Sambut Ramadan, 12.000 Warga Semarang Gelar Dugderan

Tradisi Dugderan menyambut ramadhan di Semarang.
Sumber :
  • Viva.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Sebanyak 12.000 warga di Kota Semarang, Jawa Tengah, bakal meramaikan prosesi dugderan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan 2017. Acara budaya khas Semarang ini digelar selama dua hari pada Rabu-Kamis, 24 hingga 25 Mei 2017.

Momen Meriah Prosesi Kirab Dugderan di Semarang Meski Diguyur Hujan

Perayaan Dugderan dihelat Pengurus Masjid Kauman, Masjid Baiturrahman, Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Selama dua hari itu, acara ini dipusatkan di Lapangan Simpanglima dan Komplek Balaikota Semarang.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Semarang, Achyani, mengatakan, tradisi Dugderan tahun ini akan diikuti seluruh elemen masyarakat, mulai komunitas, pelajar, ulama hingga masyarakat umum. Mereka akan menampilkan aneka ragam seni tradisional yang unik, seperti pasukan Warak Ngendog, kesenian lokal, Kembang Manggar, marching band, pasukan Bhinneka Tunggal Ika, visualisasi tari dan kera ekor panjang serta seni olahraga sepeda roda satu.

Puasa 2 Pekan Lagi, Tradisi Dugderan di Semarang Bakal Lebih Meriah dengan 16 Pasukan Berkudo

"Rute Dugderan awal pada hari pertama dimulai dari Lapangan Simpanglima menuju Jalan Pahlawan dan berakhir di Taman Menteri Supeno," kata Achyani, Senin, 22 Mei 2017.

Sementara karnaval yang diselenggarakan di Halaman Balaikota Semarang juga menampilkan karnaval unik. Salah satunya Bendi Hias dan Kereta Kencana yang dinaiki oleh Walikota Semarang beserta Ibu selaku Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat.

Sambut Ramadan, Tradisi Dugderan di Semarang Tanpa Arak-Arakan

Mereka akan melaksanakan karnaval mulai dari Balaikota di Jalan Pemuda menuju Masjid Kauman Semarang dan berakhir di Jalan Kolonel Sugiyono. Sejumlah tradisi juga akan dilakukan Wali Kota Semarang bersama dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Pesta rakyat Dugderan sendiri berasal dari kata “dug” dan “der”. Kata "dug" diambil dari suara beduk masjid yang ditabuh berkali-kali sebagai tanda datangnya Ramadan, sedangkan kata “der” berasal dari suara dentuman meriam yang disulutkan bersamaan dengan tabuhan beduk.

Biasanya tradisi ini digelar pada satu atau dua minggu sebelum Ramadan. Seluruh kalangan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua ikut gembira pada tradisi ini.

Perayaan Dugderan memang tak lepas dari ikon unik tradisi itu, yakni Warak Ngendog. Mainan ikonik ini merupakan simbol binatang yang dikaitkan dengan perayaan Dugderan. Ikon ini sangat khas dengan Kota Semarang.

Secara fisik, Warak Ngendog berwujud makhluk berkaki empat, menyerupai macan atau singa, tapi langsing. Tubuhnya diberi kertas berwarna-warni dan pada kakinya diberi roda supaya dapat ditarik. Secara filosofi, Warak Ngendog mewakili akulturasi budaya dari keragaman etnis yang ada di Kota Semarang, yakni Jawa, Tionghoa dan Arab.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya