SOROT 548

Prabowo Tak Punya Skenario Kalah

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan orasi politik saat kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu, 7 April 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Politikus muda berkacamata dengan tatanan rambut klimis itu menebarkan senyumnya dari kejauhan kala melihat puluhan jurnalis berancang-ancang mengadangnya. Dia memang memiliki janji untuk menyampaikan sesuatu yang penting kepada wartawan hari itu. Rabu pagi menjelang siang pekan lalu, si politikus belia menepati janjinya.

Hubungan Prabowo dan Raja Yordania Jadi Kunci RI Sukses Antar Bantuan via Airdrop ke Gaza

Mengenakan setelan jas biru dongker dan kemeja biru terang tapi tanpa dasi, Sugiono sendirian menghadapi kilatan-kilatan lampu kamera para fotografer di satu ruang pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta. Sebagai Direktur Kampanye Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dia memang dianggap orang paling tepat untuk menyampaikan kabar urgent itu.

Sugiono mula-mula mengingatkan, tujuh hari sudah masa kampanye dilalui sang kandidat presiden dan wakil presiden jagoannya; tersisa tujuh hari lagi menuju hari pemungutan suara. Prabowo maupun Sandiaga, katanya, sudah melakoni separuh rangkaian tur politik itu di sedikitnya empat belas provinsi se-Indonesia.

Jokowi Bertemu Tim Cook Hari Ini, Menperin: Ada Kebijakan yang Kita Keluarkan untuk Apple

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengklaim, di hampir semua tempat yang didatangi Prabowo maupun Sandiaga, sambutan masyarakat begitu luar biasa. Masyarakat, katanya, datang berbondong-bondong tanpa dikerahkan oleh siapa pun, dengan biaya sendiri, dan bahkan di beberapa tempat mereka malah menyumbang untuk biaya kampanye. Baginya, itu ialah isyarat terang bahwa rakyat menginginkan perubahan dalam pemerintahan.

Calon Presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan orasi politiknya di hadapan pendukung dan simpatisan yang memadati pelataran Benteng Kuto Besak Palembang pada Kampanye akbar, di Palembang, Sumsel

TKN Prabowo-Gibran Yakin MK Tolak Permohonan Anies dan Ganjar

Kampanye Prabowo di Palembang

Seraya memeriksa catatannya dalam beberapa lembar kertas di tangannya, Sugiono dengan meyakinkan menyebut angka mendekati mutlak bagi kemenangan Prabowo-Sandiaga. "... dalam posisi 62 persen lawan 32 persen incumbent." Sayangnya dia menolak merinci angka itu dengan alasan bahwa hasil survei itu hanya untuk konsumsi internal Badan Pemenangan Nasional (BPN).

Sugiono hanya menjelaskan sedikit bahwa angka itu pada dasarnya semacam penaksiran, yang dia sebut "assessment", tetapi bukan taksiran kosong melainkan berdasarkan metode-metode riset sebagaimana dipakai juga oleh banyak lembaga survei. Metode assesment itu, katanya, juga menilai sambutan-sambutan luar biasa masyarakat di daerah-daerah.

Memang, dia mengakui, dukungan masyarakat di beberapa daerah tertentu masih rendah, misal di Bali, karena provinsi itu ialah basis utama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, salah satu partai pendukung pasangan kandidat Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Tetapi BPN menjalankan siasat khusus pula untuk merebut simpati pemilih di sana. Umpamanya dengan menyoal isu reklamasi Teluk Benoa, satu isu yang menjadi polemik di Bali sejak lebih lima tahun silam.

Sugiono acuh tak acuh ketika ditanyakan tentang reaksi kubu Jokowi-Ma'ruf yang menyebut klaim persentase kemenangan Prabowo-Sandiaga itu sebetulnya mengada-ada, terutama karena metodologi risetnya tak jelas. Dia mengingatkan, hasil "assesment" itu hanya untuk konsumsi internal BPN karena berkaitan dengan strategi yang tak boleh diketahui kubu lawan.

"Lho, keraguan itu urusan mereka, ya," ujarnya dengan intonasi meninggi. "Kenapa saya harus melayani itu. Itu adalah asassment yang kita lakukan. User kita adalah BPN, bukan mereka (Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf)."

Dia berpaling dari angka-angka hasil "assesment" itu dan mengingatkan betapa bergeloranya masyarakat ketika menghadiri setiap kampanye terbuka Prabowo maupun Sandiaga. Bukti terbaru, katanya, ialah lautan massa yang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta, Minggu, 7 April 2019 lalu.

"Ini gelombang manusia yang hadir; gelombang manusia yang ingin perubahan terjadi di negeri ini. Manusia yang memiliki akal sehat tentunya dapat dengan mudah mengetahui bahwa Pilpres tahun ini akan dimenangkan Prabowo-Sandi," katanya.

Sugiono berkelit saat dicecar apa langkah alternatif BPN Prabowo-Sandiaga kalau klaim itu ternyata meleset. "Kita tidak akan kalah—yakin." Dia kembali mempertegas bahwa dukungan masyarakat kepada Prabowo adalah nyata, dan karenanya mustahil kalah, kecuali dicurangi. "Kalau curang akan berhadapan dengan kekuatan rakyat."

Efek Bradley

Klaim Sugiono itu tak selaras dengan hasil riset Voxpol Center Research and Consulting, lembaga survei yang kerap merilis hasil penelitiannya dengan selisih tipis elektabilitas Jokowi dengan Prabowo. Menurut mereka, pada dasarnya elektabilitas Jokowi masih unggul dari Prabowo. Selisihnya tak terlalu besar, hanya tak lebih lima persen.

Pangi Syarwi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, menunjukkan angka tingkat keterpilihan Jokowi 48,8 persen, sedangkan Prabowo 43,3 persen. Tetapi selisih tipis itu, katanya, rentan berubah atau bahkan berbalik, sebab situasi politik sangat dinamis dan akan banyak faktor yang akan memengaruhi pilihan masyarakat untuk memilih. Artinya, survei hanya semacam prakiraan pilihan masyarakat, tetapi hasil akhirnya nanti bukan ditentukan survei, melainkan pilihan langsung masyarakat di tempat pemungutan suara.

Rilis hasil survei Voxpol.

Rilis hasil survei Voxpol

Akan ada banyak faktor yang menentukan hasil akhir nanti, kata Pangi kepada VIVA di Jakarta pada Selasa lalu, di antaranya jumlah golput atau orang yang sengaja tak memilih karena macam-macam sebab, pemilih solid atau strong voters, paparan program kerja, manuver-manuver politik yang menjadi blunder, kampanye terbuka, dan lain-lain.

Kedua kubu, katanya, memiliki pemilih solid atau pemilih yang sudah menetapkan pilihan mereka jauh-jauh hari dan tak akan berubah lagi. Tetapi ada cukup banyak calon pemilih yang bimbang atau belum menentukan pilihan bahkan hingga sepekan menjelang pemungutan suara. Calon pemilih yang masih ragu-ragu itu jumlahnya tak sedikit, yakni 7-13 persen, setara belasan hingga 20 juta orang.

"Angka yang besar, dan bisa mengubah arsitektur kemenangan dan peta politik ke depannya," kata Pangi. "Artinya, masing-masing kandidat masih harus kerja keras untuk mendapatkan kemenangan pada pilpres nanti."

Dia mengingatkan juga tentang efek Bradley dalam dunia riset politik, yang dapat mengubah prediksi banyak lembaga survei dengan kenyataan pada hari pemungutan suara. Efek Bradley didefinisikan sebagai kondisi saat hasil survei tidak akurat karena ada bias identitas sosial dan umumnya terjadi dalam pemilu yang sengit.

Pemilu presiden 2019, Pangi berpendapat, berlangsung sengit, tak kalah sengit dibanding tahun 2014. Ada cukup banyak kemungkinan para responden yang disurvei oleh ragam lembaga survei itu tidak menjawab dengan jujur atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada mereka, sehingga hasilnya tak akurat.

"Jadi, pada hari H sama-sama punya peluang: Pak Jokowi punya peluang untuk menang dan kalah, begitu juga dengan Pak Prabowo punya peluang untuk menang dan punya peluang untuk kalah," katanya.

Banyak faktor juga yang memengaruhi sikap sebagian calon pemilih belum menentukan pilihan, bahkan hingga sepekan menjelang pemungutan suara. Di antaranya, kata Pangi, mungkin saja mereka menunggu kampanye selesai, menanti debat kandidat terakhir, berharap bantuan logistik, atau bisa juga menunggu arahan terang patron politik mereka.

Dia menganalisis, taktik menghadirkan sejumlah patron politik, misal tokoh atau pemuka agama, sedang dijalankan kubu Prabowo. Dia menengarai itu berdasarkan konsep kampanye terbuka Prabowo di Gelora Bung Karno pada 7 April, yang mengurangi kesempatan tokoh politik berpidato di hadapan massa dan sebaliknya memberikan banyak waktu kepada sejumlah tokoh agama. "Mungkin mereka memahami [dan] mencoba memainkan patron politik ulama dan masyarakat jadi vote gaters."

Layar menyiarkan video Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab saat kampanye akbar pasangan capres-cawapre nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu, 7 April 2019.

Layar menyiarkan  video Imam Besar FPI Habib Rizieq Sihab saat kampanye akbar Prabowo di GBK 

Sementara ini, kata Pangi, tingkat kepuasan publik pada kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo cukup tinggi, 54 persen. Sebagian penilaian baik masyarakat kepada Jokowi karena pemerintah gencar membangun banyak infrastruktur untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. "Tapi, ingat, standar kepuasaan publik terhadap incumbent itu minimal harus 70 persen," katanya.

Kubu Prabowo, menurut Pangi, rupanya tak gembar-gembor dengan program kerja, melainkan malah memainkan emosi massa melalui isu-isu yang dianggap menjadi kelemahan atau kekurangan pemerintahan Jokowi. "Pak Prabowo sepertinya ini sedang memainkan itu, kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan, ancaman ke depan—itu semua disambut oleh publik. Dan beliau mengelola emosi itu dengan baik."

"Ketika Pak Jokowi datang dengan ketidaktegasan," Pangi menekankan, "Pak Prabowo datang dengan ketegasan. Itu yang mempengaruhi strong voters (pemilih solid) Pak Prabowo menjadi lebih tinggi."

Bukan Berbasis Survei

Pengaruh patron atau panutan, terutama pemuka agama, sebagaimana analisis Pangi, dikoreksi oleh Ardian Sopa, peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA. Menurut Ardian, tokoh agama memang dapat memengaruhi pilihan politik masyarakat, misalnya kecenderungan kian terang penceramah kondang Ustaz Abdul Somad mendukung Prabowo. Tetapi, katanya dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta pada Jumat, "kita melihat tidak banyak berpengaruh."

Ardian berargumentasi, Abdul Somad pada dasarnya sudah sejak lama diidentifikasi mendukung Prabowo. Kalau pun belakangan Somad kian menunjukkan lebih terbuka dukungannya kepada Prabowo, itu hanya menguatkan persepsi masyarakat, terutama para simpatisan kandidat 02. "Tidak mengambil dukungan dari yang belum ada, artinya tidak akan berpengaruh pada elektabilitas."

Lagi pula, katanya, Abdul Somad bukan kategori tokoh yang memiliki nilai jual tinggi secara politik, dan karena itu tak akan sanggup menggalang dukungan secara masif. "Dia tidak kampanye ke mana-mana, sehingga secara efek juga tidak akan terlalu banyak berpengaruh pada masing-masing pasangan calon."

Survei LSI Denny JA memperlihatkan keunggulan cukup besar dukungan masyarakat pada Jokowi ketimbang Prabowo. Bahkan, persentase elektabilitas Jokowi, berdasarkan hasil survei termutakhir pada 9 April, mencapai dua digit mengungguli Prabowo.

Lembaga survei LSI Denn JA memaparkan hasil survei.

LSI Denny JA memaparkan hasil survei

Tingkat keterpilihan yang begitu tinggi itu, menurut Ardian, karena lima faktor utama. Pertama, masyarakat puas dengan pemerintahan Jokowi. Kedua, Jokowi dianggap dekat dengan kalangan masyarakat bawah alias wong cilik, komunitas minoritas, dan kalangan NU. Ketiga, program-program sosial pemerintahan Jokowi dianggap sukses dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Keempat, Jokowi dinilai lebih jujur, lebih pintar, lebih nasionalis, lebih religius, dan lebih merakyat dibandingkan Prabowo. Kelima, Jokowi dianggap mampu menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi, kesehatan, sosial, budaya, dan lain-lain.

"Hanya persepsi berwibawa sebagai pemimpin, Prabowo lebih unggul dibandingkan Jokowi," kata Ardian.

Pengamat politik pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, punya analisis lain ketimbang hasil survei Voxpol maupun LSI Denny JA. Dia menggarisbawahi klaim-klaim BPN Prabowo-Sandiaga, seperti Sugiono tegaskan pula.

Memang, kata Adi, hampir semua lembaga survei mengunggulkan Jokowi ketimbang Prabowo. Kalau menganalisis berdasarkan survei itu, jelas Jokowi-lah pemenangnya. Tetapi, dia mengingatkan, keyakinan menang kubu Prabowo tidak berlandaskan pada hasil survei, melainkan jumlah massa yang hadir dalam setiap kegiatan terbuka Prabowo maupun Sandiaga.

"Mereka (kubu Prabowo-Sandiaga) punya keyakinan bukan survei lagi," kata Adi di Jakarta pada Rabu lalu, "tapi berkeyakinan dari jumlah massa yang begitu banyak datang ke kampanye-kampanye terbuka di berbagai daerah, yang begitu membeludak itu."

Bagi kubu Prabowo, massa yang melimpah ruah dalam setiap kampanye itu berdampak pada psikologi politik mereka; sang penantang kian bersemangat ketika melihat masyarakat yang begitu antusias mendukung mereka. "Makanya orang selalu menggunakan istilah yang satire: elektabilitas Prabowo kok enggak naik-naik, tapi kampanye terbuka itu penuh."

Sejumlah pendukung pasangan capres dan cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno mengikuti kampanye akbar di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu, 7 April 2019.Suasana kampanye akbar Prabowo di GBK, Jakarta

Pandangan Adi Prayitno tentang betapa kuat keyakinan kubu Prabowo bahwa merekalah kampiun kontestasi politik 2019 menemukan pembuktiannya berdasarkan pendapat sebagian simpatisan 02. Mereka memercayai bahwa prakiraan-prakiraan banyak lembaga survei itu sebenarnya hitung-hitungan matematis belaka, dan kenyataannya nanti saat hari pemungutan suara akan berbeda.

Ipoy, seorang juru parkir pendukung Prabowo di Jakarta, misalnya, berkeyakinan penuh jagoannya akan memenangi pemilu presiden. Dia mengabaikan ramalan-ramalan ragam lembaga survei, terutama yang mengunggulkan Jokowi. "Mungkin itu hanya di atas kertas, tapi kondisi riil di masyarakat menang Prabowo," katanya kepada VIVA saat ditemui di tempatnya bekerja Rabu lalu.

Dia terpesona dengan profil Prabowo sebagai mantan jenderal TNI, berwibawa, dan bahkan mampu merebut simpati kalangan Muslim. Sandiaga, sang calon wakil Prabowo, punya nilai plus sendiri, yakni muda nan energik serta cukup berhasil meraih dukungan kalangan ibu atau emak-emak.

Lain lagi dengan Lambang, seorang warga Solo pendukung Prabowo. Meski sekampung dengan Jokowi, ia lebih bersimpati kepada Prabowo. "Karena Jokowi terlalu lembek untuk membangun negara ini," katanya kemarin. Namun dia melihat cela di kubu 02, yakni Sandiaga yang tak menyelesaikan tugasnya sebagai wakil gubernur DKI Jakarta, padahal dia diberi amanat oleh warga Ibu Kota.

Pendapat Lambang diamini oleh Adhi, pedagang warung kopi di Jakarta. Dia menganggap Jokowi gagal mengelola negara selama memerintah lebih empat tahun terakhir karena kurang tegas. Dia meyakini, hanya pada sosok Prabowo yang berwibawa dan tegaslah Indonesia akan menjadi lebih baik.

Adhi bahkan mengklaim bahwa Prabowo hampir tak memiliki kekurangan sedikit pun. Dia masa bodoh juga dengan hasil riset banyak lembaga survei yang tak mengunggulkan Prabowo. "Saya tidak melihat survei. Enggak ngaruh juga sih mengenai pilihan saya," katanya kemarin. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya