Orangtua Agen Pertama Pemutus Mata Rantai Bullying

Ilustrasi anak yang mengalami bullying.
Sumber :
  • Pisabay/ anemone123

VIVA.co.id – Peran orangtua dalam memberikan pendidikan berkarakter akan membantu dalam menekan fenomena kekerasan, atau bullying.

Turut Kawal Kasus Audrey, Nikita Mirzani Hubungi Aktivis

Seperti diketahui, orangtua merupakan agen pertama anak untuk membentuk kepribadian. Dari orangtua lah, anak akan mencontoh bagaimana berperilaku dan bersikap dengan orang lain.

Menjadi penting saat ini, untuk orangtua menanamkan pendidikan karakter untuk menekan jumlah tindak kekerasan (bullying) yang selalu terjadi setiap saat.

Tyas Mirasih: Masa Depan Audrey Masih Panjang

Psikolog Anak Ajeng Raviando saat ditemui di Kawasan SCBD, belum lama ini di Jakarta menerangkan, penting bagi anak untuk ditanamkan pendidikan karakter sejak dini di rumah. Pendidikan karakter itu penting untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju ke arah hidup yang lebih baik.

"Orangtua harus memberikan pemahaman kepada anak mengenai bullying. Kenapa kita engak boleh melakukan bullying kepada yang lain, efeknya seperti apa, ketika kamu menjadi pelaku, atau korban," kata dua.

Alami Bullying, KPAI Berencana Dampingi Bowo Alpenliebe

Ia juga mengungkapkan bahwa sebagai orangtua harus dapat mengubah mindset anak terkait apa itu bullying.

"Bisa jadi, anak selama ini anak enggak tahu itu bullying bisa jadi itu bercanda. Banyak tuh konteks bully dianggap bercanda. Kita harus memberikan batasan, bully itu seperti apa. Ketika berbicara jangan sampai menyakiti hati, sebab bullying juga tidak hanya masalah fisik, verbal pun bisa," tutur Ajeng.

Ia juga menabahkan bahwa orangtua juga wajib menanamkan sikap empati terhadap anak sejak dini.

Selain itu, beri pandangan bahwa orangtua harus tahu kondisi orang yang menjadi korban itu tidak menyenangkan, orang tersebut enggak nyaman melakukan apapun dan jangan lupa efek psikologisnya akan berhenti sampai di situ. 

“Jadi, mereka tahu, oh ternyata seperti sangat tidak menyenangkan tentu saja akan berpikir  aku enggak boleh lakukan itu, karena akan menyakiti orang lain bisa jadi banyak kasus si pem-bully ini juga korban. Mereka tidak semua dilahirkan sebagai pem-bully, tetapi mungkin bisa menjadi pembully," tambahnya.

Dari sisi korban, Ajeng juga menyarankan, agar orangtua dapat memberikan pelajaran life skilss, atau keterampilan hidup, bagaimana sikap mereka terhadap sesuatu hal yang terjadi pada dirinya.

"Ada pembekalan secara sistematis mengenai keterampilan dalam hidup jadi anak mengetahui seperti apa berhadapan dengan orang, kalau dia terkena bullying apa yang harus dilakukan. Dulu, orangtua sebut kalau ada kejadian seperti itu harus dilawan, atau berani. Sebetulnya, hal itu ada koridornya apakah dengan melakukan perlawanan itu dapat membahayakan anak, atau tidak," ungkapnya.

Ajeng menambahkan, respons terhadap pelaku pem-bully-an pun harus dicermati. Jangan sampai dengan kondisi pem-bully tersebut berbalik menjadi yang di-bully, yang nantinya justru akan membuat lingkaran "bullying" tidak berkesudahan.

"Kita juga harus pandai merespons, jangan sampai hal ini membuat lingkaran bullying terputus, namun makin berputar. Kita semua harus mencari tahu, bagaimana cara dan prosesnya bagaimana dijalani supaya bullying tidak terjadi," kata dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya