enggak kesempitan buat yang besar.

Pernahkah dalam suatu masa dalam hidup, Anda merasa terpuruk atau mendapat tantangan cukup berat dan ketika itu bagaimana Anda menghadapinya?

Kalau terpuruk enggak pernah kali ya karena aku tipe yang easy going banget. Cuma kemarin di 2016, aku sempat ngerasa berat. Karena, aku punya mimpi yang besar terus susah ternyata atur waktu. 

Anak aku sudah mulai sekolah sekarang, terus energi aku sudah habis. Atau aku harus kerja tapi anak aku maunya main, terus tidurnya dia baru malam, dan pas aku baru mulai kerja, aku sudah kecapekan. Akhirnya kerjaan aku ditunda lagi ditunda lagi. Jadi aku sempat stres karena aku sempat enggak mengerti untuk atur ini semua bagaimana.

Nah, di sini akhirnya aku belajar menerima bahwa pencapaian passion dan dreams aku akan tetap terjadi tapi lebih lama. Karena sekarang ada faktor lain yg harus aku pertimbangkan dalam hidup. Jadi sempat, bukan galau, lebih bagaimana caranya aku juggle ini semua.

Siapa orang yang paling men-support Anda?

Pasti suami karena waktu itu aku sempat tanya dia. "Kamu tuh mau punya istri yang seperti apa? Apakah yang full-time mom atau istri yang tetap kerja?" Jadi aku ingin tahu dianya sendiri maunya apa. Terus kan aku mikirnya dia bakal bilang, inginnya aku jadi full-time mom. Tapi ternyata enggak.

Dia bilang, “I want you to be a supermom karena i fell in love with you for who you are.” Aduh sedih banget. Jadi dia bilang, sabar saja, pelan-pelan saja. (Saat menceritakan ini, mata Diana berkaca-kaca dan menangis-red).

Kembali lagi mengenai blog. Anda juga menulis dan berbagi foto tentang gaya Anda dalam mendekorasi rumah yang Anda sebut Bidi Bidi Bong Bong. Apa artinya Bidi Bidi Bong Bong?

Enggak ada artinya. Itu kata-kata random saja. Intinya kata suami aku, semua pembelian besar kita, kita namain yuk. Mobil pertama kita, dinamain. Jadi norak gitu. Terus ini rumah apa ya namanya, jadi spontan aja kita namainnya.

Apakah Anda juga punya ketertarikan terhadap desain interior?

Iya, suka banget. Aku ternyata baru menyadari, sangat tertarik interior design. Mungkin intinya karena desain juga ya, bentuk seni juga. Sempat kepikiran deh ingin bikin brand home living, tapi mungkin one day lah. Intinya aku tertarik banget.

Blog Anda menempati peringkat pertama di Indonesia pada 2011 and 2012. Jika boleh di-share, konten seperti apa yang membuat blog Anda dibaca oleh banyak orang?

Kalau aku tanya pembaca sih, ternyata mereka suka tulisan-tulisan quotes aku. Makanya jadi buku kan. Karena menurut mereka di balik kegilaan bajunya Diana, ternyata anaknya tuh dalam dan sangat appreciate hidup.

Anda meraih penghargaan top influencer dalam acara Influence Asia di Singapura pada 2015 lalu. Apa reaksi Anda ketika pertama kali tahu mendapat nominasi dan kemudian menang?

Kaget sih karena itu penghargaan bergengsi di asia. Apalagi nominasinya memang nama-nama teman-teman aku yang fashion influencer juga yang bagus-bagus. Ketika aku dinominasiin, enggak menyangka diri aku yang bakal menang karena nominasi lain bagus, jadi aku enggak ngarep apa-apa. Pas menang aku, "Wow!". Jadi ternyata orang menghargai karya aku dan aku bersyukur.

Kembali ke belakang, bagaimana Anda melihat berbagai raihan dan prestasi yang telah didapat selama ini?

Semua apresiasi yang aku dapat, aku jadikan motivasi untuk terus berkarya. Karena penghargaan itu kayak reminder. Artinya kalau kita bersungguh-sungguh melakukan sesuatu dalam karya kita, bakal bisa menginspirasi orang dan ternyata dihargai. Jadi penyemangat buat berkarya terus.

Apa tips atau kiat Anda bagi blogger baru yang ingin bisa sesukses Anda?

Menulis tentang apa yang kita sukai. Jangan terbawa tren, jangan karena ada iming-iming suatu barang dan akhirnya nulis tentang itu. Tapi lebih karena kita suka menulis dan kita suka hal yang kita tulis. Jujur di tulisan kita, jadi diri kita sendiri saja.

Selalu pikirkan sudut pandang pembaca. Jadi pikirkan, saat pembaca ke blog kita, bakal dapat apa sih dari tulisan kita. Jangan sampai isi blog kita cuma curhat curhat curhat tapi enggak ada pembelajarannya dan enggak dapat apa-apa dari itu. Curhat boleh, tapi di bawahnya ada kesimpulan dan pembelajarannya biar pembaca dapat sesuatu saat baca blog kita.

Apa rencana Anda ke depannya?

Ngeblog terus. Banyak konten di YouTube karena masih enggak rutin. Repot edit dan upload-nya sih. Ingin tetap seriusin bisnis aku. UP, SCHMILEY MO, dan buku volume ketiga. SM bakal ikut showcase London Fashion Week di 18 Februari nanti (saat tulisan ini tayang, showcase sudah berlangsung-red). Tim aku lagi sibuk banget nyiapinnya. Ingin perkuat market di asia dan eropa juga sih.

UP lagi restrukturisasi, ingin mengembangkan produk selain sepatu. Inginnya UP bisa lebih fun juga tapi produknya enggak hanya sepatu. Jadi tunggu kejutannya di akhir Februari nanti. 88LOVELIFE insya Allah volume ketiga bakal rilis bulan Maret.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya