Penderita Penyakit Tidak Menular Kian Melonjak di Indonesia

Ilustrasi stroke.
Sumber :
  • Pixabay/ Geralt

VIVA.co.id – Indonesia tengah mengalami masalah transisi kesehatan. Hal ini, diungkapkan oleh Kepala Sub Direktorat Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Kementerian Kesehatan, dr. H. Zamhir Setiawan, M.Epid.

Indonesia Hadapi Bonus Demografi, Ini Tantangan dan Peluangnya

Indonesia kini berada dalam empat perubahan besar atau transisi dalam hal kesehatan. Yakni, transisi epidemiologi, transisi demografi, gizi dan perilaku.

"Semua bila diperhatikan berkontribusi terhadap kejadian penyakit tidak menular, salah satunya penyakit ginjal kronis atau gagal ginjal," ujar dr. Zamhir beberapa waktu lalu.

Mengenal Epilepsi, Penyakit Tak Menular yang Diidap Amanda Manopo

Transisi epidemiologi yang dimaksud ada pada posisi penyakit tidak menular yang kini menjadi beban paling besar dari penyakit menular. Di tahun 1990-an, penyakit menular masih dominan. Dibandingkan dengan tahun 2000-an penyakit tidak menular paling banyak.

Padahal, semua penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan. Berbeda dengan penyakit menular, meskipun ada fase kronis, sebagian besar masih bisa disembuhkan.

Pandemi Mulai Mereda, Tetap Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular

Bahkan diprediksi pada tahun 2030-2045, di mana Indonesia dikatakan akan menghadapi Bonus Demografi yaitu penduduk usia produktif sangat tinggi, mereka sangat riskan terhadap penyakit tidak menular. Karena itulah, jika tidak disiapkan dengan pola hidup yang baik dari sekarang, maka bonus itu akan menjadi beban karena kesehatan yang kurang baik.

Kemudian transisi gizi di mana Indonesia tidak lagi mengalami masalah kurang gizi atau gizi buruk, melainkan banyak anak usia SD hingga SMA mengalami obesitas. Hal ini juga terkait dengan transisi perilaku yang ada di masyarakat.

"Bagaimana sekarang perilaku sedentari atau malas bergerak karena kemajuan teknologi, pola makan yang praktis seperti makanan cepat saji yang tinggi lemak, gula, garam," imbuh dr. Zamhir.

Karena kemajuan teknologi pula banyak anak bahkan balita mengalami obesitas karena konsumsi makanan yang tinggi namun tidak diimbangi aktivitas yang cukup. Bermain bola pun kini bukan lagi berlari di lapangan, tapi menggunakan dua jari.

Kemudahan dalam mendapatkan makanan melalui aplikasi di ponsel juga menambah rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan. Perubahan perilaku inilah yang berisiko meningkatkan penyakit tidak menular.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya