SOROT 485

Dunia Melawan Depresi

Aktivitas warga Jepang.
Sumber :
  • REUTERS/Kim Kyung-Hoon

VIVA – Bagi penggemar lagu pop kekinian, siapa yang tak kenal Demi Lovato? Dia termasuk penyanyi fenomenal Amerika Serikat dengan beberapa hit laris. Bahkan turut mempopulerkan “Let it Go,” tembang populer yang menjadi soundtrack film animasi yang digemari anak-anak, “Frozen.”

Depresi, Kenali Penyebab dan Cara Mengatasinya dengan Tepat

Namun, risiko menjadi penyanyi terkenal, publik pun tahu Lovato mengalami kemelut jiwa yang cukup parah. Bahkan sampai harus menjalani terapi mental dan psikis pada 2010 silam. Masalah itu terkuak setelah dia bertengkar hebat dengan seorang penari saat tur keliling dunia.

Usai menjalani terapi tiga bulan lamanya, Lovato menyampaikan kepada publik bahwa ia menderita anorexia, bulimia dan gangguan bipolar. "Ada saat di mana saya tidak bisa kendalikan diri, sehingga bisa menulis tujuh lagu dalam satu malam, dan saya akan terus terjaga hingga pukul 5.30 pagi. Tapi masih ada harapan untuk kembali,“ ujar dia suatu ketika kepada laman People. Saat itu usianya masih 18 tahun.

Depresi, Pria Muda Bunuh Diri Loncat dari Lantai 8 Apartemen

Dia sadar bahwa terapi yang intensif itu sangat penting untuk mengatasi tekanan dalam hidupnya. Bila dibiarkan, maka akan berdampak fatal, tidak saja bagi masa depan tapi juga kelangsungan hidupnya.

Demi Lovato bukan satu-satunya orang terkenal yang menderita depresi. Laman health.com pernah memaparkan daftar 20 selebriti dunia yang hidup dengan depresi yang mengungkung mereka. Tak hanya artis terkenal seperti Demi Lovato, Winona Ryder, Catherine Zeta-Jones, Gwyneth Paltrow, dan Putri Diana.

Supaya Lebih Gembira, Ibu di Inggris Ubah Nama dan Gaya Jadi Unicorn

Ada juga atlet ski pemenang olimpiade Jeret 'speedy' Peterson, dan mantan pemain NFL Andre Waters. Sebagian berhasil berjuang mengatasinya, namun sebagian lain memilih mengakhiri hidupnya.

Kasus depresi, berakhir atau tidak dengan bunuh diri, bukan saja menyebar di kalangan artis Amerika. Di Asia, Jepang dan Korea Selatan menjadi negara dengan tingkat depresi yang tinggi.

Selama 50 tahun terakhir, hutan Aokigahara di Jepang menjadi terkenal di dunia setelah menjadi lokasi favorit warga Jepang untuk mengakhiri hidup mereka. Sebelum tahun 1990an, kasus bunuh diri di hutan tersebut mencapai 30 orang per tahun. Tapi pada tahun 2004, angka itu melonjak hingga 108 orang per tahun. Tahun 2010, angkanya semakin tinggi, yaitu 247 orang memutuskan bunuh diri di hutan tersebut.

Angka bunuh diri di Jepang disebut 60 persen lebih tinggi dari angka rata-rata bunuh diri secara global. Pelaku bunuh diri di negara ini tiga kali lebih banyak dibanding Inggris. Pada tahun 2014, tercatat sekitar 25.000 orang warga Jepang melakukan aksi bunuh diri dalam satu tahun. Artinya, dalam satu hari, sekitar 70 orang mengakhiri hidupnya.

Sorot Depresi - jepang - warga

Aktivitas warga Jepang di dalam kereta api di Tokyo. (REUTERS/Issei Kato)

Kasus bunuh diri bahkan sudah menjangkiti anak-anak Jepang. Dikutip dari Mirror.co.uk, setiap tanggal 1 September, atau tahun ajaran baru dimulai, angka anak-anak yang memutuskan bunuh diri meningkat. Bunuh diri memang bukan sebuah dosa di Jepang. Bahkan mereka memiliki tradisi bunuh diri dengan berbagai nama dan alasan. Harakiri, Seppuku, dan Kamikaze adalah nama lain bunuh diri dengan alasan yang berbeda-beda.

Korea Selatan, sebuah negara maju dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang bagus juga memiliki angka bunuh diri yang mengagetkan. Setiap hari, ada 40 orang yang memutuskan untuk menghilangkan nyawanya sendiri di negara ini. "Bunuh diri di mana-mana," ujar Young-ha Kim, seorang penulis opini kepada The New York Times, 31 Oktober 2017.

Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan mengungkapkan bahwa 90 persen aksi bunuh diri di negara tersebut yang terjadi pada tahun 2016, pelakunya didiagnosis menderita sakit mental seperti depresi atau cemas berlebihan, suatu kondisi yang disebabkan oleh stres.

Depresi Makin Banyak

Tahun 2017, World Health Organization (WHO) melaporkan tentang terjadinya peningkatan depresi di berbagai wilayah di seluruh dunia.  Menurut badan dunia tersebut, sejak tahun 2005 hingga 2015, angkanya meningkat sebanyak 18 persen.

Menurut catatan WHO, penderita depresi mencapai empat persen dari total penduduk dunia, atau sekitar 300juta orang. Angka ini meluas, dan saat ini depresi menjadi sumber utama gangguan psikis dan mental secara global.

Penasihat Sistem Kesehatan WHO dari Departemen Kesehatan Mental dn Penyalahgunaan Zat, Dan Chisholm, yang juga memimpin penelitian dan penulisan laporan tentang depresi untuk WHO mengatakan bahwa depresi adalah gangguan yang bisa terjadi pada siapa saja, dan bisa terjadi pada setiap periode dalam perkembangan hidup seseorang.

"Jika Anda melihat prevalensi dari kelainan yang berbeda di seluruh dunia, dan Anda melihat kelainan yang saling terkait di antara itu semua, dan jika semua kelainan itu  Anda kombinasikan menjadi satu, maka depresi akan berada di puncak teratas, karena itu adalah hal yang sangat umum," ujarnya seperti dikutip dari VoA, Februari 2017.

Ia menambahkan, "Anda bisa melihat itu terjadi pada satu di antara 20 orang, dan tanpa suara dan tak terasa, tapi angka peningkatannya menjadi cukup tinggi."

Chisholm mengatakan banyak orang menderita gangguan kecemasan dan depresi secara terus menerus. Saat ini depresi menjadi penyebab gangguan kesehatan mental terbesar keenam dan menjadi penyebab gangguan kesehatan utama di seluruh wilayah di Amerika Serikat.

Menurutnya, depresi di seluruh dunia mengalami peningkatan karena populasi dunia yang terus tumbuh dan menua, terutama di negara berkembang. "Angka depresi mencapai puncak tertinggi pada usia tersebut. Faktor demografis membuat jumlah penderita depresi mengalami peningkatan secara dramatis," ujarnya.

Sorot Depresi - jepang - warga - perkantoran

Hidup dengan penuh tekanan menjadi salah satu faktor penyebab depresi. Salah satunya tingginya tekanan pekerjaan. (REUTERS/Issei Kato)

Penyebab depresi bukan faktor tunggal. Menurut sebuah tulisan berkjudul 'What causes depression?' yang dipublikasikan di website Universitas Harvard di Amerika Serikat pada Juni 2009 dan dipublikasikan ulang pada 11 April 2017, ada banyak kemungkinan penyebab depresi. Termasuk di antaranya adalah pengaturan mood yang salah oleh otak, kerentanan genetik, peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, pengobatan, dan juga masalah medis. Dipercaya bahwa beberapa dari kekuatan ini berinteraksi dan akhirnya menghasilkan depresi.

Meningkatnya kesadaran bahwa depresi kini menjadi hantu yang membayangi masyarakat, negara sebagai sebuah institusi mulai ambil bagian untuk menekan angka depresi rakyatnya.

Uni Emirat Arab mendahului dengan membuat kementerian yang khusus menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya. Jatuhnya harga minyak sejak tiga tahun terakhir membuat negara-negara tajir itu kelabakan karena mengalami kerugian sehingga membuat mereka bertindak cepat.

Pemerintahan Uni Emirat Arab meyakini, hal baik yang bisa menciptakan masa depan yang membahagiakan bagi mereka bukanlah harta yang melimpah ruah, tapi kebahagiaan dan toleransi.

Maka pemimpin negara kerajaan itu membentuk dua kementerian baru, Kementerian Negara untuk Kebahagiaan dan Kementerian Negara untuk Toleransi.

Perdana Menteri Dubai Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, yang juga memegang posisi penting dalam pemerintahan Uni Emirat Arab melalui akun Twitternya menyampaikan, "Kementerian Negara untuk Kebahagiaan, akan menyatukan dan mengarahkan kebijakan pemerintahan untuk menciptakan hubungan sosial yang baik dan memuaskan. Sedangkan Kementerian Negara untuk Toleransi diciptakan untuk mempromosikan toleransi sebagai nilai dasar di masyarakat Uni Emirat Arab."

Sementara di Jepang, Asosiasi Pencegah Bunuh Diri menempatkan berbagai tulisan di pinggir jalan menuju hutan Aokigahara. Tulisan itu menyiratkan imbauan agar mereka yang masuk hutan tersebut tak mengakhiri hidupnya di sana.

"Hidupmu adalah hadiah terindah dari kedua orangtuamu," lalu ada juga tulisan "Ceritakan apa masalahmu," hingga yang paling terbuka, "Silakan kontak kantor polisi sebelum kamu memutuskan untuk mati."  Seluruh tulisan itu diharapkan bisa memberi kontribusi sebelum keputusan untuk mengakhiri hidup diambil.

Kementerian Masalah Kesepian

Di Inggris, awal 2018 pemerintah membentuk satu kementerian baru. Kementerian yang khusus menangani ‘masalah kesepian.' Bukan sembarangan, kementerian itu dibentuk berdasarkan hasil riset yang menemukan bahwa satu dari 10 warga Inggris merasakan terisolasi, sebuah kondisi yang bisa memicu isu kesehatan psikis dan mental.

Dalam sebuah pernyataannya yang dikutip Reuters, Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengatakan, "kesepian adalah realitas paling menyedihkan dalam kehidupan modern bagi sebagian besar orang."

Saat mengenalkan Tracey Crouch sebagai orang yang mengemban amanah untuk posisi Menteri Urusan Kesepian, May mengatakan, "Saya ingin menghadapi tantangan ini bagi masyarakat kita dan bagi kita semua untuk mengambil tindakan untuk mengatasi kesepian yang dialami oleh orang tua, oleh orang-orang yang telah kehilangan orang yang dicintai - orang-orang yang tidak memiliki seseorang untuk diajak bicara atau berbagi pemikiran dan kisah mereka."

Pada tahun 2013, sekitar 6.708 orang di Inggris dan Irlandia mengakhiri hidupnya. Jumlah itu setara dengan 18 orang per hari. Menyadari tingginya angka depresi di Inggris, satu tahun lalu penyedia layanan sosial Facebook membuat aplikasi yang diberi nama 'Suicide Prevention,' atau pencegah bunuh diri.

Telepon - smartphone - mobile phone - hp - gadget - internet - generasi milenial - Facebook

Aplikasi SuicidePrevention dibuat oleh Facebook untuk menekan depresi. (REUTERS/Thomas White)

Dikutip dari Mirror.co.uk, aplikasi ini menyediakan layanan nasihat, sumber daya, dan dukungan emosional untuk mereka yang berjuang mengatasinya. Aplikasi ini juga tersedia untuk wilayah Amerika dan Australia. Tentu saja dengan harapan, sebelum mengambil keputusan terakhir, mereka yang berniat bunuh diri bersedia untuk menggunakan aplikasi itu dan menimbang kembali keputusannya, tentu dengan harapan membatalkan keputusan tersebut.

Depresi menjadi isu global. Sementara penyebabnya masih terus dicari dan dibahas, penanganannya terus dilakukan. Mungkin dunia yang semakin modern membuat banyak orang makin kesepian, dan uang jelas tak bisa membeli kebahagiaan.

Inggris merasa perlu membentuk Kementerian untuk Urusan Kesepian dan UAE membentuk Kementerian Urusan Kebahagiaan dan Toleransi. Setidaknya, ini menjadi angin segar bahwa negara mulai peduli pada tingkat kebahagiaan warganya. Jika di masa lalu sejahtera dianggap cukup, nyatanya, untuk masa sekarang kebahagiaan wajib diperhitungkan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya