Berburu Kerajinan Keramik Plered Purwakarta

Kerajinan Keramik, Plered
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Jay Ajang bramena/ Purwakarta

VIVA.co.id - Plered sudah lama dikenal sebagai daerah penghasil keramik. Tempat ini, tepatnya di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Berbagai bentuk dan ukuran keramik dibuat. Mulai dari yang kecil, sedang, hingga berukuran besar dengan aneka desain.

Beragam model guci juga tersedia di sini. Namun sayang, komoditas yang semestinya menjadi wisata altenatif ini semakin lama semakin sepi pengunjung.

5 Bukti Kepribadian Menentukan Tempat Berlibur Anda

Sekadar diketahui, keramik yang dihasilkan Plered, biasanya dijual ke beberapa kota lain, termasuk Jakarta. Sebagian bahkan menembus pasar ekspor ke sejumlah negara di daratan China, maupun Eropa, seperti Belanda dan Rusia.

Bila berkunjung langsung ke lokasi pembuatan keramik Plered, selain dapat menyaksikan langsung pembuatan keramik, pengunjung juga bisa mendapatkan harga yang boleh dibilang cukup murah.

Ada yang dijual mulai dari harga Rp5.000 sampai ratusan ribu rupiah. Seperti keramik jenis pot dengan model sederhana misalnya, hanya dijual Rp5.000.

Menikmati Liburan Nyaman di Kapal Pesiar

Sementara itu, pot ukuran sedang berbentuk buah-buahan dijual dengan kisaran harga Rp6.000-7.000. Begitu pun dengan celengan, mulai dari yang berbentuk hewan dan buah, hanya dijual seharga Rp8.500, untuk ukuran yang lebih besar.

Di Plered, kegiatan pembuatan keramik bukan hanya menjadi budaya turun-temurun, tetapi sudah menjadi mata pencaharian masyarakat sehari-hari.

Namun, seiring dengan persaingan bisnis keramik lokal, dari daerah lain, kunjungan ke sentra pembuatan keramik terus berkurang dari tahun ke tahunnya. Bahkan, seiring dengan produk modern yang terus gencar membanjiri pasar dalam negeri, membuat usaha keramik semakin lesu.

Salah seorang pengrajin keramik, Wawan, mengaku jika pengunjung dan peminat keramik Plered kini mulai sepi. Seiring dengan kurangnya minat masyarakat terhadap barang kerajinan keramik.

Kondisi itu juga diperparah oleh keberadaan para pengrajin yang kesulitan dalam mencari modal, setelah barang hasil produksi mereka sulit dipasarkan.

"Sekarang sudah sepi, nggak seperti dulu. Barang yang kami produksi, kini sulit untuk dipasarkan, sehingga modal sulit kembali. Kalau mau produksi lagi, ya modalnya sulit," kata Wawan.

Plered terletak tidak terlalu jauh dari pusat kota Purwakarta. Jika ditempuh dengan kendaraan, hanya membutuhkan waktu antara 30 sampai 45 menit. Bagi pengunjung yang datang dari Jakarta, bisa juga mengambil akses jalan dengan keluar di Pintu Tol JatiLuhur.

Sejarah Plered

Adapun dari cerita masyarakat yang berkembang. Sejarah Plered dan keramik memang tidak dapat dipisahkan dan sudah ada sejak zaman Neolitikum.

Di zaman itu, sudah ada penduduk yang berdatangan ke daerah Cirata menyusuri Sungai Citarum. Dari hasil penggalian di daerah Cirata ditemukan peninggalan dari batu, kapak persegi, alat untuk menumbuk dan alu dari batu, termasuk ditemukan belanga. Selain itu, terdapat periuk dari tanah liat, dan ditemukan juga adanya panjunan (anjun) tempat membuat keramik.

Asal muasal nama Plered mempunyai beragam versi. Di antaranya nama tersebut berasal dari masa tanam paksa ketika pada waktu tersebut daerah ini menjadi tempat penanaman kopi yang hasilnya diangkut menggunakan pedati-pedati kecil yang ditarik oleh kerbau (disebut Palered).

Menyusuri Sungai Cigenter, 'Amazon' di Ujung Kulon

Pedati pengangkut kopi tersebut dibuat dari papan kayu baik roda maupun pedatinya, sehingga sangat kuat jika melalui jalan berlumpur. Pengangkutan kopi tersebut menuju Cikao Bandung, Jatiluhur, yang selanjutnya diangkut menggunakan rakit ke Tanjung Priok menyusuri Sungai Citarum.

Sejarah keramik

Kerajinan keramik ini sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Bahkan, sebelumnya yaitu pada zaman kerajaan. Hal itu juga dibuktikan sebagian besar barang pecah belah (keramik dan gerabah) yang dimiliki masyarakat Indonesia, kebanyakan sudah berumur.

Sejarah pemakaian keramik diawali dengan digantinya atap rumah dari ijuk, daun kelapa, rumbia, dan sebagainya dengan genting yang terbuat dari tanah liat.

Di wilayah Kabupaten Purwakarta, kerajinan keramik sudah muncul sejak tahun 1795, di daerah itu terdapat lio (tempat pembuatan genteng dan batu bata). Sejak itu, rumah penduduk setempat yang beratapkan ijuk, sirap, daun kelapa, dan alang-alang diganti dengan atap genting.

Bahkan, di sekitar Desa Anjun sudah dimulai pembuatan gerabah/tembikar. Mulai tahun 1935, gerabah menjadi industri rumah tangga dan pada tahun yang sama pula ada perusahaan Belanda yang membuat pabrik besar bernama Hendrik De Boa di Warungkandang, Plered Purwakarta.

Pada zaman penjajahan Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya bekerja sebagai romusha, terutama sekitar Ciganea dan Gunung Cupu. Sementara itu, pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Kaki Kojo, tetapi perusahaan itu tetap berjalan.

Pada masa kemerdekaan, produksinya nyaris terhenti karena keterlibatan penduduk dalam perjuangan kemerdekaan.

Laporan: Jay Ajang Bramena/Purwakarta

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya